Indonesian activist (L) burns a poster a Malaysian flag during an anti-Malaysia protest in Jakarta on August 17, 2010 following the arrest of three Indonesian maritime officers over an apparent border dispute. Indonesia is highly sensitive about its territorial integrity since losing the tiny islands of Sipadan and Ligitan off the northeastern coast of Borneo disputed since 1969 to Malaysia following a 2002 ruling by the International Court of Justice.
Indonesia Negara Tanpa Peminpin - Perselisihan dengan Malaysia yang terjadi selama dua pekan terakhir seakan mengusik rasa nasionalisme. Masyarakat, baik individu maupun kelompok mulai bersuara lantang. Meminta Malaysia, negara yang selalu menyebut sebagai serumpun Indonesia, meminta maaf.
Pelanggaran kedaulatan dan tindakan tak menyenangkan terhadap petugas negara dirasa telah begitu menyinggung. Dorongan dan desakan agar Pemerintah bersikap tegas terus dilontarkan.
Pemerintah meminta agar tak ada yang meresponnya secara emosional. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR, Rabu lalu, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa juga meminta pemerintah diberikan ruang yang luas untuk melakukan upaya diplomasi. Tindakan berlebihan dikhawatirkan semakin memicu ketegangan. Desakan Komisi I agar Pemerintah mendesak permintaan maaf, dipandang belum perlu.
"Tak usah didesak, kita giring saja mereka meminta maaf," demikian jawaban Marty saat menanggapi permintaan Komisi I.
Puncaknya, pemerintah Malaysia mengeluarkan pernyataan keras : mempertimbangkan imbauan larang bepergian ke Indonesia bagi warganya. Pernyataan Menlu Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman ini merupakan respon atas aksi di depan Kedubes Malaysia di Jakarta yang diwarnai pelemparan kotoran manusia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, "kemarahan" masyarakat yang diwujudkan dalam aksi itu bisa dipahami. Ia menilai, pemerintah tak mampu meredam emosi masyarakat dengan memberikan penjelasan secara terbuka langkah diplomasi yang dilakukan.
Presiden, kata Din, harus turun langsung memberikan pernyataan. Soal Malaysia merupakan tanggung jawab Presiden sebagai kepala negara.
"Berbagai bentuk gejolak, keresahan dan kegundahan, merupakan tumpukan masalah karena pemerintah tidak hadir. Pemerintah ghaib, abai, dan melakukan pembiaran," kata Din, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Tumpukan persoalan tanpa ada penjelasan transparan dari pemerintah dipandang memicu emosi masyarakat. Luar biasa penumpukan masalah yang kita hadapi.
"Ini semua karena kepemimpinan yang tidak hadir, pemerintah in absentia, dan akan meningkatkan frustasi di tubuh masyarakat. Tapi jangan kepasrahan rakyat justru membuat pemerintah diam saja," kata Din.
Meski demikian, Din mengimbau, masyarakat melakukan "imsak" untuk mengendalikan diri dan berharap perubahan yang lebih baik. Sebaliknya, pihak Istana juga diharapkan tak menanggapi sinis segala kritikan yang dilayangkan kepada Pemerintah.
"Jangan ditanggapi dengan sinisme. Sekarang ini, saya lihat orang-orang dekat Istana mulai menyinggung mengenai tokoh-tokoh, aktivis yang berbicara. Jangan membuat apologi-apologi yang justru menumpuk masalah," katanya.
Presiden tak bisa lagi menimpakan kesalahan kepada para pembantunya yang dinilai lamban merespon berbagai isu. Untuk persoalan dengan Malaysia yang berkaitan dengan kedaulatan negara, Presiden diminta langsung memimpin upaya penyelesaian agar persoalan tak meluas. ( kompas.com )
No comments:
Post a Comment