Negara Berada Diselangkang Artalyta Suryani - Langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memperpanjang izin berobat pengusaha Artalyta Suryani alias Ayin di Singapura sungguh mengecewakan. Izin itu jelas menghambat kerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memeriksa Ayin untuk kasus suap pengusaha Hartati Murdaya terhadap Bupati Buol Amran Batalipu.
Dengan dibolehkannya Ayin berlama-lama di Singapura, penyidik KPK terpaksa harus bolak-balik ke Negeri Singa itu jika ingin memeriksanya. Proses verifikasi data niscaya juga akan lebih sulit dilakukan. Hal ini tak akan terjadi bila Ayin diperiksa di negeri sendiri. Tentu penyidik akan lebih mudah memeriksa silang kesaksiannya dengan kesaksian orang lain.

Sejauh ini diketahui bahwa perusahaan milik putra Ayin, PT Sonokeling Buana, ikut mengolah perkebunan sawit seluas 19.500 hektare di Buol. Kebun itu bersinggungan dengan kebun sawit PT Hardaya Inti Plantations dan PT Cakra Murdaya milik Hartati Murdaya.
Dalam pemeriksaan di Singapura, penyidik KPK menanyakan keterkaitan Ayin dengan tiga tersangka kasus suap Amran Batalipu. Dia juga ditanya tentang PT Sonokeling dan kedekatannya dengan Hartati.
Mudahnya Ayin mendapatkan perpanjangan izin berobat terasa sangat mengherankan. Sebelumnya, saat pertama kali pengusaha yang masih berstatus bebas bersyarat itu diketahui berada di Singapura, penjelasan pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga simpang-siur.
Semula, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sihabudin mengatakan Ayin mengajukan izin ke luar negeri pada 13 Juli untuk menemani ibunya yang sakit. Namun, saat dipanggil untuk diperiksa oleh KPK, Ayin mengatakan dirinya sendiri yang menderita penyempitan urat saraf. Apakah izin ke luar negeri itu dapat berubah dalam waktu cepat?
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin sempat meniupkan angin segar ketika meminta terpidana kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan itu segera pulang ke Tanah Air untuk diperiksa KPK. Amir mengancam akan meninjau ulang status bebas bersyaratnya jika tidak cepat pulang dengan alasan jelas.
Belakangan, Amir justru berbalik menyetujui perpanjangan izin berobat bagi Ayin. Kewajiban si terpidana untuk wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan pun bisa diwakili pengacaranya. Padahal biasanya terpidana lain harus datang sendiri ke Balai Pemasyarakatan.
Semua itu meruapkan kecurigaan: mengapa, ketika berhadapan dengan Ayin, para pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia seperti lempung yang lembek dan gampang dibentuk menjadi apa pun? Bukan rahasia bahwa Ayin selama ini dikenal amat dekat dengan sejumlah aparat hukum di negeri ini.
Untuk menimbulkan efek jera, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia semestinya tegas membatasi kebebasan bergerak terpidana. Apalagi bila ada dugaan si terpidana terlibat kasus kejahatan baru atau akan melarikan diri. Sudah banyak pula contoh pelaku korupsi yang jadi buron setelah terlebih dulu meminta izin ke luar negeri dengan alasan berobat.
Kementerian Hukum semestinya juga mempertimbangkan kejahatan korupsi yang sudah begitu meruyak dan berurat-berakar di negeri ini. Pemberian izin pergi ke luar negeri, untuk alasan apa pun, mestinya diperketat bagi orang-orang yang pernah menjadi bromocorah korupsi. Jangan sebaliknya, izin diobral seperti di toko serba ada. ( tempo.co )
Blog : Selebrity
Post : Negara Berada Diselangkang Artalyta Suryani
Dengan dibolehkannya Ayin berlama-lama di Singapura, penyidik KPK terpaksa harus bolak-balik ke Negeri Singa itu jika ingin memeriksanya. Proses verifikasi data niscaya juga akan lebih sulit dilakukan. Hal ini tak akan terjadi bila Ayin diperiksa di negeri sendiri. Tentu penyidik akan lebih mudah memeriksa silang kesaksiannya dengan kesaksian orang lain.
Sejauh ini diketahui bahwa perusahaan milik putra Ayin, PT Sonokeling Buana, ikut mengolah perkebunan sawit seluas 19.500 hektare di Buol. Kebun itu bersinggungan dengan kebun sawit PT Hardaya Inti Plantations dan PT Cakra Murdaya milik Hartati Murdaya.
Dalam pemeriksaan di Singapura, penyidik KPK menanyakan keterkaitan Ayin dengan tiga tersangka kasus suap Amran Batalipu. Dia juga ditanya tentang PT Sonokeling dan kedekatannya dengan Hartati.
Mudahnya Ayin mendapatkan perpanjangan izin berobat terasa sangat mengherankan. Sebelumnya, saat pertama kali pengusaha yang masih berstatus bebas bersyarat itu diketahui berada di Singapura, penjelasan pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga simpang-siur.
Semula, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sihabudin mengatakan Ayin mengajukan izin ke luar negeri pada 13 Juli untuk menemani ibunya yang sakit. Namun, saat dipanggil untuk diperiksa oleh KPK, Ayin mengatakan dirinya sendiri yang menderita penyempitan urat saraf. Apakah izin ke luar negeri itu dapat berubah dalam waktu cepat?
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin sempat meniupkan angin segar ketika meminta terpidana kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan itu segera pulang ke Tanah Air untuk diperiksa KPK. Amir mengancam akan meninjau ulang status bebas bersyaratnya jika tidak cepat pulang dengan alasan jelas.
Belakangan, Amir justru berbalik menyetujui perpanjangan izin berobat bagi Ayin. Kewajiban si terpidana untuk wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan pun bisa diwakili pengacaranya. Padahal biasanya terpidana lain harus datang sendiri ke Balai Pemasyarakatan.
Semua itu meruapkan kecurigaan: mengapa, ketika berhadapan dengan Ayin, para pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia seperti lempung yang lembek dan gampang dibentuk menjadi apa pun? Bukan rahasia bahwa Ayin selama ini dikenal amat dekat dengan sejumlah aparat hukum di negeri ini.
Untuk menimbulkan efek jera, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia semestinya tegas membatasi kebebasan bergerak terpidana. Apalagi bila ada dugaan si terpidana terlibat kasus kejahatan baru atau akan melarikan diri. Sudah banyak pula contoh pelaku korupsi yang jadi buron setelah terlebih dulu meminta izin ke luar negeri dengan alasan berobat.
Kementerian Hukum semestinya juga mempertimbangkan kejahatan korupsi yang sudah begitu meruyak dan berurat-berakar di negeri ini. Pemberian izin pergi ke luar negeri, untuk alasan apa pun, mestinya diperketat bagi orang-orang yang pernah menjadi bromocorah korupsi. Jangan sebaliknya, izin diobral seperti di toko serba ada. ( tempo.co )
Blog : Selebrity
Post : Negara Berada Diselangkang Artalyta Suryani
No comments:
Post a Comment