Inilah Kronologis Pembekuan Surat Izin Praktek Dokter Boyke - Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merekomendasikan kepada Konsil Kedokteran Indonesia untuk membekukan Surat Tanda Registrasi dokter Boyke Dian Nugraha selama 6 bulan. Dokter spesialis kandungan dan seksolog (SpOG) itu dinilai melanggar disiplin karena merugikan pasien.
"Pelanggaran yang dilakukan Boyke adalah menjadi asisten tindakan operasi terhadap pasien tanpa Surat Izin Praktek," kata Profesor Doktor Ali Baziad, SpOG (K), selaku Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), melalui sambungan telepon, Jumat, 18 November 2011.
Menurut Ali, SIP merupakan syarat utama melakukan pelayanan kepada pasien. Meski Boyke cuma mendampingi dokter utama operasi, namun tetap diharuskan memiliki SIP. "Kecuali, dia merujuk 100 persen pasiennya ke operator operasi. Tidak usah menjadi asistennya,"katanya.
Pihaknya menduga Boyke sudah lama tidak memiliki SIP, meski aktif melayani pasien di klinik miliknya di Klinik Pasutri, Tebet, Jakarta Selatan.
Pelanggaran disiplin Boyke sendiri dilakukan di Rumah Sakit Gandaria Jakarta Selatan pada 2008. Kala itu, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut mendampingi dokter utama melakukan operasi pengangkatan kista terhadap pasien berinisial S, yang merupakan pasien Klinik Pasutri.
Dalam kasus ini, Ali mengatakan, dokter utama operasi tersebut juga mendapat sanksi. Yakni direkomendasikan pembekuan STR-nya selama dua bulan. "Lebih ringan, karena dia memiliki SIP. Salahnya, dia memperkerjakan asisten yang tidak memiliki SIP," ujarnya.
Ali melanjutkan, rekomendasi majelis terhadap Boyke telah melalui sidang MKDKI selama setahun. Pihaknya menghadirkan saksi dan ahli yang berkaitan dengan kasus tersebut. Dengan pembekuan STR itu, tambah dia, Boyke tidak bisa mengurus SIP selama enam bulan.
Menurutnya, ketika STR dicabut, maka seorang dokter tidak boleh melakukan praktek. Sang dokter harus menjalani pembinaan dan bimbingan para ahli lebih dulu. "Lagipula, tidak bisa juga mengurus SIP kalau tidak ada STR," ujarnya. Surat izin ini, tambah Ali, dikeluarkan oleh dinas kesehatan provinsi atau kabupaten tempat dokter berpraktek.
Boyke, kata Ali, cukup beruntung tidak dipidanakan pasiennya. Ia mengingatkan, seluruh dokter di Indonesia harus hati-hati dan disiplin dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien.
"Surat Izin Praktek itu seperti SIM. Harus dimiliki setiap dokter. Tidak peduli dia seorang profesor seperti saya," kata Ali tegas.
Namun, ia menekankan, apa yang dilakukan Boyke bukan malpraktik, karena dokter tidak mengenal istilah itu. Yang ada adalah pelanggaran disiplin kedokteran. "Eksekusi rekomendasi MKDKI ini diserahkan sepenuhnya kepada KKI," kata Ali.
Dihubungi terpisah, dokter Boyke membantah telah melanggar disiplin kedokteran dalam menangani pasien berinisial S pada 2008. "Saya cuma mendampingi. Itu atas permintaan pasien yang takut dioperasi. Jadi saya bertujuan menenangkan," katanya.
Boyke mengaku melakukan pendampingan operasi Nyonya S karena merasa kasihan. "Saya tidak terlibat dalam tindakan operasi,"ujarnya.
Sayangnya, hasil operasi tidak memuaskan. Boyke menduga, terjadi komplikasi kista, myom dan perlengketan karena pasien sudah melakukan dua kali operasi sebelumnya.
Menurutnya, keputusan MKDKI yang merekomendasikan kepada Konsil Kedokteran Indonesia untuk membekukan STR nya berlebihan. "Saya masa tidak boleh praktek selama 6 bulan. Nasib pasien saya bagaimana," katanya.
Soal kepemilikan SIP, Boyke tak membantah. Dirinya memang tak punya. Alasannya, pengurusannya berbelit. Dalam catatannya, sejak 2007 hingga sekarang, dirinya belum jua memperoleh SIP yang dimaksud. "Persyaratannya ribet," ujarnya.
Namun, dirinya sudah berniat mengurus SIP dan memiliki bukti bahwa dalam proses pengurusannya terkendala. Ia akan membela diri karena keputusan final masih berada di tangan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). "Lihat saja nanti hasilnya," ujarnya pasrah ( tempointeraktif.com )
"Pelanggaran yang dilakukan Boyke adalah menjadi asisten tindakan operasi terhadap pasien tanpa Surat Izin Praktek," kata Profesor Doktor Ali Baziad, SpOG (K), selaku Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), melalui sambungan telepon, Jumat, 18 November 2011.
Menurut Ali, SIP merupakan syarat utama melakukan pelayanan kepada pasien. Meski Boyke cuma mendampingi dokter utama operasi, namun tetap diharuskan memiliki SIP. "Kecuali, dia merujuk 100 persen pasiennya ke operator operasi. Tidak usah menjadi asistennya,"katanya.
Pihaknya menduga Boyke sudah lama tidak memiliki SIP, meski aktif melayani pasien di klinik miliknya di Klinik Pasutri, Tebet, Jakarta Selatan.
Pelanggaran disiplin Boyke sendiri dilakukan di Rumah Sakit Gandaria Jakarta Selatan pada 2008. Kala itu, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut mendampingi dokter utama melakukan operasi pengangkatan kista terhadap pasien berinisial S, yang merupakan pasien Klinik Pasutri.
Dalam kasus ini, Ali mengatakan, dokter utama operasi tersebut juga mendapat sanksi. Yakni direkomendasikan pembekuan STR-nya selama dua bulan. "Lebih ringan, karena dia memiliki SIP. Salahnya, dia memperkerjakan asisten yang tidak memiliki SIP," ujarnya.
Ali melanjutkan, rekomendasi majelis terhadap Boyke telah melalui sidang MKDKI selama setahun. Pihaknya menghadirkan saksi dan ahli yang berkaitan dengan kasus tersebut. Dengan pembekuan STR itu, tambah dia, Boyke tidak bisa mengurus SIP selama enam bulan.
Menurutnya, ketika STR dicabut, maka seorang dokter tidak boleh melakukan praktek. Sang dokter harus menjalani pembinaan dan bimbingan para ahli lebih dulu. "Lagipula, tidak bisa juga mengurus SIP kalau tidak ada STR," ujarnya. Surat izin ini, tambah Ali, dikeluarkan oleh dinas kesehatan provinsi atau kabupaten tempat dokter berpraktek.
Boyke, kata Ali, cukup beruntung tidak dipidanakan pasiennya. Ia mengingatkan, seluruh dokter di Indonesia harus hati-hati dan disiplin dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien.
"Surat Izin Praktek itu seperti SIM. Harus dimiliki setiap dokter. Tidak peduli dia seorang profesor seperti saya," kata Ali tegas.
Namun, ia menekankan, apa yang dilakukan Boyke bukan malpraktik, karena dokter tidak mengenal istilah itu. Yang ada adalah pelanggaran disiplin kedokteran. "Eksekusi rekomendasi MKDKI ini diserahkan sepenuhnya kepada KKI," kata Ali.
Dihubungi terpisah, dokter Boyke membantah telah melanggar disiplin kedokteran dalam menangani pasien berinisial S pada 2008. "Saya cuma mendampingi. Itu atas permintaan pasien yang takut dioperasi. Jadi saya bertujuan menenangkan," katanya.
Boyke mengaku melakukan pendampingan operasi Nyonya S karena merasa kasihan. "Saya tidak terlibat dalam tindakan operasi,"ujarnya.
Sayangnya, hasil operasi tidak memuaskan. Boyke menduga, terjadi komplikasi kista, myom dan perlengketan karena pasien sudah melakukan dua kali operasi sebelumnya.
Menurutnya, keputusan MKDKI yang merekomendasikan kepada Konsil Kedokteran Indonesia untuk membekukan STR nya berlebihan. "Saya masa tidak boleh praktek selama 6 bulan. Nasib pasien saya bagaimana," katanya.
Soal kepemilikan SIP, Boyke tak membantah. Dirinya memang tak punya. Alasannya, pengurusannya berbelit. Dalam catatannya, sejak 2007 hingga sekarang, dirinya belum jua memperoleh SIP yang dimaksud. "Persyaratannya ribet," ujarnya.
Namun, dirinya sudah berniat mengurus SIP dan memiliki bukti bahwa dalam proses pengurusannya terkendala. Ia akan membela diri karena keputusan final masih berada di tangan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). "Lihat saja nanti hasilnya," ujarnya pasrah ( tempointeraktif.com )
No comments:
Post a Comment