Antara Rendra dan Mbah Surip. Dalam hitungan hari, dunia seni Indonesia kehilangan dua senimannya, sang fenomenal Mbah Surip dan Si Burung Merak, WS Rendra. Keduanya sama-sama dimakamkan di areal Bengkel Teater, kawasan Citayam, Bogor.
Di mata pengamat politik yang juga penggemar berat karya-karya Rendra, Yudi Latif, kedua seniman berbeda nasib ini saling melengkapi.
Ditemui saat melayat WS Rendra di Bengkel Teater, Jumat 7 Agustus 2009, Yudi mengaku kehilangan dua 'sosok' besar yang pergi di usia yang tidak muda lagi. Rendra menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 22.00 WIB, Kamis 6 Agustus 2009. Sedangkan Mbah Surip pada pukul 10.30 WIB, Selasa 4 Agustus 2009.
"Mbah Surip dan WS Rendra saling melengkapi. Mbah Surip adalah bahan material WS Rendra. Mbah Surip perwakilan seniman yang senang menggelandang yang tidak dapat perhatian dari atas. Rendra dalam hal ini menjadi juru bicaranya Mbah Surip, 'gelandangan' di negara ini yang tidak pernah diperhatikan," tutur Yudi.
Dalam kaca mata Mbah Surip, negara ini sangat menakutkan. Berbeda dengan Rendra yang kerap mendapat penghargaan, Mbah Surip minim akan hal itu.
"Tapi dia sudah mendapat penghargaan dari apreasi yang diberikan masyarakat. Banyaknya uacapan bela sungkawa, dan RBT-nya yang diunduh banyak orang. Itu tanda kepedulian masyarakat pada beliau karena karya seninya yang tulus," katanya.
Sedangkan Rendra adalah penjaga dan pewaris buda yang merupakan ikon penting dalam hal menjaga seni budaya dan dunia politik sosial.
Sebagai seniman, Rendra merupakan penawar publik, penyampai pesan dari atas ke bawah yang meninggalkan jejak besar di segala lapisan.
"Dia itu seperti garam, dia luar biasa. Walau tidak kelihatan, hasilnya memberikan citra rasa," kata Yudi. Saking terpengaruhnya dengan karya dan ide-ide Rendra, Yudi memberikan nama putrinya Matahari Kesadaran yang dikutip dari puisi Rendra. [ VIVAnews ]
Di mata pengamat politik yang juga penggemar berat karya-karya Rendra, Yudi Latif, kedua seniman berbeda nasib ini saling melengkapi.
Ditemui saat melayat WS Rendra di Bengkel Teater, Jumat 7 Agustus 2009, Yudi mengaku kehilangan dua 'sosok' besar yang pergi di usia yang tidak muda lagi. Rendra menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 22.00 WIB, Kamis 6 Agustus 2009. Sedangkan Mbah Surip pada pukul 10.30 WIB, Selasa 4 Agustus 2009.
"Mbah Surip dan WS Rendra saling melengkapi. Mbah Surip adalah bahan material WS Rendra. Mbah Surip perwakilan seniman yang senang menggelandang yang tidak dapat perhatian dari atas. Rendra dalam hal ini menjadi juru bicaranya Mbah Surip, 'gelandangan' di negara ini yang tidak pernah diperhatikan," tutur Yudi.
Dalam kaca mata Mbah Surip, negara ini sangat menakutkan. Berbeda dengan Rendra yang kerap mendapat penghargaan, Mbah Surip minim akan hal itu.
"Tapi dia sudah mendapat penghargaan dari apreasi yang diberikan masyarakat. Banyaknya uacapan bela sungkawa, dan RBT-nya yang diunduh banyak orang. Itu tanda kepedulian masyarakat pada beliau karena karya seninya yang tulus," katanya.
Sedangkan Rendra adalah penjaga dan pewaris buda yang merupakan ikon penting dalam hal menjaga seni budaya dan dunia politik sosial.
Sebagai seniman, Rendra merupakan penawar publik, penyampai pesan dari atas ke bawah yang meninggalkan jejak besar di segala lapisan.
"Dia itu seperti garam, dia luar biasa. Walau tidak kelihatan, hasilnya memberikan citra rasa," kata Yudi. Saking terpengaruhnya dengan karya dan ide-ide Rendra, Yudi memberikan nama putrinya Matahari Kesadaran yang dikutip dari puisi Rendra. [ VIVAnews ]
No comments:
Post a Comment