Showing posts with label Nasionalisme. Show all posts
Showing posts with label Nasionalisme. Show all posts

Gawat ... Anak - Anak Indonesia Pun Dibajak Malaysia

Negaraku
Tanah tumpahnya darahku,
Rakyat hidup
bersatu dan maju,”

Sepenggal bait lagu kebangsaan Malaysia, Negaraku, dengan fasih dilantunkan Susan, siswa kelas 5 SD di Lubuk Antu, Serawak, Malaysia. Kendati lahir di Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Susan tidak pernah mengeyam bangku pendidikan di Indonesia.

Meski jarak sekolah dasar di Kecamatan Badau hanya sekitar 500 meter dari rumahnya, orangtua Susan lebih memilih menyekolahkan anaknya di Lubuk Antu, Serawak, Malaysia.

Karena itu, Susan lebih hafal dengan lagu yang nadanya persis dengan lagu Indonesia berjudul Terang Bulan ini, ketimbang lagu kebangsaan Indonesia Raya.

“Tidak bisa,” kata Susan kepada Republika ketika diminta menyanyikan lagu Indonesia Raya.


http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/bendera-malaysia-ilustrasi-_120321102113-105.jpg

Bendera Malaysia (ilustrasi)


Agar bisa bersekolah di Malaysia, Susan memiliki bapak angkat yang berkewarganegaraan Malaysia. Bapak angkat itu juga sekaligus wali murid di sekolah Susan.

Masyarakat di Kecamatan Badau dan Kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu memang memiliki kebiasaan menyekolahkan anaknya di Malaysia. Anak-anak di dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia dapat dengan mudah bersekolah di Malaysia apabila memiliki akte kelahiran Malaysia.

Mereka mudah mendapatkan akta kelahiran Malaysia, karena sejak dalam kadungan, ibunya selalu memeriksakan kehamilan dan melakukan persalinan di rumah sakit Malaysia. Hal ini, karena fasilitas kesehatan di perbatasan Malaysia lebih memadai ketimbang di daerahnya.

Setelah bersalin di Malaysia, otomatis anak yang dilahirkan tersebut mendapatkan akta kelahiran Malaysia. Nantinya, mereka mendapat kesempatan untuk mengeyam pendidikan di Malaysia secara gratis.

Bagi anak tersebut berprestasi, orang tuanya akan ditawarkan agar mengijinkan anaknya menjadi warga Malaysia. Apabila orang tuanya mengijinkan maka akan diurus surat-suratnya. Sehingga resmi jadi warga negara Malaysia dan difasilitasi sampai bekerja. Namun sebaliknya, anak yang tidak berprestasi akan dikembalikan kepada orang tuanya.

Orang tua di kedua kecamatan tersebut lebih memilih anaknya sekolah di Malaysia karena kondisi pendidikan di Kecamatan Puring Kencana secara umum masih memprihatinkan. Baik dari segi kualitas dan kuantitas, maupun penyelenggaraannya.

Kondisi ini diperparah dengan masih adanya oknum tenaga pendidik yang kurang disiplin, malas mengajar, dan kerap membolos dengan berbagai macam alasan. Oknum tersebut lebih mementingkan bisnis pribadi ketimbang memajukan mutu pendidikan di sekolahnya. Banyak ruang kelas kosong di saat jam pelajaran akibat mental guru yang sepertinya kurang siap menerima penugasan di wilayah perbatasan.

Hal ini telah menjadi pertimbangan/penilaian tersendiri bagi para orang tua untuk memilih menyekolahkan anak di negeri orang dengan harapan anaknya akan berhasil dan lebih baik, meskipun bertentangan dengan hati nurani mereka.

Karena itu, setiap sekolah dasar di hampir seluruh dusun di Kecamatan Puring Kencana selalu kekurangan murid. Jumlah murid sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 di setiap sekolah hanya berkisar 12 anak. Kecuali, di SD Sungai Antu yang jumlah siswanya mencapai 40 orang.

Kondisi serupa juga terjadi di jenjang pendidikan selanjutnya. Hanya ada satu SMP di Kecamatan Puring Kencana. Itu pun dengan jumlah murid hanya mencapai 24 siswa dari kelas 8 sampai 10. Terdapat sekitar 113 anak dari 245 anak usia sekolah tingkat SMP di Kecamatan Puring Kencana yang bersekolah di Malaysia.

Faktor pembiayaan juga menjadi pertimbangan orang tua murid untuk menyekolahkan anaknya di Malaysia. Sebab, hampir seluruh kebutuhan siswa yang sekolah di sana ditanggung oleh Pemerintah Malaysia. Mulai dari biaya pendidikan, asrama, hingga pemenuhan fasilitas untuk menyalurkan bakat dan minat siswa.

Kepala Sekolah SMA 1 Badau, Ishak Fatarik Darmawan, mengatakan siswa di sekolah Malaysia dimanjakan dari segi fasilitas. Ishak mengakui fasilitas sekolah yang ada di perbatasan Malaysia lebih unggul ketimbang fasilitas sekolah yang ada di perbatasan Indonesia.

Bahkan, kata Ishak, ada upaya dari Pemerintah Malaysia untuk membagikan laptop kepada setiap siswa. “Kalau di sini jangankan laptop, mungkin kalkulator juga tidak punya. Itulah salah satu permasalahan di sini,” kata Ishak yang pernah melakukan studi banding ke sekolah di Malaysia tahun lalu ini.

Menurut Ishak, fasilitas dan layanan pendidikan yang diberikan di sekolah Malaysia itu diberikan secara cuma-cuma. Siswa yang bersekolah di sana wajib tinggal di asrama. Kebutuhan siswa selama tinggal di sana juga dipenuhi secara gratis, mulai dari buku hingga makan siswa.

Karena tergiur oleh segala kemudahan tersebut banyak orang tua di daerah perbatasan yang berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di Malaysia, dengan berbagai cara. Mulai dari menitipkan anaknya pada keluarga dan kerabat di sana, mencari penjamin yang bisa dijadikan orang tua angkat, hingga kewarganegaraan ganda.

“Orang tua disini banyak yang dua kewarganegaraan,” ungkap Ishak.

Orang tua yang anaknya bersekolah di Malaysia mengaku bangga menyekolahkan anaknya di sana. Selain gratis, peluang untuk mendapatkan pekerjaan di negeri jiran setamat sekolah lebih besar. Karena itu, Warga Kecamatan Badau dan Kecamatan Puring Kencana lebih berharap jalan menuju Malaysia diperbanyak dan akses keluar-masuk ke Malaysia dipermudah. Ketimbang, memperbaiki akses jalan menuju Ibu Kota Kabupaten Kapuas Hulu, Futussibau.

Mereka juga berharap, anak yang sekolah di Malaysia tidak dikenakan sanksi berupa pinalti untuk mengulang pelajaran setelah kembali meneruskan bersekolah di Indonesia.

“Sehingga anak tersebut bisa langsung melanjutkan sekolah sesuai apa yang telah mereka capai selama sekolah di luar negeri,” kata Edy, warga Sungai Antu, Kecamatan Puring Kencana yang dua dari anaknya bersekolah di Malaysia. ( republika.co.id )

Blog : Selebrity
Post :


READ MORE - Gawat ... Anak - Anak Indonesia Pun Dibajak Malaysia

Dengarkanlah Suara Dari Papua

Dengarkanlah Suara Dari Papua - “Kitorang (kami) butuh guru dan tenaga kesehatan, kitorang tara (kami tidak) butuh tentara dan polisi. Daerah ini aman-aman saja. Kalau bapa-ibu guru silakan masuk, tentara atau polisi tidak boleh masuk!”

Kalimat itu dilontarkan sekelompok orang yang melakukan pencegatan terhadap rombongan para guru yang baru saja direkrut oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Puncak Jaya, untuk ditempatkan di sekolah-sekolah di pedalaman Puncak Jaya. Jika kita telaah kalimat di atas, tampak jelas, bagi rakyat Papua yang kritis atau tidak percaya kepada pemerintah pusat, mereka merasa kehidupannya tak perlu diganggu oleh kehadiran aparat keamanan.

Rakyat Papua di mana pun berada, butuh pelayanan kesehatan yang baik dari pemerintah dan juga tersedianya guru-guru yang benar-benar berdedikasi untuk kemajuan anak-anak Papua. Kita melihat bagaimana semakin hari semakin sedikit guru- guru dari Tanah Toraja,Kei, Minahasa, atau tanah Jawa yang mau bertugas di daerahdaerah terpencil di tanah Papua. Ini karena nasib mereka sangat tidak diperhatikan oleh pemerintah.Ini karena insentif untuk mengajar di daerahdaerah yang sunyi dari keramaian itu memang amatlah kecil.

Tidaklah mengherankan jika pemerintah daerah di Papua berupaya keras memberi insentif yang memadai antara Rp5 juta sampai Rp15 juta per bulan,agar mereka mau mengajar di daerah terpencil. Dilihat dari masalah keamanan, dalam sejarah Papua, sangat kecil kejadian di mana ada guru atau tenaga kesehatan yang mendapatkan perlakuan buruk dari orang Papua,bahkan dari anggota OPM sekalipun.

Bila kita teliti lebih lanjut, persoalan Papua dari sisi sosial, ekonomi,dan budaya,memang bertumpu pada tiga hal pokok: pendidikan, kesehatan, dan sektor ekonomi rakyat. Dari tiga hal itu saja tampak jelas betapa Indeks Pembangunan Manusia Papua dan Papua Barat adalah yang terendah di Indonesia, yaitu menduduki nomor buncit 32 untuk Papua dan nomor 33 untuk Papua Barat. Semakin hari semakin tertinggal mutu pendidikan anakanak Papua di pedalaman.

Semakin hari semakin banyak pula tenaga kesehatan yang meninggalkan puskesmas di pedalaman. Kalaupun ada tenaga kesehatan, obat-obatan pun sulit didapat.Dari segi ekonomi rakyat, bila kita memasuki pasar-pasar tradisional di Papua dan Papua Barat, amat sulit menemukan adanya “Mama- mama Papua” yang berdagang di pasar.Mereka telah tersingkir ke pelataran pasar, toko, atau di trotoar jalan.

Apa yang dilakukan Pemerintah Kota Jayapura yang memberi tempat khusus sementara di seberang Hotel Yasmin, Jayapura, bagi “Mama-Mama Papua” untuk berdagang pada malam hari,adalah contoh baik untuk membantu perekonomian rakyat kecil Papua. Kurangnya perhatian pemerintah pada bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian rakyat menyebabkan rasa frustrasi yang berkepanjangan pada sebagian besar rakyat Papua.

Jawaban atas frustrasi itu bukanlah menembaki mereka yang berdemonstrasi atau mengadakan Kongres Rakyat Papua, melainkan bagaimana kondisi-kondisi sosial-ekonomi itu semakin diperhatikan. “Mari kita membangun Papua dengan hati,”dan “Tak ada Operasi Militer di Papua.”Dua penggalan kata itu diucapkan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyonodalammenyikapi perkembangan politik di tanah Papua akhir-akhir ini.

Kita hanya berharap agar apa yang diucapkan oleh Presiden itu benar adanya dan akan dilaksanakan oleh aparat pemerintah pusat dan daerah, serta aparat keamanan di daerah. Apa yang terjadi di sekitar Lapangan Bola Zakheus,Abepura pada 19 Oktober 2011, adalah suatu yang menyayat hati kita sebagai sesama anak bangsa Indonesia.


http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRR-jEhpER2vVYJ3zWaqeu5a6Eeeo7khdBD5PiFNuFiaBicY4SXlQ


Betapa tidak. Jika berupaya memahami dengan hati yang bersih, apa yang disuarakan oleh Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung tiga hari, 17–19 Oktober 2001, itu sebenarnya bukanlah suara kemerdekaan, melainkan mereka ingin agar suara hati orang-orang Papua didengar pemerintah pusat.

Dari informasi yang penulis dapatkan, panitia sudah berupaya untuk mendapatkan gedung yang layak bagi pertemuan itu,yaitu meminjam gedung gelanggang olahraga (GOR) di Jayapura dan gedung konvensi milik Universitas Cenderawasih di Abepura. Akan tetapi,mereka tidak diperbolehkan untuk menggunakan aset-aset negara bagi Kongres mereka.

Karena itu,mereka menggunakan lapangan bola yang dimiliki oleh Sekolah Katolik di Abepura yang terletak hanya 1 kilometer dari Markas Zeni Tempur Angkatan Darat di Waena,dan hanya 200 meter dari Markas Korem 172 Abepura. Para aparat keamanan, polisi dan TNI,tentunya sudah mengetahui apa yang akan disimpulkan oleh Kongres Rakyat Papua itu.Karena itu,mengapa mereka tidak berupaya untuk mendekati panitia secara baikbaik dan malah melakukan penyerangan ketika suara kemerdekaan mereka dengungkan.

Pertanyaannya kemudian ialah, mengapa anak-anak Papua yang juga anak-anak Indonesia itu diperlakukan secara tidak wajar ketika mereka menghindari aparat keamanan dan melarikan diri ke daerah perbukitan di sekitar itu? Kata “Merdeka” sebenarnya bukanlah harga mati. Mereka hanya ingin agar pemerintah pusat mendengarkan suara hati mereka yang merasa tidak ada perubahan mendasar pada nasib anak-anak Papua, setelah 10 tahun Otonomi Khusus diberlakukan di Papua dan 6 tahun di Papua Barat.

Apa yang mereka lontarkan di Abepura melalui “Seminar Damai di Tanah Papua 5–7 Juli 2011” dan “Kongres Rakyat Papua III pada 17–19 Oktober 2011”, adalah political gathering atau kumpul-kumpul politik untuk mempersiapkan dialog yang lebih manusiawi antara pemerintah pusat di Jakarta dan rakyat Papua. Mereka ingin agar pemerintah dan rakyat Papua duduk bersama membicarakan masa depan Papua.

Jika bukan kemerdekaan yang mereka dapatkan,apa yang dapat diberikan oleh pemerintah pusat kepada rakyat Papua? Mereka tahu pasti bahwa otsus yang berjalan selama 10 tahun ini telah gagal memperbaiki kondisi pendidikan,kesehatan, dan perekonomian rakyat di Papua.Mereka tahu ada yang tidak beres yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi di Papua dan Papua Barat serta kabupaten-kabupaten di Papua. Mereka juga telah sering mengadu kepada pemerintah pusat, tapi hingga detik ini pemerintah pusat tidak pernah melakukan evaluasi mendasar atas pelaksanaan otsus di Papua dan Papua Barat.

Harapan Kepada P4B

Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (P4B) bukanlah hal yang baru,karena sudah dilontarkan oleh Presidenpadaempattahunyanglalu. Adanya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang dipimpin oleh Letjen (Purn) Bambang Dharmono adalah suatu yang baru. Ada beberapa “Titipan Pesan” teman-teman di Papua kepada penulis agar disampaikan kepada Mas Bambang Dharmono.

Pertama,Unit ini harus mulai mengevaluasi apa saja yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama 10 tahun melalui dana otsus yang jumlahnya sudah mencapai hampir Rp30 triliun.Apakah dana otsus tersebut sudah benar-benar digunakan untuk pembangunan empat bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, perekonomian rakyat kecil, dan infrastruktur jalan/jembatan.Jika sudah,bagaimana pemerintah daerah membagi uang yang dua pertiga untuk Papua dan sepertiga untuk Papua Barat.

Bagaimana juga uang yang diberikan kepada setiap kabupaten yang jumlahnya antara Rp53 miliar sampai Rp60 miliar, penggunaannya untuk apa. Jika benar ada uang dana otsus yang digunakan untuk membayar utang atau untuk berfoya-foya para kepala daerah,pemerintah pusat tidak perlu takut untuk membawa para pelaku korupsi itu ke pengadilan tipikor.

Kedua, bagaimana pula penerapan Rencana Strategis Pembangunan Kampung (Respek) di kampung-kampung Papua dan Papua Barat yang jumlahnya Rp100 juta per kampung per tahun dari pemerintah provinsi, serta ada juga dana tambahan antara Rp100 juta sampai Rp200 juta per tahun dari pemerintah kabupaten, bergantung kemampuan kabupatennya. Apakah dana PNPM Mandiri yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk para instruktur pendamping sudah juga digunakan secara tepat guna.

Ketiga, membangun Papua harus sesuai dengan kebutuhan orang Papua.Karena itu, jangan sampai Unit ini hanya berkantor di Jakarta, para pejabatnya dari pimpinan, deputi, dan stafnya hanya duduk di Jakarta dan semua petugasnya adalah orang Jakarta. Orangorang cerdas dan perancang Papua juga harus diikutsertakan agar orang Papua merasa pembangunan sesuai dengan kepentingan mereka bersama, dan bukan kepentingan Jakarta semata.

Berkaca dari Aceh yang kantor Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh (BRR) berkantor di Banda Aceh, Unit ini juga harus memiliki kantor di Jayapura dan atau Manokwari. Keempat, Mas Bambang Dharmono juga harus mengusulkan kepada pemerintah pusat agar membedakan mana yang diurus oleh pemerintah pusat dan mana yang diurus oleh pemerintah daerah, agar ada kejelasan mana dana APBD yang digunakan pemerintah daerah dan mana anggaran khusus otsus untuk percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat yang digunakan unit P4B.

Ini untuk menghindari ketersinggungan pemerintah daerah yang seakan diintervensi oleh pusat dan agar penggunaan dana tepat guna. Tanpa memperhatikan butir- butir tersebut, seberapa banyak pun dana otsus digelontorkan ke daerah, tak akan ada manfaatnya bagi rakyat Papua. Kita berharap kali ini pemerintah pusat sungguh-sungguh ingin membangun Papua dan PapuaBaratdenganhati,danbukan mengharubirukan perasaan rakyat Papua yang merasa dimarjinalisasikan oleh pusat. ( seputar-indonesia.com )


READ MORE - Dengarkanlah Suara Dari Papua

Jam Gadang Masih Menjadi Bagunan Tertinggi Di Bukittinggi

Jam Gadang Masih Menjadi Bagunan Tertinggi Di Bukittinggi - Penjajahan Belanda di Indonesia meninggalkan jejaknya di Bukittinggi. Kenang-kenangan itu berupa Jam Gadang yang menjadi ciri khas kota.

Jam ini dibangun pada 1926, sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada sekretaris kota. Hingga kini menara Jam Gadang masih menjadi bangunan tertinggi di Bukittinggi.




Jam Gadang dilengkapi lonceng besar di bagian atasnya. Di lonceng itu tertera pabrik pembuat jam: “Vortmann Relinghausen, I.W Germany”. Vortman adalah nama belakang pembuat jam ini, Benhard Vortmann. Recklinghausen adalah nama kota tempat mesin jam diproduksi di Jerman pada 1892.

Karena uniknya mesin jam ini, tidak ada montir yang bisa memperbaiki. “Jadi kalau rusak atau macet, kami perbaiki sendiri,” kata Yusrizal, satu dari empat petugas penjaga jam.Para penjaga tak pernah belajar memperbaiki mesin jam secara formal. Pengetahuan teknis mengenai jam ini diajarkan secara turun-temurun dan terbukti berhasil karena kerusakan kecil pada jam selalu berhasil diperbaiki oleh mereka.





“Kecuali saat gempa tahun 2007. Bandul jam sempat patah dan harus diganti,” kata Andre, petugas jaga yang lain. Gempa di Padang tahun 2010 juga membuat dinding menara retak, namun tak merusak mesin jam.

Andre dan Yusrizal sedang bertugas jaga siang, bergantian dengan dua orang petugas yang akan berjaga pada malam hari. Empat orang itulah yang melakukan seluruh pemeliharaan. Mereka bertugas merawat jam, menjaga keamanan, hingga menyapu lantai. Kecuali telah mendapatkan izin, pengunjung dilarang memasuki bagian dalam menara.

Bagian dalam menara terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat paling atas adalah tempat penyimpanan lonceng. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah. Menaiki tangga kecil ke atas cukup menguras tenaga. Tetapi perjuangan menaiki anak tangga itu tentunya terbayar.




Bagian dalam jam yang tak bisa dimasuki sembarang orang. Foto: Famega Syavira


Mesin jam yang keahlian memperbaikinya dipelajari secara turun-temurun. Foto: Famega Syavira


Dari atas menara, tampaklah kota yang dikeliligi tiga gunung: Singgalang, Merapi dan Sago.

Jam Gadang menjadi pusat penanda kota Bukittinggi. Acara-acara kota biasanya diselenggarakan di lapangan dekat menara ini. Salah satunya sebagai titik dimulainya etape ke-4 Tour de Singkarak pada 9 Juni 2011.




Tempat ini juga menjadi ruang interaksi favorit warga. Pada hari kerja pun lapangan di sekitar Jam Gadang tampak ramai. Anak-anak berlarian dan bermain dengan gelembung sabun, sementara orangtua mereka duduk-duduk di keteduhan. Sebuah ruang publik gratis yang seharusnya ada di setiap kota di Indonesia. ( yahoo.com )



READ MORE - Jam Gadang Masih Menjadi Bagunan Tertinggi Di Bukittinggi

Karsih binti Ocim Asal Karawang Diduga Telah Dipancung Juga

Karsih binti Ocim Asal Karawang Diduga Telah Dipancung Juga - Entah tersentuh kisah tragis Ruyati binti Satubi atau karena maraknya pemberitaan soal tenaga kerja Indonesia (TKI). Partai Demokrat melalui fraksinya di Dewan Perwakilan Rakyat mengulurkan tangan untuk mencari TKI bernama Karsih binti Ocim. TKI ini dilaporkan keluarganya raib sejak dikabarkan menjalani hukuman pancung.

Karsih, TKI asal Kampung Pengaritan, Desa Pegadungan, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, tidak jelas keberadaannya sejak dikabarkan divonis hukuman mati di Arab Saudi pada tahun 2007. "Karsih pengen pulang, ndak dipulangin. Ditahan sama dunungan (majikan)," kata Acah, 67 tahun, ibu Karsih, dalam konferensi pers di ruang Fraksi Demokrat di DPR, Kamis 23 Juni 2011.

Acah menceritakan, putrinya berangkat sebagai tenaga kerja wanita ke Riyadh, Arab Saudi, tahun 1999. Karsih bekerja pada seorang majikan bernama Ali Muhammad Idris al-Asyari.


http://image.tempointeraktif.com/?id=80735&width=274
Demonstrasi atas hukum pancung TKI Ruyati di Kedubes Arab Saudi. TEMPO/Tony Hartawan


Pada tahun 2007, Karsih dituduh meracun anak Ali Muhammad hingga meninggal. Karena perbuatannya, pada tahun itu juga, Karsih sempat ditahan polisi Saudi selama 4 bulan, serta sempat dikabarkan diadili dan divonis pancung. "Sejak itu tidak ada komunikasi dengan keluarga," kata Acah.

Karsih berangkat ke Saudi melalui perusahaan jasa TKI PT Hosana Adi Kreasi yang beralamat di daerah Kalisari, Jakarta Timur. Pihak keluarga telah menanyakan kejelasan nasib Karsih kepada perusahaan itu hingga enam kali tapi sampai sekarang belum ada tanggapan. "Kami pernah ke Kemlu, bertemu Teguh Wardoyo, direktur perlindungan hukum WNI," kata Sekretaris Desa Pegadungan Sudarto, yang mendampingi Acah.

Kejadian itu pada awal 2008, dan Teguh menyampaikan kabar bahwa Karsih terbebas dari hukuman pancung. Namun, keberadaan Karsih tetap belum dapat dipastikan.

Tidak menyerah di situ, Sudarto mengatakan, keluarga terus berusaha mencari keberadaan Karsih. Bahkan, pernah berusaha menemui Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat namun berakhir sia-sia. "Kami juga kesulitan berkomunikasi dengan majikan Karsih," kata dia.

Karsih berangkat ke Saudi meninggalkan seorang suami dan anak laki-laki bernama Totok Isyanto, yang sekarang sudah berusia 13 tahun. Ketika ditinggal Karsih, Totok masih berumur 4 bulan. "Mudah-mudahan namanya Karsih ini masih hidup meski keberadaannya belum diketahui," kata dia.

Sekretaris Fraksi Demokrat Saan Mustopa mengatakan, ia secara pribadi dan fraksi akan serius memaksimalkan usaha untuk mengetahui posisi Karsih. Apalagi, berdasarkan data Migrant Care, Karsih adalah satu dari 28 TKI yang terancam hukuman mati.

"Karena ada di daerah pemilihan saya tentu saya berkewajiban mengusahakan maksimal. Memastikan posisi Karsih selamat, tidak ada hukuman (mati)," kata Saan yang menjadi legislator Demokrat dari daerah pemilihan Bekasi, Karawang, dan Purwakarta.

Saan mengatakan, partai dan fraksi Demokrat akan meminta bantuan ke BNP2TKI dan kedutaan besar RI di Saudi untuk mengetahui keberadaan Karsih. "Karena kepastian ini menjadi penting. Tentu tidak hanya Ibu Karsih, kami juga berusaha maksimal untuk TKI-TKI lain," kata dia. ( tempointeraktif.com )



READ MORE - Karsih binti Ocim Asal Karawang Diduga Telah Dipancung Juga

Menteri Luar Negeri Republik Indonsia Sedang Menunggu Hukuman Pancung Zaenab TKW asal Bangkalan, Madura

Menteri Luar Negeri Republik Indonsia Sedang Menunggu Hukuman Pancung Zaenab TKW asal Bangkalan, Madura - Penundaan Vonis Zaenab Bukan Upaya Diplomasi - Tragedi Ruyati, yang dipancung tanpa pemberitahuan pemerintah Indonesia menjadi pelajaran -- Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa 'menjawab' kesuksesan mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang sukses menyelamatkan tenaga kerja wanita Siti Zaenab dari hukuman mati di Arab Saudi. Selamatnya Siti Zaenab, kata Marty, bukan karena kesuksesan diplomasi pemerintahan saat itu.

"Tanpa mengecilkan kontribusi yang dilakukan dua pemerintahan terdahulu, fakta kasus Siti Zaenab masih berjalan dan mengalami masa penundaan. Penundaan itu bukan karena upaya diplomasi," kata Marty dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis 23 Juni 2011.

Menurut Marty, tertundanya hukuman mati bagi TKW asal Bangkalan, Madura itu bukan karena upaya diplomasi pemerintahaan saat itu, yang dipimpin Gus Dur. Melainkan, salah satu ahli waris korban masih berusia di bawah umur atau belum akil baligh.


http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/04/06/108362_menlu-ri-marty-m--natalegawa_300_225.jpg
Menlu Marty Natalegawa (VIVAnews/ Muhamad Solihin)


"Korban memiliki anak 1 tahun. Status hukum menunggu anak korban. Jika anak itu dewasa, maka Siti Zenab juga akan menghadapi ancaman hukuman mati," kata Marty.

Meski demikian, lanjut Marty, Kementerian yang dipimpinnya telah berupaya semaksimal mungkin untuk terus memperbaiki diri dalam hal perlindungan warga negara Indonesia. Tragedi Ruyati, yang dipancung tanpa pemberitahuan pemerintah Indonesia, merupakan suatu proses.

Seperti diketahui, Siti Zaenab binti Duhri Rupa, didakwa membunuh majikan. Dia diancam hukuman pancung dan telah divonis tetap. Pada tahun 1999 akan dieksekusi mati, namun Gus Dur melakukan diplomasi dengan Raja Fahd, dan membuahkan hasil eksekusi ditunda hingga sekarang. Siti Zaenab harus menunggu maaf dari anak majikan yang kala itu belum akil baligh.

"Para pejabat mengatakan hukum di Arab Saudi luar biasa susah ditembus. Tapi waktu zamannya Gus Dur dulu, beliau melakukan diplomasi tingkat tinggi dengan melobi langsung kepala negara," kata putri Gus Dur, Yenny Wahid, di sela aksi tahlilan Ruyati di depan Istana, Senin malam 20 Juni 2011.

Menurut Yenni, lobi antar-kepala negara itu sukses menyelamatkan Siti Zaenab dari ancaman hukuman mati. Pemerintah pun sebenarnya bisa menyelamatkan Ruyati atau melindungi TKI lainnya yang sedang dalam ancaman hukum di negara lain apabila memang punya kepedulian dan kesungguhan.

"Bisa kok kalau kita mau serius. Kalau pemerintah mau serius, bisa dilakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan anak bangsa yang nasibnya sedang terancam sekarang, di mana pun, di negara manapun," kata Yenny. ( vivanews.com )



READ MORE - Menteri Luar Negeri Republik Indonsia Sedang Menunggu Hukuman Pancung Zaenab TKW asal Bangkalan, Madura

Inilah Nama 26 TKI Indonesia Yang Siap Dipancung Di Arab Saudi

Inilah Nama 26 TKI Indonesia Yang Siap Dipancung Di Arab Saudi -Mereka yang menjalani hukuman mati selalu sulit berkomunikasi dengan keluarganya - Tragedi Ruyati binti Satubi yang dipancung di Arab Saudi menjadi pukulan telak buat pemerintah Indonesia. Selain Ruyati, masih ada 27 TKI lain yang nasibnya sama menyedihkan.

Berdasarkan data dari lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan kasus ketenagakerjaan di luar negeri, Migrant Care, mereka tengah menunggu vonis mati.

Karena itu, Migrant Care mendesak agar pemerintah menghentikan polemik dan saling lempar tanggung jawab dalam kasus Ruyati. Karena tidak menyelesaikan masalah.

"Yang harus dilakukan mengevaluasi bantuan hukum kasus-kasus berat seperti Ruyati. Apakah ditingkat pengacaranya atau KBRI yang kurang memantau," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, saat ditemui di kantornya, Jakarta Timur, Selasa 21 Juni 2011.

Menurut Anis, harusnya KBRI dapat memfasilitasi komunikasi antara keluarga dan pekerja. "Karena selama ini mereka yang menjalani hukuman mati selalu sulit berkomunikasi dengan pihak keluarga," jelas Anis.

Sementara, menurut Kepala Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Jumhur Hidayat, saat ini semua nama itu sedang dalam proses ditangani pemerintah. "Termasuk kasus Zaenab, karena ahli warisnya belum akil balikh. Kami akan terus melobi keluarga untuk meminta permaafan. Cara itu yang paling krusial," kata Jumhur saat ditemui VIVAnews.com di kantornya, Selasa 21 Juni 2011.

Berikut 28 nama TKI yang terancam dan sudah divonis mati (Ruyati dan Yanti Irianti):


http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/06/20/113984_duka---doa-untuk-ruyati_300_225.jpg


1. Sulaimah, asal Madura, negara tujuan Arab Saudi.

- Berdasarkan keterangan dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari yang dijebloskan selama 1 tahun dipenjara itu, dituduh membunuh majikannya dengan alasan sang majikan melakukan penyiksaan yang berlebihan.

2. Dwi Mardiyah (38), asal Desa Karang Semanding Kecamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur, diberangkan oleh PT Baham Putra Abadi, negara tujuan Arab Saudi.

- Keluarga mengetahui penahanan Dwi lewat surat yang dikirim tanggal 19 Februari 2007, tetapi keluarga mengaku tidak dijelaskan kesalahannya.

3. Nurfadilah, asal Bondowoso, negara tujuan Arab Saudi.

- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari yang dijebloskan selama 1 tahun dipenjara itu, dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikan tersebut melakukan penyiksaan yang berlebihan.

4. Aminah binti H Budi, asal Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan selatan, negara tujuan Arab Saudi.

- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari yang dijebloskan selama 1 tahun dipenjara itu, Aminah dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikan sering melakukan penyiksaan yang berlebihan.

5. Darmawati binti Tarjani, asal Tapin Rantau Banjarmasin Kalimantan selatan, negara tujuan Arab Saudi

- Berdasarkan keterangan Dwi Mardiyah, TKI Asal Dusun Karangsemanding Desa Sukorejo Kecamatan Bangsalsari yang dijebloskan selama 1 tahun dipenjara itu, mereka dituduh membunuh majikannya dengan alasan majikan tersebut melakukan penyiksaan yang berlebihan.

6. Suwarni, asal Jawa Timur, negara tujuan Arab Saudi.

- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung, masih dalam proses persidangan, ditahan di penjara wanita.

7. Siti Zaenab binti Duhri Rupa, asal Bangkalan, Madura Jawa Timur, negara tujuan Arab Saudi.

- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung dan telah divonis tetap. Tahun 1999 akan dieksekusi mati, namun Gus Dur melakukan diplomasi dengan Raja Fahd, dan membuahkan hasil eksekusi ditunda hingga sekarang. Siti Zaenab harus menunggu maaf dari anak majikan yang kala itu belum akil baligh.

8. Hafidz Bin kholil Sulam
, asal Tulungagung Jawa Timur, negara tujuan Arab Saudi.

- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung. Saat ini Hafidh ditahan di penjara Mekah dan menunggu maaf dari keluarga majikan untuk bebas dari hukuman pancung.

9. Eti Thoyib Anwar, asal Majalengka, Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung, ditahan dipenjara wanita Thaif.

10. Nur Makin Sobri, negara tujuan Arab Saudi. Nur didakwa membunuh majikan, diancam hukuman pancung.

- Saat ini Nur ditahan dipenjara Mekkah dan menunggu maaf dari majikan untuk bebas dari hukuman pancung.

11. Yanti Irianti binti Jono Sukardi, asal Karang Tengah Cianjur Jawa Barat, diberangkatkan oleh PT Avida Avia Duta, negara tujuan Arab Saudi.

- Dieksekusi mati karena dituduh membunuh majikan pada 12 Januari 2008.

12. Karsih binti Ocim, asal Dusun Pangaritan RT 10 RW 05 Desa Pagadungan, Tempuran, Karawang, diberangkatkan PT Hosana Adi Kreasi, negara tujuan Arab Saudi.

- Terkena ancaman hukuman pancung karena dituduh meracuni anak Ali Muhammad Idris Al Asyiri (majikan Karsih). Karena saat memakan mie yang dibuat Karsih, anak majikannya langsung meninggal.

13. Nursiyati (38), asal Dusun Pekem, Desa Wringintelu, Puger Jember Jawa Timur, diberangkatkan oleh PT Andromeda Graha Malang, negara tujaun Arab Saudi.

- Dia divonis hukuman dua tahun dan sekarang ini sudah berjalan setahun. Nursiyati hanya menyatakan, bahwa dia sering diganggu oleh keponakan majikannya. Bahkan dia juga pernah diperkosa keponakan majikan hingga hamil. Bahkan dalam suratnya Nursiyati mengaku sedang menunggu proses hukuman rajam.

14. Sun, asal Desa Patimban, Pusakanagara, Subang Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Korban dilaporkan ditahan dan terancam akan mendapat hukuman pancung lantaran dituding membunuh keluarga majikannya. Menurut cerita, Sun berbuat nekat karena menghindari upaya pemerkosaan.

15. Ruyati binti Satubi, asal Kampung Ceger Rt03/01 Kecamatan Sukatani Bekasi, Jawa Barat, diberangkatkan oleh PT Dasa Graha Utama, negara tujuan Arab Saudi.

Ancaman hukuman mati, karena tuduhan pembunuhan terhadap ibu dari majikan yang berusia 64 tahun, tanggal 12 Januari 2011. Sudah dieksekusi mati pada 18 Juni 2011 dan hingga kini jenazahnya belum dipulangkan.

16. Darsem binti Dawud Tawar, Subang Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Dituduh membunuh majikan dan mendapat pemaafan dari ahli waris korban sehingga lolos dari hukuman pancung namun harus membayar diyat Rp 4,72 Milyar. Batas waktu yang di berikan 7 Juli 2011.

17. Emi binti Katma Mumu (29), Desa/Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Korban terancam hukuman mati di Arab Saudi karena tuduhan membunuh bayinya sendiri.

18. Nesi binti Dama Idod
(31), asal Kampung Pasir Ceri, Desa Cibenda, Kecamatan Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus Nesi hingga kini belum jelas karena tuduhan membunuh tidak berdasar dan tidak ada saksi yang kuat.

19. Rosita Siti Saadah binti Muhtadin, Kampung Cikelak, Desa Cinta Langgeng, Karawang, Jawa Barat, negara tujuan Abu Dhabi.

- Dia dituduh telah membunuh TKI lain yang satu majikan. Rosita sudah mendekam dipenjara 1,5 tahun.

20. Sulaimah, asal Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Dia bekerja sejak 2004 dan dituduh membunuh majikannya. Dia terancam hukuman pancung di Arab Saudi dan sudah mengikuti 24 kali Mahkamah.

21. Saiful Mubarok, asal Cianjur Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

22. Muhammad Zaini, asal Madura, Jawa Timur, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

23. Saman Muhammad Niyan, asal Kalimantan Selatan, negara tujuan Arab Saudi.
- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

24. Abdul Aziz Supiyani, asal Kalimantan Selatan, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati

25. Muhammad Mursyidi, asal Kalimantan Selatan, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

26. Ahmad Zizi Hatati, asal Kalimantan Selatan, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

27. Jamilah Bt Abidin Rifi'i (Juariyah binti Idin), asal Cianjur Jawa Barat, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati.

28. Ahmad Fauzi Bin Abu Hasan, negara tujuan Arab Saudi.

- Kasus pembunuhan dan terancam hukuman mati. ( vivanews.com )



READ MORE - Inilah Nama 26 TKI Indonesia Yang Siap Dipancung Di Arab Saudi

Jika Komite Reformasi tidak ditolak Amien Rais Cs ... ???

Jika Komite Reformasi tidak ditolak Amien Rais Cs ... ??? - Tatkala Presiden Soeharto pada 14 Mei 1998 pulang dari Mesir dan pesawatnya memasuki langit Jakarta, terlihat pemandangan di bawah di mana-mana merah membara. Jakarta terbakar. Suasana di dalam pesawat kepresidenan pun mencekam. Wartawan Istana yang mengikuti perjalanan presiden Soeharto menceritakan, suasana mencekam itu sebenarnya sudah terasa sepanjang kunjungan Presiden Soeharto di Mesir, di mana ia memutuskan menaikkan harga BBM, kemudian mengumumkan kembali penurunan harga BBM. Walau demikian tampaknya rakyat tak bisa direm kemarahan dan keberingasannya. Jakarta pun dibakar habis.

Hanya butuh waktu seminggu saja sejak Soeharto kembali pulang ke Tanah Air (14 s/d 21 Mei), akhirnya Soeharto menyerah, pasrah dan mengundurkan diri dari jabatan presiden RI yang telah dijabatnya lebih 32 tahun. Tujuh hari menjelang lengsernya Soeharto niscaya menjadi peristiwa yang paling melelahkan bagi Soeharto, pun bagi siapa saja saat itu yang berdiri di tubir kekuasaan. Baik bagi yang tetap setia kepada Presiden Soeharto (yang jumlahnya bisa dihitung jari) maupun yang menentang dan pengkhianat yang lazim disebut sebagai “Brutus”. Puluhan buku sudah banyak ditulis oleh berbagai saksi sejarah dengan sudut pandang subyektif yang beraneka ragam.

Tidak ada yang menulis, peristiwa pembentukan Komite Reformasi pada 19 Mei 1998 yang diprakarsai Presiden Soeharto sebagai hasil rembugan dengan 10 orang tokoh bangsa di Istana Negara. Sepuluh tokoh yang dianggap sebagai tokoh nasional dan diajak Soeharto berunding antara lain : (1) HM. Cholil Badawi (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), (2) KH. Ali Yafie (MUI), (3) Malik Fadjar (4) Soetrisno Muhdam (Muhammadiyah), (5) Abdurahman Wahid, (6) KH. Ma’ruf Amin (NU), (7) KH. Abdurahman Nawi (Ulama Betawi), (8) Nurcholish Madjid, (9) Emha Ainun Nadjib (Cendekiawan Muslim, dan (10) Yusril Ihza Mahendra (Ahli Hukum Tata Negara). Didampingi sepuluh tokoh ini Presiden Soeharto mengumumkan terbentuknya Komite Reformasi yang disebut Soeharto sebagai memenuhi tuntutan reformasi yang telah digelorakan seluruh elemen rakyat Indonesia.


http://www.suara-islam.com/news/images/stories/soeharto-21%20mei%201998.jpg


Pengumuman terbentuknya Komite Reformasi oleh Soeharto ini disiarkan langsung oleh seluruh saluran TV yang ada. Namun beberapa jam kemudian sudah muncul penolakan dari berbagai pihak. Padahal sejarah mencatat apa yang termaktub dalam rancangan Komite Reformasi itu sudah mengadopsi sepenuhnya tuntutan reformasi. Menurut HM Cholil Badawi sesungguhnya Amien Rais paling berpeluang menduduki jabatan sebagai Ketua Komite Reformasi. Tercatat sejarah ada tiga tahapan dan langkah-langkah yang akan digelar oleh Komite Reformasi, yakni Tahap Pertama : Penyusunan Undang-undang Pemilu (yang dipercepat), Penyusunan UU Susunan dan Kedudukan DPR/MPR, Penyusunan UU Kepartaian. Tahap Pertama ini akan memakan waktu selama empat bulan mulai 1 Juni 1998 s/d 30 September 1998; Tahap Kedua : Persiapan Pemilu beserta kampanyenya, setelah rakyat mendirikan partai dengan UU yang sangat adil. Tahap kedua ini memakan waktu selama tiga bulan dari 1 Oktober 1998 s/d 31 Desember 1998, dan dilanjutkan pelaksanaan Pemilu pada 10 Januari 1999. Tahap Ketiga : Penyusunan MPR sesuai hasil Pemilu 10 Januari 1999 s/d 25 Februari 1999, dilanjutkan Sidang Umum untuk menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) serta memilih Presiden dan Wakil Presiden pada 1-11 Maret 1999. Rangkaian kerja Komite Reformasi ini praktis hanya sembilan bulan saja. Diharapkan kerja Komite Reformasi ini akan menghasilkan pemerintahan yang bersih dan benar-benar dirancang tokoh-tokoh Indonesia sendiri.

Sejarah berjalan yang justru diagonal alias berlawanan dengan rencana kerja Komite Reformasi itu. Amien Rais menolak mentah-mentah terbentuknya Komite Reformasi ini diikuti sejumlah tokoh sekuler lainnya. Dalam waktu dua hari kemudian tepatnya 21 Mei 1998, Soeharto pun mengundurkan diri dan jatuh dari kekuasaan yang didudukinya sepanjang lebih 32 tahun itu. Kabarnya, Amien Rais pun telah menitip pesan kepada beberapa tokoh yang ikut berunding dengan Soeharto menjelang pembentukan Komite Reformasi. Pesan itu adalah, tidak ada kompromi apapun : Soeharto harus mundur sekarang juga, titik.

Kalau kita baca dokumen rencana kerja Komite Reformasi, niscaya seluruh hajad dan aspirasi reformasi yang telah diteriakkan ratusan kali demonstrasi sebelumnya, bahkan dengan menduduki gedung parlemen, seluruhnya telah dipenuhi oleh Komite Reformasi. Memang diperlukan waktu sembilan bulan untuk membuktikan Komite Reformasi memenuhi janjinya. Tapi sembilan bulan itu, sungguh waktu yang relatif sangat singkat dibandingkan sakitnya derita bangsa ini setelah duabelas tahun terakhir justru “ditelan” oleh rejim reformasi yang ternyata dikendalikan kepentingan asing yang memaksa harus menerapkan demokrasi liberal.

Tidak berlebihan dengan membaca sejarah di sekitar pembentukan Komite Reformasi ini telah membongkar di balik Peristiwa Mei 1998 yang telah merontokkan Soeharto dari kursi kekuasaannya. Agenda sesungguhnya dari rangkaian peristiwa berdarah-darah itu hakikatnya bukanlah perjuangan mengubah Indonesia dengan reformasi, tetapi usaha penjatuhan Soeharto dengan segala daya. Siapa pengganti Soeharto tidak penting dan sistem yang telah disiapkan pun sejatinya justru agenda asing dan bukan reformasi.

Jika kita mengamati perjalanan akhir kekuasaan Soeharto, sesungguhnya ia telah dibidik sejak 1988, saat ia mulai menyingkirkan sejumlah pejabat negara dari golongan minoritas. Ketika itu entah angin apa yang mengubah pikiran Soeharto, pada Februari 1988 ia memberhentikan Panglima ABRI Jendral Benny Moerdani digantikan Try Soetrisno. Kabarnya sejumlah anggota DPR dari Golkar yang semua jabatan strategis diemban golongan minoritas Kristen tiba-tiba dirombak Soeharto. Begitu halnya sejumlah menteri yang menduduki pos strategis di bidang keuangan, mulai menteri keuangan, menteri perdagangan, menteri Bappenas, Gubernur BI, yang semula selalu diduduki orang-orang Kristen kini diberikan kepada orang Islam. Akhir 1980-an Soeharto malah menampakkan kemesraannya dengan golongan Islam, dengan memprakarsai Kodifikasi Hukum Islam yang kemudian dijadikan RUU Peradilan Agama. ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pun didirikan dan diperintahkan dipimpin oleh Habibie yang selalu berceloteh asas proporsional. Dengan kata lain orang Islam yang jumlahnya besar pantas mendapat porsi yang besar pula. Hal ini makin membuat golongan minoritas tersingkir dan sakit hati.

Apalagi kemudian Soeharto bersikap makin tidak menyembunyikan kedekatannya dengan orang Islam. Soeharto dan seluruh keluarganya naik haji. Bank Muamalat pun direstui dan diresmikan berdiri di halaman Istana Bogor. Ketika Pemilu 1992 digelar, makin menyudutkan golongan minoritas, sehingga mulai merancang “perlawanan” dengan situasi yang tidak menguntungkan itu. Koran Kompas lalu menyindiri: Ijo Royo-royo orang cadel mengatakan Ijo Loyo-loyo. Hal ini membuat umat Islam marah. Tapi sindiran tidak berhenti dengan istilah ABRI Hijau, dan selalu membahas politik proporsional merugikan golongan minoritas. Istilah minoritas diminta untuk dihapuskan. Hakikatnya periode 1992-1997 dari Pemilu ke Pemilu, merupakan penjajagan akhir bagi kelompok minoritas untuk mengukur kekuatan melawan dan menjatuhkan rejim Soeharto.

Krisis Moneter yang hakikatnya diciptakan itu menjadi momentum penjatuhan Soeharto yang amat sempurna waktunya. Dendam golongan minoritas, akibat penyingkiran Soeharto dibalas dengan ikut merancang penjatuhan Soeharto dengan kedok atau jubah reformasi. Sungguh sayang, jika catatan sejarah yang amat terang-benderang ini tidak dipahami oleh umat Islam, lebih-lebih kaum politisi dan tokoh-tokohnya. Kini golongan minoritas berenang dengan leluasa seraya sesekali terus memukul tak henti-henti di sekujur tubuh umat Islam. Dengan reformasi segalanya membuat orang minoritas bebas memukul mayoritas dengan dalih kebebasan dan reformasi.

Andaikata saja Komite Reformasi tidak ditolak Amien Rais. Perjalanan bangsa Indonesia bukan mustahil lebih mulus dalam perubahan yang justru mensejahterakan rakyat Indonesia.Sangat mungkin ! ( suara-islam.com )



READ MORE - Jika Komite Reformasi tidak ditolak Amien Rais Cs ... ???

Menjernihkan Penyimpangan Tafsir Pancasila

Menjernihkan Penyimpangan Tafsir Pancasila - Harian Republika, Rabu (11/5/2011) menurunkan berita berjudul: “Kembalikan Pancasila dalam Kurikulum”. Berita itu mengungkap pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang mempertanyakan mengapa Pendidikan Pancasila hilang di kurikulum pendidikan. Kata Aburizal, Pancasila tidak boleh dikerdilkan dengan hanya menjadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan.

“Sikap Partai Golkar jelas, kembalikan materi pendidikan Pancasila menjadi bagian dari kurikulum pendidikan secara khusus, karena materinya harus diajarkan secara tersendiri,” kata Aburizal Bakrie.

Menurut Aburizal Bakrie, penghapusan pendidikan Pancasila adalah sebuah upaya memotong anak bangsa ini dari akar budayanya sendiri. Pancasila adalah pintu gerbang masuk pelajaran tentang semangat nasionalisme, gotong royong, budi pekerti, nilai-nilai kemanusiaan, kerukunan, dan toleransi beragama.

Demikian seruan Partai Golkar tentang Pancasila sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umumnya. Akhir-akhir ini kita sering mendengar seruan berbagai pihak tentang Pancasila. Tentu saja, ini bukan hal baru. Berbagai seminar, diskusi, dan konferensi telah digelar untuk mengangkat kembali “nasib Pancasila” yang terpuruk, bersama dengan berakhirnya rezim Orde Baru, yang sangat rajin mengucapkan Pancasila.

Partai Golkar atau siapa pun yang menginginkan diterapkannya di Pancasila, seyogyanya bersedia belajar dari sejarah; bagaimana Pancasila dijadikan sebagai slogan di masa Orde Lama dan Orde Baru, dan kemudian berakhir dengan tragis. Sejak tahun 1945, Pancasila telah diletakkan dalam perspektif sekular, yang lepas dari perspektif pandangan alam Islam (Islamic worldview). Padahal, sejak kelahirannya, Pancasila – yang merupakan bagian dari Pembukaan UUD 1945 – sangat kental dengan nuansa Islamic worldview.


data:image/jpg;base64,/9j/4AAQSkZJRgABAQAAAQABAAD/2wCEAAkGBhISEBIUDxIQEBAQEBAPEBAQEBAQDhAQFBAVFBQQFBUXGyYeFxkjGRQUHy8gIycpLCw4FR8xNjwqNiYtLSkBCQoKDgwOGg8PGiwkHyIsLCwvLCwqLSwvLC8sKikqKSwqLykqKSksLCoqLCwvLCwsKSosKi8sLCwsKSwsLCwsKf/AABEIAKgBLAMBIgACEQEDEQH/xAAcAAABBQEBAQAAAAAAAAAAAAAEAAIDBQYBBwj/xABEEAACAQMCBAQCBwQGCgMBAAABAgMAERIEIQUTMUEGIlFhMnEUI0JSgZGhBzNikmNygqKxshU0Q1Nzg5PB0dIkVPAX/8QAGwEAAgMBAQEAAAAAAAAAAAAAAAIDBAUBBgf/xAA0EQACAQIEAgkEAAYDAAAAAAAAAQIDEQQSITFBUQUTImFxgZHR8BQyobEVIzPB4fEGQ+L/2gAMAwEAAhEDEQA/AM4XpjUmpXrFPqxBIp96hJPvRjLQ8kdOmVqkLaoiy/8A165f51xqaGpytclDU+1RA1IppSSJ2x96lilNcXep9NpsmFLcmSy6otuG8LMvrS4hwTFbqbjfcG42JB/UEfhWt4Nw3CAdjIyxg9xkfMfnjlTeMwgadbC3mmFuwAnkAFJmSeXzMd451MRk4HmciEHvTMj71ZTxgk0M8FOpGw6LWqIBKfU09dQfU/nTWiphWm3I7yiFrqqkEoNAAGpVjb0pcpIq7W4S0d+9QPEfenorehoyLSse1c1QzlTluVRv70hKfU0fPpLUFJDTJkUoNaocs9cZb1Aa6sldsJn4SOOp96L4dpi5tvUGV6vvC8F5B867cr1+zFyRzU+HTiSN8dmsdwbBrH02IP41l9ZAVa29ezfRBmwI2aTkn/oIyn8GDD+2a888WcKwc7d6IVFK/oZFCu6rs9zKZH1NPST3P501lptSlpaMMVvf9alSUjufzoOOSi0N6SSLtKV9guPVetTbHvQBW1OWS1RuPIuxq20kGGM+tIE+9RJqamEoNLqTxcXsdDmpI22pm1PjWuDtaETU2nGuUHDgNcZa7alQcBZY6HIqwdKDlSpIsp1qdtSNWqZTQxp6PTNEEZWClNX3hyHJx86oI2vWy8F6S8i/Oo2PXqZKTaNZMlpI/uxSRxgX2yeFsmI9fOg9re9Q8TgygkHdJXP4P9YP85/I10MXEtyAZCs8JNgBuqIL+zRx3/4lPh1gLEuLJIoDdrIWIRj6FXLxt6XU7Cs6FT+e7+HseUhPLJT77nmmrQqxqMNWm8S8EKOTasy0ZFXz29CqpwTQigNM+j3NOBq04PpM3FBJUcVFthHBPDBlPSr/AE3AtNv9YpCqrF1s0Xm+FQw2Zu9h6j1o7XaVRByEDMzFQ4VAwvbJUJ+yfhbbcW6rcGmcRMkcOUUMaSqtoySsVmsFdMsWCXCgg33AAuDaoauIUGorVvvtY8diMXOc3ldkiH/QGmB+JvxilH+K1Jq4NPGgI+HNRI7oyqEv5guQGTWvYC/QmiuETHEGVw75GNQuSgDEMFYEk3OLEFiTY2ve9Da1BLDGspOau+TqxyxRikhRtrnG5FxY4N6VCsXLPlaW9irKrUlG+Zmc8S6ARnbuAdxY7juKzdwa2fjkWNvQAdSeg9T1rChqvNHqcBVbpLMKaChHWrFWvUM8NdTLVWldXQGGrbeB9KWcfOspo9AXYACvSuDaH6PD1CySKcSfsKBd5T7KN/nYd67JpK7MPGV8kMpYSoHVetpdVkCCQcVZiGBHQ4xg1QeLNLnCkhHmK2aw+2pxb9QavtNMLqWsiQoxCnqt1uFPqyxbn/iUHrIGbSur/EjZnboJRzcfwLMv9ms7CVG5yvx1/Jk0XlnF+R5LqItzQzLVpr4rOfnQTpWqmb8oXVwepYpLVGy0hTESbiyzilB6114aAjko+DUetRNW2NGlUjNWkR2roeiWiB6VC0VLclcHE6stERTbUFapYztXbHOsaCm61ynN1ptRl0VcrtKg4KoZUqauEV0WUborpEqKjZkoRxUyZm1IZWSwNuK9I8HrjG7gbpGzC/S4UkV5pB8Qr0/w6l9K47NgjkGxwaRVex7HEmknpqZ+NqNUmiyOn+psbuYC8Tj7bxEebp9ooUce6iohfY3VmysSbctpGUDf+jmS3sGt3p0zHYlgsqeWSwuQ0W66gL3Wz+YD7Mp+7TdrE+VVtiwbzRoG3MMtusJJLJIOlz22rz6vxMQJujR4yX5fwo7fFCRsYZr9LdAx/HsWz3F/CzKSQLj1FXcRcOMQc7oGDOokMWQBzvtMoUm0i+YbA9TcnTt5mWLyqpIt5ZNPt1BS4MTe3l/GrtPFJK0/X39+Jcw2LqYd9nbkecajhzL2q18PShHGXrWv1WiRh9ZGV/jjvInzIAyH5Vn+JcFKANGQyndWU3Uj1Bq5GUZK8Xc24Y+GJj1b0Zc6qGbkh4jHK/OLOjGUQCJncm4QZM2679vSwNw4NJOz8wycsKptDoVm5J95XI83yG+1hbeoPD2ukzA361deI+KsgVVfAEgSvYMFUkBwSDkhVTlcgA36iicFJPguNrexgYmh9NLLuTx6UbOWLtZChOyGytht1PxsdyTvQWo0yFERXRpQ0kYOVizG5lXv5tybE3/OqcRgvk1mcYr52ISIXj5epl8w5cbKxsAAUyNu5EcTYqACEHLwJdSOSjlZTNJZsrcxgI2G/l73JGSqb3uVnLuLfxJoOdCsi7gqCfnbp8+34V5tqYMWIr03hunzSR3VssbCR3TMlgGIKx+UnEr5+p9BWS1HCS8tgO9bSd0nzNro2t2GpcDPwwsegq74fwB5OxrTcP8AD8Uezgu4AJjQZMLi4yPRfxIq5VGVTioiUDpGBLOfa5GIP4H51FUrQh9zJavSlrxpq5U8O8PpBYuMpDukS2zb39h6sdhRcpJa2zsWCkC+DyLumnX+jQ3Zz7b7kgdd/JeMWBdue3PXKyqbZzXPe18SSOgqIKTYWPmXFUQctnj/AN3Gp/cw/edt29tqoVsQ6mi0Xzf5335YlScqks0h2nhDsADkvUsftpnkzn/iyj+WP3qUXYzm91kUlf8AlER3HzJJ/AetD5XtZlG+fMAsl/g5yjtGg8sY+01j2uZ1X6xSmyBJIEF9uUiXZ/f6wIL+i371zDu1VCXseZccitIfnVWVq58RH6w/Oqmto9RSeaCIHjqErRhWo3jpkzk6YMKlR64UrgrpErph0GoowWNVKtRMM1RSiaFGtwYRJDTUT/GiEe9OWKlTLE6aauhN/wB6Yae3emGlJmcBroptOFdFQqVdpVwYjkWgpUqwIoaZKeLK1aF0Cw/EPnXp/h5b6Rl3AYxoxBsQjSKrEHsbE715kg8wr0jw24OllBvbC7WNjgCC9j28uW9NPVHnukFaBaapiSMriVSquykIGa55bqT8LG7FSfKbuh61FE+4x8rAlQFtGwPUrGH236mB/mptY1PrGa6hwGNmVZVUNzVa22PwvcfFHsTsyX6AdgCLkZKBiWuzAAfY5mJNv4Jk29a8+tjJe5Po7c0DdCiyOEAZI+gU3jcXjPmBsrFTamlCELWCnmQgM4dUUcwHcG/kvYWViu46WpcNnBZkWRjeJisd42AII3BDso62tiBv7UoWUICMbLqIWbARk7kAWEagMSdul7E26CuPf0OhRY8/YkAWDfHY2W9j1Qn+RvmKmkiUEhv3cps3okh2D+wboffE9zQ5U/SN1JHZwikAFemQQEfzNTuOcREGnkkZOYqhQUuBkHdUtvtbzUU5yhOLj/seKbem99CVOHppw0hVnwBbFFycgdbDuazI4k0jGayBo3xWaSNY1MiXIWaw2XC4v1Yiy2HxVuu8drJE0Yj1Cq4xI+k3stxkL45fDcde9V0Piu17wKxZ5HcF7xvnHiLoRvhdit+1h7jTqTc1lS9be5aqYHG1JXlBmoj2xUXsGACykjfmRgprb3KpdRgB/COlgWROQVwL3RBKL3zXHl5ahrkczTAqAqj027FaPSeJVaSNVhZmMiRx82ZSJjJKP9aOH1m7Cx7Wv7Vuh4I1YFvqSBZgx1DZ5BcREbRWMI+57296jhhqs9Yq/oUa9OeHko1VZvmVXhyYLqGS6MsiYBhlkbMWEv3Qj5KRYb5AEkjzXkujWLdADI5xjBG1+7Eeijc/l1IoVfA+s5vM/wDjp9aJAI52GKZsxiUmG9iSrel16AVYajhOohSSV442wjZnY6pnkwUZFVvGAOnQWFWI08RGDTg2+G3uQwrpXV9wbUxFIrIWFjcm7ZuSfMSVVmuSbkgX+XaDLL6OPKVPNUr0YgRsCbEt5QOoJuSVv6UTxMfVkYl9wMQmd9/Qgj8wagW9tODcHmF7EAAARv1IVbEBtgAL2PUAmsVO6u+/9Fl7kNrQy55IFwe4BzODBhYy9d1A3RVF9qjPwm9grEXLcwpI3bNiBJqD6IoC9ulPhlCpO6sEARjmghOLG9mxUAk/1moaOzHa8jEWNyZCR6ERs7MPZpAtSLiIx2V9xkbtsbrzGcC1wR5TIBtt5Ihc9RsVe7xsgtGVkijUbLyREWMlvd1jA9gPU0Mzjv5ukZGzD2jbDa39DHcm3mPWjHZjIGY2bkynl3BwjJUAtbqxYDfoMSB0JM1D+rH5wFex5h4mb60/OqtGo7xLJ9afnVXG1bttD0OGnaKC7Usa4hqQCozSSuQNHURSjcajeOupiTpAtqcppzJTbU5BawVDLVhE+1VCGjoJNvxqKSLtKrZE7d6Ya9F//kLf/aX/AKDf+9DzfskkHw6mI/1onX/Amn6ipyK/8YwT/wCz8P2PP6cK1mo/Zhq1+FoJPlIyn+8oH61V6nwdrY/i00pHrGBKP7hNK6c1uianjsPUfZmvUqRXbV1kKmzAq33WBVvyO9cqMvoVqhlWpqZIKELJXQCw3re+B5QwZD0dGQ/iLVhJRWi8Ia/CRd+4qXgYOOp5oNGzSa8PlKqpVC8EoSyZWIwy8pjY9ASBvsykWqJmAIyyR7bFj5rfwszJJb2DsPSjHj8zKVzRfPEYyRPEkg3tbdlyzG3oBZhahISRsl/dYz/iif8AeEVhTjkk4nnVqSx60qys8xWMGz8zm4YkW+JiQpvbzE7fjUoXzNGxvzAQhLMzDrg4vKzWBsb2XpehnVtzYr78qzD8foy/4iiIpedHvdpI7ZYx3R/Qoocxs23dmx3uBUbVtRkMnOSJIAucZxkJMZYMjY3YkA9R3ZTuNrmh/Gcwbh0xB2vDf2PPjuCD0I9DR0TZHIELLbE3IwmVW3Uta7WyIzUAAtYX6VTeLo8dBOvKZMjCHNwYgOelgh28u+wAHU33rsPvj4r9k+Hv1sbc1+zzn6K8ZKyfFcNb7odVkCH3Ae34Um6H5G1Wmj4cnEBNFM08WrMeUMsXL+jzmKJVCyITlm5sDiQtwW26Vg9Cs6qGyCxMW2kcBWwK5KRe63yA7X332r0LwylecWrG7Dpx0HHD1acs6VntvbhzXffyNf4cRhNpA4IcT6XK5ub85N7+/X8a9j/aR+0E6IcnTtEmoMebTTn6qENcRqB9p2KsbdAFJN9gfGeG8ZjOpheSaO51MEjsWRVH16sxsNlAF9hsAK2HjeKHVa6SZOK6HkuYiiczTOF5aR2D3bzKG5jWqagpZZZeZg/8gcn1KTTkoJOz48QDUeOtesjFdbNzFRWkZmgfSxu3RWTlgC437Xr0PgfjldfoNcj4DU6XTyrNy78qQNCxE0d/skgi1zYjvsa8Zm8N8Qn1H0PKFpfpEUL2j3Mv0d9Rk0gUqcVVgRlvjsCLmvR/CPgXUaKLXzaqRpWl4ZItiuKqxDF1A/sD0v171NCNRfczzNGFSL7TLfiLcyRYxi1iSbhSAQbH4geneym197Vx5VBdxiEiAgj3GAcjJnFvKoswXcj4SNu/RDYN/sIiTkzMBOy2sFNx5FF9iSWAHYdORx5sBiUSPZVClSgA+EYkNG9rdCysLEV49WsehInnxjC8zCSQhgLu7mMdSgEj2B+8Dbf1tUEs1xaR2Yejk2/KWQKf5TTpNWZWJU+TYIhiFwO5YYSMCT2ZVt+ddGYGwdR3Kq0Q/MRRf5hTpWFHadmDrbFDiQrS9cbXNgQpxHWyKq7bt2rjOoWdxkfq0XmMN5ciSXH8PlUAbDy7bG5WlRTkcBJ0J8yiAW3ylYXBt13aQ+woHxBrSmmu5vJNeRja2x2QAHoAgUW+fcmrmEjepfkFrtI8243NeQ/OgUNd1ct2NRqa2rGzT0DoWopaAhNHxVDI1qDuPApFaeBXbVGXcoJIlQstGutDSLTxZUqwsQiioTt+NC1PCdvxpmQJ2PptqHkNTOaHkNah8+IjUkYqOp4hQAtRoo5RaWNJR6SIrj9RVBxD9m2hk+FGgPrC5A/la6/pWoUU6llCMt0T0sTWo/05NeDPMOIfsjlFzp50cdllUxt/MtwfyFZjiXgvWw3z08hA+1GBKvz8lz+Yr3aoZ+lQSw0Htoa9Lp7Ew0naXirP8ex816hCDYgg+h2P5GncO1GDg+9e38X06PtIiOP41V/8RWT1fhjSE35KKf4Cyf5SBSfTtbMnfTVOou3Brw19gjSalZYUksWaFSrYthII2K3ZGuLEWvubEXv2rusRb3aQlid0mjAf52aynp1VT+NTcD4bFE3kzA6WL3H6ijNZojCRi03Jka0WBSRVJBblFH6WsccdrWG1t8vG4WUf5i8zN66nKVo7Mp+Wo38nzwRf15af5hSDkFXW1wdjdgsh+67BjzB7Zv7LU0+nfK6Cck9bR8kD8v8AtUEkLAnPFCRvzJA0hX5LdmHsVIrNTTHLBWjmNySkoxDdVyIG4Rj9odL/ABJl0Umqvxo7roJzMUChoN9hv9IjJPsg6C+5tc2vanogNiNwCAJGAVAR8ITqAR2AyYdlQ70VFqsXgQszAamJir+eR7SA4nInlKLCyEl/W29dpU71IrvX7GjV6t57ba+h5JBx1YnSSGSIyxMHQGTEE2IIupuNiRVNxCdDpkVeWHSOKHFZFkZ7SO7PsO7SHbewA6179w3xViHvGX5fODRmISSc5kSVF23xHnsB2dRsADVL+0via6rgE8qJbDVQLlyliYpkhDlQzWBL2vffr3r0mHjFwWV6b/o7i+lfqKjqSgs2Vx3ezur256nkPg3we+s1awuskaYSO7lSuNkOPUffKj8apNTw2WMsHjdcCVYlGsCDY72t1r1jwH465HDy/E9QWXncrSqQZNQyKozI7soLAXPSxF+grN/tW8QSzzoseo5uhkiSWBYz9WT8LZerhgfi3FxsKip4itLEODjpz1tpvbTfX8GdKnBQTT1PRNDwbg6uk3+nphMsh1AP+kNJZZ3BzfApjc5sDt0JFaziXjXh50eojHEtLPK8E6qWn0+bM0bBVCx4g7kDYV43w7gkkoBUKF2GT+VehJt6/CenpUfEeFvCbOF3viw3Vtgdrb9wbHfcUv8AEYOWS2viehfQFNScOvWZK9rf+j1iWAtvOwQBjYZD3BCn52Kt8VmKkHuFq9ZmqpGCkQsB+8jkJFwY8emPqlmb1S29N1ALsSSXydmVWcuA24PJbuNyLLZxchlcbVBYbgMoIGJSXyMAPslhYEfwsVH8Irz8Y8zMuPIHQ4i32bLYf2CTj/01pctbi5RP4iiLb3vih/I136PKALLLjbbB1ZLewXa1GxKVxCnUEswRcYYY3ZmOwyff9dgD6V3fRbh4nYtGJSsV5JFZWJaQFYUjFsmCNu53sC2Qu3XaqzxlokmJszJ2FiCPyP8A5rRyKNNEQTlNIS0jFmc/wxhjuVUbdu5sL1j9dqMmNejwmFVKHa3e5SnXlmvF2MVqvCko+Bkf80b9dv1qvm4ZMnxxuB643X8xtW6qaGrbpLgWYdI1I/ckzz2E1YQV6FBw6KT95HG/9ZFJ/O16utH4D0UnWHH+pJIn6Xt+lQSw7ezNXD9NUo/fF+Vn7HlgFOtXrh/ZVoj0OoX5Sqf8Upo/ZNpP95qf54//AEqH6aZqrp3Cd/oeROKFlFe0N+zLQr1WZ/60xA/ugUHN4V0cfw6eP5uDIf75NPHDS4lWt07h39qk/Je546kZY2UFj6KCx/IVbaXwzqmW4gktf7WKn8mINejhVXZAqj0UBR+QoiLpUyoLizKn0zN/ZFeevsbZzQ7mpZDUNqsmEJVoqNajjjolFoA6BXbV21K1AHKF1TbUSxqs189AFPr5Kpp2o3Wz71VyPQA6N7Gr7h+oVlKSAOjbFWFwaoYUuauNBpzXGrgN1/AJI/NDzJ4iTdTPqedGD0FlJ5i9egyG3xbmqslLlfqA9t7/AEieZb9GxYZD2PtW+0Cm1S6zQRS25qK9uhYDJfkeo/Csut0bCbzQdn+CzDENaPU8xnjZfM3MtuokcSKWHp5hmot28w9qY0bqqOilQHV1cqwQ8o86wI63wsLEgFhZQa9Kg4Pp0N1ijBH2ioZh/aa5rB+KeMnUTDkyltPZI1aEKWKcy8zK4Y4qwUeewNk8vYmrPCLDxzylrwJFVzuyRUalRDKrLdInMfLlkdWIfrBNgepZcF9iLdb2L00XOMunlTW6mPWQumrllxVI4kjLR8lPhDRO6g2a172B2pkRDx4gGNGLxRO0QVpFAYy6eKIG6pkbx5Hc5KfiW8USll5EzSBJAHGDIsk8aBVbU7pu1mGUZFjgp2tVmjWUe1wf4/1s+6z5lWpBrxPGfFHhOfRSASjOFxlp9Slzp54zuro3TobleovRfgzws2olEkoK6aIh3Y7BrEeUXIHzN/z6V7JxiPUppNXHLpuTozpGEKqBLFzY3QiZmucWdS5uQL7DcjfG6gmPRRhbfXOcmW2+N/Le17+ZQR0GI9abH4mUIqENHLS/LmavRWCWJ7bdnmSSt4u/klouJBxPiZlYRxAiIYoqKCMyAFBIub9BYVYa7Rl59JpwC7RhFkAAYgB1utgDZSRfe5+t3Hah+FaQQqZ57DEfVISpLN5Tut77hh2PxX22JseE6SRC0r81NQ7tFNG0WyRYMQp3/gQhltjaxsASMWCjmWXaP5fz8nosfXp0Y5KW0U0u+TVm/Jbvmy9ZDkVsQ7WDIVsTvsCp2/msPRRRcSFR9bYW2w1EcxRR6q9rL+AFa/guti1UAWUxTyxKqzqVja0hX48bkANuQR+liAVFwHTXuIY/kQWUfJTsPyrSfRuezhPTwPIrEW3Rj9JpZJbDTRq4a3nTUatYAp+0Xtja3YXJ7CrtdDHpVLFjLMb/AFjF2wBFsIwzEov43Pf0F/xDWBFrCcY17OTar2HwVOhqtXzZDUrSmV3GOJFiapWNEaiM96Hq8QnKIgWoAKP0cN6ALbhkO4racLh2qg4Po+la7SQ2FAE6rXSKdamSNYUAA66SwrMcQm3q44pqutZXWai5oAjZ96MgG1VsbXNXmkg8tAGnNOSOnqlTIlACRKkApAV00AcrhNImhp9QBQBzUz2FZ7iOs61NxDX1ntXqr0AM1E9DXvTWe9S6eO5oAtOFaPIirqNzFIyyIDFisivGCXRPhbNe4DdSvQMu3U0Nw7SuVtG4jfazFQ+19xY+vr296tuGRDm/WGUTojDF5M0KMy3eOwAYXVewI7gXF1AsoALAqQQQCCDcEHoQe9dagSv0dtv9XkaxHaCRjsR6IxO/oTfoTaeHiMTtikis2+wPW3Ur94Dva9MBI6XVhci6kXABI26gEEH5V5Y5yaKzSkrM5KrFypFuJFBkzYAuTlme1mAxsSfRuPa/lxYobSy3SMjqu3mk+Sjf52Hes3o+CpM1xlHDGVDOjsjO0YZRGhB7BmDP17De5XJx16s40Yb79y4almj2U5vYzUULyLGmRaORpFIZQzs7zsI4ZHN7KXDOQeuIHmscnNpkMhjnDy5o6NqIQPpIAlMY2b4/Kyea+Vj5syLje2h08UjRRoiqDIwVQC7Kthf1Y2Aud687mW/1mpyaKP6Vp3CbmVXdWeXEfF0BsdrKO5FV6sPpkkndt/Pm48X1t7mo8Q8RSXhOqEOoTUxDSgq2w1I3W3MUAXuN72X5G9eV8I4xOoZIUEoXcjDIR7lgWboovkbMd962U2kiZWXW4xojXhBVcmjjKqQTvnJZUFhsQRYHeoNRo7o0ckZinkWSFDCBFEsQkvbynZi5xsfKTL6dIsRiYYlJSiaWFr/T0Z0sqlmaevC3d/kHj4FMVXUTSCWbMRwRhDLEknKSQx4Hd7xmTzdRyyeoBJ0+RZ/NK1tTFJkhXlfAG6BwRZR1XfKPrvjWp8Fa5jJqEktcyMygAAXiCxOwHYMOW1u2bVYcQ8KxFb6ZRFIjFwiExwytcmzqNr7mz2uDbqBapVg+spRnT3tt7FCeIbm1P55Avgk5HUEOWGSC4hMUbeW4a5G8lrBgLD4TYZVpZZQguayvBdYsEi2BSNgNPKh2MTrYRlx2tfEn0dTuADVxxdrg3YKo6kmwHzrQwVRSopcVo/IrVo2n4lLxXXmRrCoBoAoOQLMEMhUfZQA3dz9ldj7m2wNG6eJbgRWklY4qpuAptcs46hQN/fYDcir5uFxJp5FkYhWUtNKWwZjbdyw6WA+QAtVv7iExHEOEsI1Zwoci7BL4qTvjvubCwv3tfbpWYmjsa3PEW2urSCI3ssxDyPts24BjF97Ek+oWsrLp8moiALp4L1oOF8PvbaucO4WTbatbw3htu1OBNwzQ2Aq3VaZGlqkvQAiaA1+qABqbVakKKynF+Kdd6ABeKa+5NUUs1zTdVq7moYtzQBZaCK5FbPQ6HyCqXw/w65BNasEDagAhUqQCuVxnoAcTUbyWoebVgVV6riVAB+p1oFUmu4l70HquIE1VzTk0AP1WrvQLNenFSang0ZNAEMMN6uNBoCbbURoOEk9q0mi4cFoAbw7RYiidfpC6gpYSxnOJj0DWsVb+Fhsfn6gUSBalQBm+L8Vz5asLxMr83TD9/M6uqNp7DrbK5Xo3qFvd/GuO6flqiDmMceXhdOU/RNwMlcb+UAtsbgC9Xn0aMOXwQSEYl8RmV9C3UisV4g4UyTNIw5mndyzlPjjDZF1dfuseWCwPRLGw61cVUqU6d6auySmouVpA2u1JePKea00g5cb5IR1sAqDylTcFhuPUmwIv+GapZNOohUIkd4QobJRy/L5WsMhaxvYdazn0pykckN1AVn1XkBkWNbr9HSInzw+65CRsN7A2K4PxZVFv3DM1mUs0+lLh4tObNcug5rCFWBKtymIFheq+Fw9SHbnK7lv/AG18B6s4y0S2DfEEpSFUHxyOGt/UIxH4yNEPxNZNiqOWxeRDGFxG9wrRGK4OwBVIsrC55hJ6bX/HC8hMhVgoEccTxkTQ3ucpC6XxAZw3mx/dCqt9NcvgQyhxHkpBUFlKqBv2E0Y/5VZuOk+ud13fPMsUV2NBqsIgecZJxjG0bAczJI2IWO/3H6gnrc3OwofURMqssjO8jxNGrmzCNLSIGN/sYZOO5MRvc0o2MWZVL5MHCsxURvEqugsb+T6x7qLe3U1JouHY+UBmGbR3NyXCMikXP9Gsot0F7VS21+f4/uTBnBdSIpYm3CqQGuSxCG9wSdyQsr7nr9Hr0W1q830mnDFASXLZq6RKXdWGQYELc2JbUC+37wVrF1Go+jZyKU5UV5cMJtS5RfNggOIY2J3JO9rVtdGyk4yjbz/f6KmISumUfF9bDJq2YlUHm0rgsPrmQm2e2yi7gC9muL7gCp9DxLlTD6RlMikLDdg7xta4Yiwze3QN5tjjnc0HpdaG5i6cBJFkJkWdWn02o0zJmS8xuBGxlWQFcLCS9msQYNUwkkaOGN5XXFQdwGQi7oztZmjU2IlIF9ityDda1KvRqddB3u9V+vHv4hCUJxyNbGj49xiK6yadlEyRsy6jflBQuf0Zz0cv9wkW63BAuRxbXZnH/ZxEF7G4kmG4T3VDufew+yRQGk05jh5cmEjNmZNrxsXJLCxHmBvvcb3NPXSFgAAFUCwUABQPQAVqxcpR1Vis7JlPrHaRvaidBwa/UVdabhYFWMUAFOlY4D6PhwXtVki2pgrjzgV0CfKhtVrQo60BreMBR1rLcT47e9jQAfxbjXWxrK6zXXNQanXFqEJJoAlDXNXXBuHl2G1BcM4eXI2r0PgvCREoJG9ABGj0ojT3tTHl3qTUTUITQBay6gCq3VcQoTVa29V7sTQBLqdcTQEspNFJoyaJi4UT2oApTETXV0JNaWLg9FxcLA7UAZvT8IJ7VdaLg1uoq3i0gHaiAtAEMGkC1PSrhNqAFTZJQo3obV8SVB1rMcU8Q3vY0AWnFOOBehqgbxC19jVLqdcWNO0ekZzQBp9LxATWDi5BurAkOp9VYbg/KlxbgCrDKxP1bRAOUKxTgLlhibYMyl2Kiy7tck0bwXg2ABaneIllflpHHI6AmRygQjNSBGhyYdCc99vIKiqN04OSV+4aKu7MzEq/XMyS8vKeKSUXbTyRnklHVXLhCGVNN0c2Ed7NfEy6UyOEOog5jNrIldmhVwumkkBRllQAlwZlUm5tyCf4iIGb61Lq0S5CYIcnuuRnMkuyi+ysxsq4MFvsaYrll5giiaURxoBHtCskhXLKRe9yFC/F5SbAEkZix1VdmpT9Pzvy466FjqY7xkWniLQCGZhEiFFgbWFS+qL3SSOMsSsoHRien2Kh1UBRyItPHOhJkjdElnIu0hfJXdhdo8nRhsxVl7rePNrkoZiBIsrKss4MelQBTIVy6MQTbqQT6GomUtjGyvKrCVTJnJLJbZopIwSRJ5Mibb+Q2vax4sbT0caW+2iO9TLjILOrkKyRMWiSQNHGyyJDIkVlVZRFHieZzI3boNpV7XAJ8N6+ZWKoyMJhJPbltHAZTyxLIl/ObuGfDFd5n3Nr1Uw6hixwEQZI1JMNmGLErIJEUEqAyhg1tsgGtfcrhKTFRLEpmdJAzcgxmPnqLSoVLXjLqTcbr5wwO9PDG1pyVoaer8vDiK6UUt9S/wBNwVYwBYNjbFQuMSWvbFPa5sWJI7EUZyWPU1Yvb0/80O71q2KwOulFSqgFQTa1V6mqzVcfUd66BeZgUNq+JYAWGRZ0QbkAFmxBYgEgXIHQ9ayuq8Uehqpn8QEspJOIkiZtibKsqsTYb9AaANe3idCitkoyVTbIbEi+Pzqn1vicG9mHW3UdfSsfFrL4ZEXVpAz5KyhWhChSwNsS9yB0HXy3qNZVsu6baWZCC0bWOc5RNybmzJYC/p0tQBbavjWW+Qt63Fvzqvl1H3jb5m1QrZicXRW5OnPMMkeYYBQ48zAZG292BOAG4LWfpQOdl9WgOoiYorxBRGzEkB18rxqmKlV6mxNrUALIXtcX9Li9WPD+HFj6D1OwpvBeDGQooU5FrDFldSBIAc0PwnEXEikiwAPvsYOHRhEYq2AJvkcBkChsWBspKlgCSLEEHE0AWXBOCpEgdyo6WJIA/OrHVaoDqQu19yBt61nJDZVMgk5YJKWa3+8VmUiygk8pvezEXBsRISoIuMPrYGsVUEHltkbdVjuR6KAbbbigDQlwb2INuu+4+fpSC1UcHxDbbbS3/l0/bsuQlt262672EmuANAEUeiJo+DhXrSpUAHR6ECphCBXaVAHca6KVKgDuYpj6pR3pUqAA9RxhV71Sa/xJ6UqVAGd1vF2b1qtZmY96VKgCw4dwhnI2NbXhXA1jALDelSoAsJJPSmK5pUqAFJqgo36elUnFNTDLgHUkRsWQK8kYBKlSfIwvsT19aVKlkk1Zgd0MwHliQICbnEbk/eJ6k+5oyPw/CxDNHiQ6yeR5I1zVsgxVGAJuPTfvSpVzJHkduy3BANwBf1tv+dJnpUqc4Vmv4siDc1l+I+K+oWlSoAz+p427etAvOx6k0qVAEe/vStXKVADrH3qWPSO3QH9aVKgCy0nhh5OuVjYkWBFxexswIBGTbjfc+tavg3g5UAv8z6n50qVAGlhiWMWUU2SU0qVAEWJqOWUKNz+tKlQBRcQ4vfYXqsBY770qVAH/2Q==


Contoh terkenal dari tafsir sekular Pancasila, misalnya, dilakukan oleh konsep Ali Moertopo, ketua kehormatan CSIS yang sempat berpengaruh besar dalam penataan kebijakan politik dan ideologi di masa-masa awal Orde Baru. Mayjen TNI (Purn) Ali Moertopo yang pernah menjadi asisten khusus Presiden Soeharto merumuskan Pancasila sebagai “Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, Ali Moertopo merumuskan, bahwa diantara makna sila pertama Pancasila adalah hak untuk pindah agama. “Bagi para warganegara hak untuk memilih, memeluk atau pindah agama adalah hak yang paling asasi, dan hak ini tidak diberikan oleh negara, maka dari itu negara RI tidak mewajibkan atau memaksakan atau melarang siapa saja untuk memilih, memeluk atau pindah agama apa saja.”

Tokoh Katolik di era Orde Lama dan Orde Baru, Pater Beek S.J., juga merumuskan makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep yang netral agama, dan tidak condong pada satu agama. Ia menggariskan tentang masalah ini: “Barang siapa beranggapan Sila Ketuhanan ini juga meliputi anggapan bahwa Tuhan itu tidak ada, atheisme (materialisme); atau bahwa Tuhan berjumlah banyak (politeisme), maka ia tidak lagi berdiri di atas Pancasila. Pun pula jika orang beranggapan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa itu hanya tepat bagi kepercayaan Islam atau Yahudi saja, misalnya, maka orang semacam itu pada hakikatnya juga tidak lagi berdiri di atas Pancasila.” (J.B. Soedarmanta, Pater Beek S.J., Larut tetapi Tidak Hanyut).

Tetapi, sebagian kalangan ada juga yang memahami, bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga menjamin orang untuk tidak beragama. Drs. R.M. S.S. Mardanus S.Hn., dalam bukunya, Pendidikan—Pembinaan Djiwa Pantja Sila, (1968), menulis: “Begitu pula kita harus mengetahui, bahwa orang yang ber-Tuhan tidak sekaligus harus menganut suatu agama. Bisa saja orang itu ber-Tuhan, yaitu percaya dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak memeluk suatu agama, karena ia merasa tidak cocok dengan ajaran-ajaran dan dogma-dogma agama tertentu. Orang yang ber-Tuhan tetapi tidak beragama bukanlah seorang ateis. Pengertian ini sebaiknya jangan dikaburkan.”

Pastor J.O.H. Padmaseputra, dalam bukunya, Ketuhanan di Indonesia (Semarang, 1968), menulis: “Apakah orang yang tidak beragama harus dipandang ateis? Tidak. Karena amat mungkin dan memang ada orang tidak sedikit yang percaya akan Tuhan, tetapi tidak menganut agama yang tertentu.” (Dikutip dari buku Pantjasila dan Agama Konfusius karya RimbaDjohar, (Semarang: Indonezia Esperanto-Instituto, MCMLXIX), hal. 34-35).

Padahal, jika dicermati dengan jujur, rumusan sila Ketuhanan Yang Maha Esa ada kaitannya dengan pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Bung Hatta yang aktif melobi tokoh-tokoh Islam agar rela menerima pencoretan tujuh kata itu, menjelaskan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Allah, tidak lain kecuali Allah. Sebagai saksi sejarah, Prof. Kasman Singodimedjo, menegaskan: “Dan segala tafsiran dari Ketuhanan Yang Maha Esa itu, baik tafsiran menurut historisnya maupun menurut artinya dan pengertiannya sesuai betul dengan tafsiran yang diberikan oleh Islam.” (Lihat, Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hal. 123-125.)

Lebih jelas lagi adalah keterangan Ki Bagus Hadikusuma, ketua Muhammadiyah, yang akhirnya bersedia menerima penghapusan “tujuh kata” setelah diyakinkan bahwa makna Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tauhid. Dan itu juga dibenarkan oleh Teuku Mohammad Hasan, anggota PPKI yang diminta jasanya oleh Hatta untuk melunakkan hati Ki Bagus. (Siswanto Masruri, Ki Bagus Hadikusuma, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).

Sebenarnya, sebagaimana dituturkan Kasman Singodimedjo, Ki Bagus sangat alot dalam mempertahankan rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Sebab, rumusan itu dihasilkan dengan susah payah. Dalam sidang-sidang BPUPK, Ki Bagus dan sejumlah tokoh Islam lainnya juga masih menyimpan ketidakpuasan terhadap rumusan itu. Ia, misalnya, setuju agar kata “bagi pemeluk-pemeluknya” dihapuskan. Tapi, karena dalam sidang PPKI tersebut, sampai dua kali dilakukan lobi, dan Soekarno juga menjanjikan, bahwa semua itu masih bersifat sementara. Di dalam sidang MPR berikutnya, umat Islam bisa memperjuangkan kembali masuknya tujuh kata tersebut. Di samping itu, Ki Bagus juga mau menerima rumusan tersebut, dengan catatan, kata Ketuhanan ditambahkan dengan Yang Maha Esa, bukan sekedar “Ketuhanan”, sebagaimana diusulkan Soekarno pada pidato tanggal 1 Juni 1945 di BPUPK. Pengertian inilah yang sebenarnya lebih masuk akal dibandingkan dengan pengertian yang diajukan berbagai kalangan. (Ibid).

Dalam bukunya, Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif juga mencatat, bahwa pada 18 Agustus 1945, Soekarno sebenarnya sangat kewalahan menghadapi Ki Bagus. Akhirnya melalui Hatta yang menggunakan jasa Teuku Mohammad Hasan, Ki Bagus dapat dilunakkan sikapnya, dan setuju mengganti “tujuh kata” dengan “Yang Maha Esa”. Syafii Maarif selanjutnya menulis: “Dengan fakta ini, tidak diragukan lagi bahwa atribut Yang Maha Esa bagi sila Ketuhanan adalah sebagai ganti dari tujuh kata atau delapan perkataan yang dicoret, disamping juga melambangkan ajaran tauhid (monoteisme), pusat seluruh sistem kepercayaan dalam Islam.” Namun tidak berarti bahwa pemeluk agama lain tidak punya kebebasan dalam menafsirkan sila pertama menurut agama mereka masing-masing. (hal. 31).

Tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa identik dengan Tauhid, juga ditegaskan oleh tokoh NU KH Achmad Siddiq. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:

“Kata “Yang Maha Esa” pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata “Yang Maha Esa” merupakan penegasan dari sila Ketuhanan, sehingga rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu mencerminkan pengertian tauhid (monoteisme murni) menurut akidah Islamiyah (surat al-Ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya, maka kita bersyukur dan berdoa.” (Dikutip dari buku Kajian Agama dan Masyarakat, 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990, disunting oleh Sudjangi (Jakarta: Balitbang Departemen Agama, 1991-1992).

Jika para tokoh Islam di Indonesia memahami makna sila pertama dengan Tauhid, tentu ada baiknya para politisi Muslim seperti Aburizal Bakrie dan sebagainya berani menegaskan, bahwa tafsir Ketuhanan Yang Maha Esa yang tepat adalah bermakna Tauhid. Itu artinya, di Indonesia, haram hukumnya disebarkan paham-paham yang bertentangan dengan nilai-nilai Tauhid. Tauhid maknanya, men-SATU-kan Allah. Yang SATU itu harus Allah, nama dan sifat-sifat-Nya. Allah dalam makna yang dijelaskan dalam konsepsi Islam, yakni Allah yang satu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan; bukan Allah seperti dalam konsep kaum Musyrik Arab, atau dalam konsep lainnya.

Kata “Allah” juga muncul di alinea ketiga Pembukaan UUD 1945: “Atas berkat rahmat Allah….”. Sulit dibayangkan, bahwa konsepsi Allah di situ bukan konsep Allah seperti yang dijelaskan dalam al-Quran. Karena itu, tidak salah sama sekali jika para cendekiawan dan politisi Muslim berani menyatakan, bahwa sila pertama Pancasila bermakna Tauhid sebagaimana dalam konsepsi Islam. Rumusan dan penafsiran sila pertama Pancasila jelas tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah munculnya rumusan tersebut.

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16 Rabiulawwal 1404 H/21 Desember 1983 memutuskan sebuah Deklarasi tentang Hubungan Pancasila dengan Islam, yang antara lain menegaskan:

  1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
  2. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
  3. Bagi Nahdlatul Ulama (NU) Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.
  4. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
  5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, NU berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak. (Lihat, pengantar K.H. A. Mustofa Bisri berjudul “Pancasila Kembali” untuk buku As’ad Said Ali, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, (Jakarta: LP3ES, 2009).

Kaum Muslim perlu mencermati kemungkinan adanya upaya sebagian kalangan untuk menjadikan Pancasila sebagai alat penindas hak konsotistusional umat Islam, sehingga setiap upaya penerapan ajaran Islam di bumi Indonesia dianggap sebagai usaha untuk menghancurkan NKRI. Dalam ceramahnya saat Peringatan Nuzulul Quran, Mei 1954, Natsir sudah mengingatkan agar tidak terburu-buru memberikan vonis kepada umat Islam, seolah-olah umat Islam akan menghapuskan Pancasila. Atau seolah-olah umat Islam tidak setia pada Proklamasi. ”Yang demikian itu sudah berada dalam lapangan agitasi yang sama sekali tidak beralasan logika dan kejujuran lagi,” kata Natsir. Lebih jauh Natsir menyampaikan, ”Setia kepada Proklamasi itu bukan berarti bahwa harus menindas dan menahan perkembangan dan terciptanya cita-cita dan kaidah Islam dalam kehidupan bangsa dan negara kita.”

Natsir juga meminta agar Pancasila dalam perjalannya tidak diisi dengan ajaran-ajaran yang menentang al-Quran, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging bagi sebagian terbesar bangsa Indonesia. (M. Natsir, Capita Selecta 2).

Contoh penyimpangan penafsiran Pancasila pernah dilakukan dengan proyek indoktrinasi melalui Program P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pancasila bukan hanya dijadikan sebagai dasar Negara. Tetapi, lebih dari itu, Pancasila dijadikan landasan moral yang seharusnya menjadi wilayah agama. Penempatan Pancasila semacam ini sudah berlebihan. Di Majalah Panji Masyarakat edisi 328/1981, mantan anggota DPR dari PPP, Ridwan Saidi pernah menulis kolom berjudul ”Gejala Perongrongan Agama”. Sejarawan dan budayawan Betawi ini mengupas dengan tajam pemikiran Prof. Dardji Darmodiharjo, salah satu konseptor P-4.

”Saya memandang sosok tubuhnya pertama kali adalah pada kwartal terakhir tahun 1977 pada Sidang Paripurna Badan Pekerja MPR, waktu itu Prof. Dardji menyampaikan pidato pemandangan umumnya mewakili Fraksi Utusan Daerah. Pidatonya menguraikan tentang falsafah Pancasila. Sudah barang tentu uraiannya itu bertitik tolak dari pandangan diri pribadinya belaka. Dan sempat pula pada kesempatan itu Prof. Dardji menyampaikan kejengkelannya ketika katanya pada suatu kesempatan dia selesai ceramah tentang sikap hidup Pancasila, seorang hadirin bertanya padanya bagaimana cara gosok gigi Pancasila.”

Kuatnya pengaruh Islamic worldview dalam penyusunan Pembukaan UUD 1945 – termasuk Pancasila – terlihat jelas dalam sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Manusia Indonesia harus bersikap adil dan beradab. Adil dan adab merupakan dua kosa kata pokok dalam Islam yang memiliki makna penting. Salah satu makna adab adalah pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad saw sebagai Nabi, utusan Allah. Menserikatkan Allah dengan makhluk – dalam pandangan Muslim – bukanlah tindakan yang beradab. Meletakkan manusia biasa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan utusan Allah SWT tentu juga tidak beradab. Menempatkan pezina dan penjahat lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan orang yang bertaqwa, jelas sangat tidak beradab.

Jadi, jika Golkar atau siapa pun bersungguh-sungguh menegakkan Pancasila di Indonesia, siapkah Golkar menegakkan Tauhid dan adab di bumi Indonesia? Wallahu a’lam bil-sahawab. (Jakarta, 13 Mei 2011/NB. Paparan lebih lengkap tentang Pancasila bisa dilihat dalam buku: Adian Husaini, Pancasila bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam ( dakta.com )



READ MORE - Menjernihkan Penyimpangan Tafsir Pancasila

Apakah 20 Mai Diperingati Sebagai Kebangkitan Nasional Atau Kebangkrutan Nasional ... ???

Apakah 20 Mai Diperingati Sebagai Kebangkitan Nasional Atau Kebangkrutan Nasional ... ??? – Untuk menyegarkan ingatan kembali, tanggal 20 Mei 2011, menandai 103 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Namun dalam perjalanannya, bangsa ini bukannya semakin maju, melainkan kian terpuruk saja. Maka pantas, jika bangsa Indonesia, saat ini menyebutnya sebagai Hari Kebangkrutan Nasional.

Hal itu diungkapkan sejumlah tokoh lintas agama Graha Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Kamis (19/5) pagi dalam Refleksi Hari Kebangkitan Nasional. Tokoh lintas agama yang hadir antara lain: Ahmad Syafii Maarif (Muhammadiyah), KH. Salahudin Wahid (NU), Pdt. Andreas A. Yewangoe, Mgr. D. Martinus Situmorang, Bikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, Xs. Tjhie Tjay Ing, M. Imdadun Rahmat dan sebagainya.

Para tokoh lintas agama menilai, pertumbuhan ekonomi nasional secara kuantitatif belum terbilang berhasil. Sekitar 50% rakyat Indonesia masih hidup di bawah atau serata dengan 2 dollar per orang per hari. Yang paling serius, budaya korup telah merasuk ke dalam sendi kehidupan masyarakat. Integritas moral serta komitmen politik kerakyatan pun terancam oleh money politik. Setiap kali muncul skandal korupsi, mengakibatkan rakyat semakin kehilangan kepercayaan kepada para wakilnya.


http://www.voa-islam.com/timthumb.php?src=/photos2/indonesia-bangkit.jpg&h=235&w=355&zc=1


Tokoh lintas agama juga menilai, Sejak Orde Baru hingga kini, pelanggaran HAM serius terus menerus terjadi. Sejumah kasus seperti, kasus Trisakti, Semanggi I & II, Munir, para Tenaga Kerja Indonesia belum terselesaikan. Begitu juga dengan Lapindo, Freeport, Newmont dan sebagainya. Ironisnya, tidak ada tindakan hukum apapun terhadap mereka yang diduga sebagai pelaku.

“Kami berpendapat, situasi ini tidak boleh dibiarkan. Kalau kita tidak bangkit dari keterpurukan itu, bukannya kebangkitan, melainkan kebangkrutan nasional akan mengancam kehidupan bangsa Indonesia,” kata Ahmad Syafii Maarif.

Dikatakan Maarif, kalau kami membuka mulut, bukanlah untuk menghantam siapa-siapa, melainkan karena kami berpendapat, bahwa situasi negara kita sudah serius. Hanya pemimpin yang berani lah yang bisa menyelamatkan negara Pancasila dan bisa membawa bangsa ini keluar dari ancaman kebangkrutan nasional. “Kita butuh pemimpin yang sungguh-sungguh ingin bangkit dari kelumpuhan kepekaan moral,” jelas Maarif.

Dalam pernyataan sikapnya, Tokoh Lintas Agama menuntut pejabat public, agar tidak ragu-ragu menjalankan empat pilar kebangsaan (UUD 45, Pancasila, Bhineka Tunggal Ikan dan NKRI).Selanjutnya, mengubah arah perekonomian Indonesia, agar rakyat kecil dapat merasakan, bahwa mereka bisa maju dan hidup layak. Perubahan itu harus dikomunikasikan dengan jujur, agar tidak mengingkari ekonomi yang diamanatkan oleh konstitusi.

“Yang mendesak untuk diperbaiki adalah sektor pertanian yang menjadi lapangan kerja sebagian besar rakyat Indonesia, yang tingkat pertumbuhannya jauh di bawah rata-rata. Begitu pula sektor perindustrian, sudah menunjukkan gejala de-industrialisasi,” tegasnya ( voa-islam.com )



READ MORE - Apakah 20 Mai Diperingati Sebagai Kebangkitan Nasional Atau Kebangkrutan Nasional ... ???

Ternyata BI Sejak Awal Dikuasai Oleh Yahudi Belanda dan Sindikat Keuangan Internasional

Ternyata BI Sejak Awal Dikuasai Oleh Yahudi Belanda dan Sindikat Keuangan Internasional - Kebanyakan orang, warga negara di hampir semua negara nasional di dunia ini, tidak memahami bahwa mata uang kertas yang mereka pakai di negaranya bukanlah terbitan pemerintah setempat.

Hak monopoli penerbitan uang kertas diberikan kepada perusahan-perusahaan swasta yang menamakan dirinya sebagai "bank sentral". Sebelum ada bank sentral sejumlah bank swasta menerbitkan nota bank yang berlaku sebagai alat tukar tersebut. Dimulai di Inggris, dengan kelahiran Bank of England, hak menerbitkan uang kertas itu mulai diberikan hanya kepada satu pihak saja. Memang, kebanyakan bank sentral itu melabeli dirinya dengan nama yang berbau-bau nasionalisme, sesuai negara masing-masing.

Bank Sentral Milik Keluarga-Keluarga

Marilah kita ambil bank sentral paling berpengaruh saat ini, yaitu Federal Reserve AS, yang menerbitkan dolar AS. Saham terbesar Federal Reserve of America ni dimiliki oleh dua bank besar, yaitu Citibank (15%) dan Chase Manhattan (14%). Sisanya dibagi oleh 25 bank komersial lainnya, antara lain Chemical Bank (8%), Morgan Guaranty Trust (9%) , Manufacturers Hannover (7%), dsb. Sampai pada tahun 1983 sebanyak 66% dari total saham Federal Reserve AS ini, setara dengan 7.005.700 saham, dikuasai hanya oleh 10 bank komersial, sisanya 44% dibagi oleh 17 bank lainnya.

Bahkan, kalau dilihat dengan lebih sederhana lagi, 53% saham Federal Reserve AS dimilik hanya oleh lima besar yang disebutkan di atas. Bahkan, kalau diperhatikan benar, saham yang menentukan pada Federal Reserve Bank of New York, yang menetapkan tingkat dan skala operasinya secara keseluruhan berada di bawah pengaruh bank-bank yang secara langsung dikontrol oleh 'London Connection', yaitu, Bank of England, yang dikuasai oleh keluarga Rothschild.

Sama halnya dengan bank-bank sentral di berbagai negara lain, namanya berbau nasionalis, tapi pemilikannya adalah privat. Bank of England, sudah disebutkan sebelumnya, bukan milik rakyat Inggris tapi para bankir swasta, yang sejak 1825 sangat kuat di bawah pengaruh satu pihak saja, keluarga Rothschild. Pengambilalihan oleh keluarga ini terjadi setelah mereka mem-bail out utang negara saat terjadi krisis di Inggris. Deutsche Bank bukanlah milik rakyat Jerman tapi dikuasai oleh keluarga Siemens dan Ludwig Bumberger.

Sanghai and Hong Kong Bank bukan milik warga Hong Kong tapi di bawah kontrol Ernest Cassel. Sama halnya dengan National Bank of Marocco dan National Bank of Egypt didirikan dan dikuasai oleh Cassel yang sama, bukan milik kaum Muslim Maroko atau Mesir. Imperial Ottoman Bank bukan milik rakyat Turki melainkan dikendalikan oleh Pereire Bersaudara, Credit Mobilier, dari Perancis. Demikian seterusnya.

Jadi, 'Bank-bank Nasional' seperti ini, sebenarnya, adalah sindikat keuangan internasional, modal 'antar-bangsa' yang secara riel tidak ada dalam bentuk aset nyata (specie) apa pun, kecuali dalam bentuk angka-angka nominal di atas kertas atau byte yang berkedap-kedip di permukaan layar komputer. Bank-bank ini sebagian besar dimiliki oleh keluarga-keluarga yang sebagian sudah disebutkan di atas.

Utang-utang yang mereka berikan kepada pemerintahan suatu negara tidak pernah diminta oleh rakyat negara tempat mereka beroperasi tapi dibuat oleh pemerintahan demokratis yang mengatasnamakan warga negara. Mereka, para bankir ini, adalah orang-orang yang tidak dipilih, tak punya loyalitas kebangsaan, dan tidak akuntabel, tetapi mengendalikan kebijakan paling mendasar suatu negara. Dan, setiap kali mereka menciptakan kredit, setiap kali itu pula mereka mencetak uang baru dari byte komputer belaka.

Bank Indonesia Milik Siapa?

Kalau bank-bank sentral di negeri-negeri lain milik keluarga tertentu yang tidak memiliki loyalitas kebangsaan, siapakah yang memiliki Bank Indonesia?

Ini adalah pertanyaan valid yang seharusnya kita ajukan sebagai warga negara Republik Indonesia. Kita tahu, rupiah pun diterbitkan oleh BI, sebagai pihak yang diberi hak monopoli untuk itu. Kita tidak pernah diberitahu siapa pemegang saham BI. Tapi, marilah kita tengok sejarah asal-muasal bank sentral di Indonesia ini.

Begitu Indonesia dinyatakan merdeka, para pendiri republik baru ini, menetapkan BNI 1946 sebagai bank sentral, dan menerbitkan uang kertas pertamanya, yaitu ORI (Oeang Repoeblik Indonesia), dengan standar emas, setiap Rp 10 didukung dengan 2 gr emas. Ini artinya rupiah dijamin 1/5 gram emas per 1 rupiah.

Tapi, ketika Ir Soekarno dan Drs M Hatta menyatakan kemderdekaan RI, Pemerintah Kolonial Belanda tidak mengakuinya, apalagi menyerahkan kedaulatan republik baru ini. Belanda mengajukan beberapa syarat untuk dipenuhi, dan selama beberapa tahun terus mengganggu secara milter, dengan beberapa agresi KNIL. Akhirnya, sejarah menunjukkan pada kita, terjadilah perundingan itu, 1949, dengan nama Konferensi Meja Bundar (KMB).

Melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), 1949, disepakatilah beberapa kondisi pokok agar RI dapat pengakuan Belanda.

Pertama, penghentian Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 sebagai bank sentral republik, dan digantikan oleh N.V De Javasche Bank, sebuah perusahaan swasta milik beberapa pedagang Yahudi Belanda, yang berganti nama menjadi Bank Indonesia (BI).

Kedua, dengan lahirnya bank sentral baru itu pencetakan Oeang Republik Indonesia (ORI), sebagai salah satu wujud kedaulatan republik baru itu dihentikan, digantikan dengan Uang Bank Indonesia (direalisasikan sejak 1952).

Ketiga, bersamaan dengan itu, utang pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar AS kepada para bankir swasta itu tentunya - diambilalih dan menjadi "dosa bawaan" republik baru ini.

Kondisi ini berlangsung sampai pertengahan 1965, ketika Bung Karno menyadari kuku-kuku neokolonialisme yang semakin kuat mencenkeram bangsa muda ini. Maka, Agustus 1965, Bung Karno memutuskan menolak kehadiran lebih lama IMF dan Bank Dunia di Indonesia, bahkan menyatakan merdeka dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Sebelumnya, antara 1963-1965, Presiden Soekarno telah menasionalisasi aset-aset perusahaan-perusahaan Inggris dan Malaysia, serta Amerika; sebagai kelanjutan dari pengambilalihan aset-aset perusahaan Belanda, pada masa 1957-1958.

Tapi Bung Karno harus membayar mahal tindakan politik penyelamatan bangsa Indonesia dari kuku neokolonialisme ini: Ir Soekarno harus enyah dari Republik ini, dan itu terjadi 1967, dengan naiknya Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI ke-2. Dengan enyahnya Ir Soekarno, neokolonialsme bukan saja kembali, tetapi menjadi semakin kuat. Tindakan pertama Jenderal Soeharto, 1967, adalah mengundang kembali IMF dan Bank Dunia, dan kembali menundukkan diri sebagai anggota PBB.

Nekolonialisme Berlanjut

Berkuasanya Orde Baru, di bawah Jenderal Soeharto, menjadi alat kepanjangan neokolonilaisme melalui pemberian 'paket bantuan pembangunan'. Untuk dapat 'membangun', bagi bangsa-bangsa 'terbelakang, miskin dan bodoh, dalam definisi baru sebagai "Dunia Ketiga"' yang baru merdeka ini, tentu memerlukan uang. Maka disediakankan 'paket bantuan', termasuk sumbangan untuk mendidik segelintir elit, tepatnya mengindoktrinasi mereka, dengan 'ilmu ekonomi pembangunan', 'manajemen pemerintahan'; plus 'pinjaman lunak, bantuan pembangunan', lewat lembaga-lembaga keuangan internasional (dengan dua lokomotifnya yakni IMF, Bank Pembangunan/Bank Dunia).

Kepada segelintir elit baru ini diajarkanlah ekonomi neoklasik, dengan model pembiayaan melalui defisit-anggaran-nya, dengan teknik Repelita bersama mimpi-mimpi elusif Rostowian-nya (teori Tinggal Landas yang terkenal itu), sebagai legitimasi dan pembenaran bagi utang negara yang disulap menjadi 'proyek-proyek pembangunan' dan diwadahi dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Untuk hal-hal teknis para teknokrat tersebut, kemudian 'didampingi' oleh para konsultan spesial para economic hit men sebagaimana dipersaksikan oleh John Perkins itu. Semuanya, dilabel dengan nama indah, 'Kebijakan dan Perencanaan Publik'.

Maka, utang luar negeri Indonesia yang hanya 6.3 milyar dolar AS di akhir masa Soekarno (dengan 4 miliar dolar di antaranya adalah warisan Hindia Belanda tersebut di atas), ketika Orde Baru berakhir menjadi 54 milyar dolar AS (posisi Desember 1997). Lebih dari sepuluh tahun sesudah Soeharto lengser utang luar negeri kita pun semakin membengkak menjadi lebih dari 150 milyar dolar AS. Kita tahu, jatuhnya Jenderal Soeharto, adalah akibat "krisis moneter", yang disebabkan oleh kelakuan para bankir dan spekulan valas. Tetapi, rumus klasik dalam menyelesaikan "krisis moneter" adalah bail out, yang artinya pemerintah 'atas nama rakyat' harus melunasi utang itu. Ironisnya, langkahnya adalah dengan cara mengambil utang baru, dari para bankir itu sendiri!

Dan, bayaran untuk itu semua, dari ironi menjadi tragedi, adalah republik ini kini sepenuhnya dikendalikan oleh para bankir. Melalui letter of intent seluruh kebijakan pemerintahan RI, tanpa kecuali, hanyalah menuruti semua yang ditetapkan oleh para bankir. Dua di antaranya yang terkait dengan bank sentral dan kebijakan uang adalah:

Mulai 1999, Bank Indonesia, yang semula adalah De Javasche Bank itu, telah sama sekali dilepaskan dari Republik Indonesia. Gubernur BI bukan lagi bagian dari Kabinet RI. Ia tidak lagi harus akuntabel kepada rakyat RI.

Mulai 2011 melalui UU Mata Uang (kalau disahkan) Bank Indonesia dilegalisir sebagai pemegang hak monopoli menerbitkan uang kertas di Indonesia. Dan bersamaan dengan ini dilakukan kriminalisasi atas pemakaian mata uang lain sebagai alat tukar di Republik Indonesia. Dengan kemungkinan pengecualian atas mata uang kertas tertentu, yang bisa kita duga maksudnya, tentu saja adalah dolar AS.

Dolar Hong Kong diterbitkan oleh Bank-Bank Swasta

Kalau para wakil rakyat di DPR, yang kini tengah merampungkan UU Mata Uang, tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti semua konstelasi ini, warga Republik ini harus memahaminya. Dan, sebagai warga negara yang mengerti, kita memiliki hak asasi dan hak konstitusional untuk mengambil keputusan sendiri. ( hidayatullah.com )



READ MORE - Ternyata BI Sejak Awal Dikuasai Oleh Yahudi Belanda dan Sindikat Keuangan Internasional