Aneka Keanehan ''sweeping'' polisi ke Desa Limbang Jaya - Indonesia Police Watch menilai setidaknya ada lima keanehan pada ''sweeping'' polisi ke Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Jumat 27 Juli 2012 lalu. Operasi itu berujung kerusuhan massa yang menewaskan seorang bocah 12 tahun.

Sekitar 5.000 petani dari 21 desa di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, didampingi aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel melakukan aksi unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumsel, Jumat (20/7). ANTARA/Yudi Abdullah
Keanehan pertama, IPW mempertanyakan kesahihan laporan adanya pencurian pupuk milik PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis oleh warga. "Jika pun benar, apakah semua warga terlibat hingga harus Brimob turun tangan sweeping?" kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane saat dihubungi Tempo, Ahad 29 Juli 2012.
Keanehan kedua, soal dasar hukum hingga Polda Sumatera Selatan menurunkan Brigade Mobil ke pemukiman warga. Jika untuk mencari pencuri pupuk, kata Neta, Brimob tak cocok untuk menanganinya. Melainkan cukup memerintahkan petugas satuan reserse kriminal.
Kemudian, keanehan ketiga ( selanjutnya ) adalah alasan polisi bahwa aksi tersebut bukan penyerbuan ataupun sweeping, melainkan patroli dialogis. Polri, kata Neta, tak mengenal adanya patroli dialogis. "Kalau pun ada operasi dialogis sifatnya tertutup, dengan cara melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat," kata dia.
Keanehan keempat adalah soal siapa yang menjadi komando atas sweeping tersebut. Mustahil jika Kapolda, Direktur Operasi dan Kasat Brimob tak tahu siapa yang memerintahkan sweeping. "Apakah ada perintah dari perusahaan (PTPN VII)?" tanya Neta.
Keanehan terakhir adalah siapa yang membiayai operasi ''sweeping'' ini. Neta menduga, sebagai perusahaan yang bermasalah dengan warga, PTPN VII adalah penyandang dana dari operasi tersebut. Jika benar demikian, kata dia, itu merupakan bentuk gratifikasi atau suap. "Jadi pihak perusahaan pun juga harus diperiksa," kata dia.
Menurut Neta, bukan rahasia lagi kalau polisi sering meminta ''upah'' dari jasa pengamanan yang dilakukannya. Sebagai contoh pengamanan sebuah acara konser musik, kata dia, dalam perumusan perijinan pihak kepolisian biasa mengajukan ''kesepakatan'' dengan pihak penyelenggara. ''Kesepakatan upah'' itu meliputi biaya konsumsi, biaya transportasi, hingga honor harian untuk tiap personel. "Itu untuk konser. Tapi untuk pengamanan perusahaan ya hampir sama seperti itu," kata Neta. ( tempo.co )
Blog : Selebrity
Post : Aneka Keanehan ''sweeping'' polisi ke Desa Limbang Jaya
Sekitar 5.000 petani dari 21 desa di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, didampingi aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel melakukan aksi unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumsel, Jumat (20/7). ANTARA/Yudi Abdullah
Keanehan pertama, IPW mempertanyakan kesahihan laporan adanya pencurian pupuk milik PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis oleh warga. "Jika pun benar, apakah semua warga terlibat hingga harus Brimob turun tangan sweeping?" kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane saat dihubungi Tempo, Ahad 29 Juli 2012.
Keanehan kedua, soal dasar hukum hingga Polda Sumatera Selatan menurunkan Brigade Mobil ke pemukiman warga. Jika untuk mencari pencuri pupuk, kata Neta, Brimob tak cocok untuk menanganinya. Melainkan cukup memerintahkan petugas satuan reserse kriminal.
Kemudian, keanehan ketiga ( selanjutnya ) adalah alasan polisi bahwa aksi tersebut bukan penyerbuan ataupun sweeping, melainkan patroli dialogis. Polri, kata Neta, tak mengenal adanya patroli dialogis. "Kalau pun ada operasi dialogis sifatnya tertutup, dengan cara melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat," kata dia.
Keanehan keempat adalah soal siapa yang menjadi komando atas sweeping tersebut. Mustahil jika Kapolda, Direktur Operasi dan Kasat Brimob tak tahu siapa yang memerintahkan sweeping. "Apakah ada perintah dari perusahaan (PTPN VII)?" tanya Neta.
Keanehan terakhir adalah siapa yang membiayai operasi ''sweeping'' ini. Neta menduga, sebagai perusahaan yang bermasalah dengan warga, PTPN VII adalah penyandang dana dari operasi tersebut. Jika benar demikian, kata dia, itu merupakan bentuk gratifikasi atau suap. "Jadi pihak perusahaan pun juga harus diperiksa," kata dia.
Menurut Neta, bukan rahasia lagi kalau polisi sering meminta ''upah'' dari jasa pengamanan yang dilakukannya. Sebagai contoh pengamanan sebuah acara konser musik, kata dia, dalam perumusan perijinan pihak kepolisian biasa mengajukan ''kesepakatan'' dengan pihak penyelenggara. ''Kesepakatan upah'' itu meliputi biaya konsumsi, biaya transportasi, hingga honor harian untuk tiap personel. "Itu untuk konser. Tapi untuk pengamanan perusahaan ya hampir sama seperti itu," kata Neta. ( tempo.co )
Blog : Selebrity
Post : Aneka Keanehan ''sweeping'' polisi ke Desa Limbang Jaya
No comments:
Post a Comment