Iwan Fals dan Tragedi Cinta Atas Nama Tuhan - Orang bicara cinta atas nama Tuhannya sambil menyiksa, membunuh berdasarkan keyakinan mereka. Doa - doa bergema, mata menetes darah, satu lagi korban jatuh, tradisi lenyap dihisap marah...!!!
Lirik tersebut merupakan cuplikan dari lagu "Cinta" yang 20 tahun lalu dinyanyikan Iwan Fals sebagai lagu pamungkas saat bersama Swami (Kantata Takwa) menggelar konser di Solo (1991).
Lagu ini sendiri diciptakan secara bersama Iwan Fals, Sawung Jabo dan Naniel, di album pertama Swami. Saat ini lagu "Cinta" menjadi semacam lagu wajib nyanyian Iwan Fals saat menggelar konser. Begitupun dengan Sawung Jabo, saat menggelar pertunjukkan "Langit Merah Putih - Sirkus Barock" di Solo, Maret lalu, juga tak lupa menyelipkan lagu ini. Kini tragedi "Cinta" itu mengoyak kota Solo.
Belum hilang dalam ingatan tragedi bom bunuh diri di, masjid Polresta Cirebon, Jawa Barat, 16 April lalu. Minggu pagi (25/9/2011), kita kembali dikejutkan oleh peristiwa serupa bom bunuh diri, kali ini di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton - Solo. Apapun dalilnya, meledaknya bom kekerasan, anarkisme, terorisme serta bom bunuh diri atas nama `Cinta' berdasarkan keyakinan ideologis yang berakibat menghilangkan nyawa korban adalah tindakan biadab, terkutuk, dan sesat. Dan tidak ada satupun agama yang membenarkan itu. Agama sebagai rachmat dan pembawa damai dan cinta kasih tidak mengajarkan itu.
Di sini menunjukkan bahwa makna kata "Cinta" atas nama Tuhannya disesatkan dijadikan pembenaran keyakinan mereka untuk meletakkan tindak kekerasan, anarkisme, terorisme, sampai bom bunuh diri sebagai penghalalan segala cara terhadap objek sasaran yang dimaui. Karena apa yang dilakukan itu merupakan pengkoyak-koyakan harkat martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
Terlihat dengan jelas dari rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, kita dan bangsa ini dihadapkan pada ujian, bagaimana pluralisme, harmonisasi kerukunan umat maupun kebebasan beragama dicoreng dan dikoyak-koyak oleh fanatisme sesat berdasarkan keyakinan "Cinta" atas nama Tuhannya. Pada konteks ini kita dihadapkan pada sebuah realitas terjadinya krisis humanisme seperti yang kita rasakan saat ini. Lalu, akankah visi humanisme (kemanusiaan), manusia sebagai sahabat bagi sesamanya (homo homini socius) berbalik menjadi manusia menjadi srigala bagi sesamanya(homo homini lupus) yang siap menerkam siapa saja, sebagaimana pada kejadian tragedi meledaknya bom kekerasan, anarkisme, terorisme, dan bom bunuh diri `atas nama Tuhannya'.
Kini kita pun sedang dihadapkan pada kegamangan. Meledaknya bom Solo menyadarkan dan memperlihatkan kembali pada kita bahwa `ada apa denganmu'. Ini pula yang kemudian menjadikan potensi krisis itu terus menghantui. Dan, kesaksian nyanyian Iwan Fals dan Sawung Jabo tentang "Cinta" ini masihkah akan menjadi monster atau zombie yang menghantui kedamaian, ketenangan, harmonisasi kerukunan umat dan kebebasan beragama sebagai bangsa yang plural.
Sebagai seniman, Iwan Fals dan Sawung Jabo hanya bisa bersaksi, sebagaimana pada lantunan lagunya, "Kesaksian": Orang orang harus dibangunkan, aku bernyanyi menjadi saksi. Kenyataan harus dikabarkan, aku bernyannyi menjadi saksi! ( tribunnews.com )
Lirik tersebut merupakan cuplikan dari lagu "Cinta" yang 20 tahun lalu dinyanyikan Iwan Fals sebagai lagu pamungkas saat bersama Swami (Kantata Takwa) menggelar konser di Solo (1991).
Lagu ini sendiri diciptakan secara bersama Iwan Fals, Sawung Jabo dan Naniel, di album pertama Swami. Saat ini lagu "Cinta" menjadi semacam lagu wajib nyanyian Iwan Fals saat menggelar konser. Begitupun dengan Sawung Jabo, saat menggelar pertunjukkan "Langit Merah Putih - Sirkus Barock" di Solo, Maret lalu, juga tak lupa menyelipkan lagu ini. Kini tragedi "Cinta" itu mengoyak kota Solo.
Belum hilang dalam ingatan tragedi bom bunuh diri di, masjid Polresta Cirebon, Jawa Barat, 16 April lalu. Minggu pagi (25/9/2011), kita kembali dikejutkan oleh peristiwa serupa bom bunuh diri, kali ini di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton - Solo. Apapun dalilnya, meledaknya bom kekerasan, anarkisme, terorisme serta bom bunuh diri atas nama `Cinta' berdasarkan keyakinan ideologis yang berakibat menghilangkan nyawa korban adalah tindakan biadab, terkutuk, dan sesat. Dan tidak ada satupun agama yang membenarkan itu. Agama sebagai rachmat dan pembawa damai dan cinta kasih tidak mengajarkan itu.
Di sini menunjukkan bahwa makna kata "Cinta" atas nama Tuhannya disesatkan dijadikan pembenaran keyakinan mereka untuk meletakkan tindak kekerasan, anarkisme, terorisme, sampai bom bunuh diri sebagai penghalalan segala cara terhadap objek sasaran yang dimaui. Karena apa yang dilakukan itu merupakan pengkoyak-koyakan harkat martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
Terlihat dengan jelas dari rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, kita dan bangsa ini dihadapkan pada ujian, bagaimana pluralisme, harmonisasi kerukunan umat maupun kebebasan beragama dicoreng dan dikoyak-koyak oleh fanatisme sesat berdasarkan keyakinan "Cinta" atas nama Tuhannya. Pada konteks ini kita dihadapkan pada sebuah realitas terjadinya krisis humanisme seperti yang kita rasakan saat ini. Lalu, akankah visi humanisme (kemanusiaan), manusia sebagai sahabat bagi sesamanya (homo homini socius) berbalik menjadi manusia menjadi srigala bagi sesamanya(homo homini lupus) yang siap menerkam siapa saja, sebagaimana pada kejadian tragedi meledaknya bom kekerasan, anarkisme, terorisme, dan bom bunuh diri `atas nama Tuhannya'.
Kini kita pun sedang dihadapkan pada kegamangan. Meledaknya bom Solo menyadarkan dan memperlihatkan kembali pada kita bahwa `ada apa denganmu'. Ini pula yang kemudian menjadikan potensi krisis itu terus menghantui. Dan, kesaksian nyanyian Iwan Fals dan Sawung Jabo tentang "Cinta" ini masihkah akan menjadi monster atau zombie yang menghantui kedamaian, ketenangan, harmonisasi kerukunan umat dan kebebasan beragama sebagai bangsa yang plural.
Sebagai seniman, Iwan Fals dan Sawung Jabo hanya bisa bersaksi, sebagaimana pada lantunan lagunya, "Kesaksian": Orang orang harus dibangunkan, aku bernyanyi menjadi saksi. Kenyataan harus dikabarkan, aku bernyannyi menjadi saksi! ( tribunnews.com )
No comments:
Post a Comment