Pelajaran Politik Dari Sang Maestro - Saya sempat kaget melihat penampilan Iwan Fals di panggung yang belakangan ini kembali bersuara lantang menyikapi carut-marut kondisi sosial politik saat ini. Selama ini penyanyi balada yang lirik lagunya banyak menyuarakan kritik sosial lebih banyak diam, atau sengaja menahan diri? Tapi belakangan kayaknya ini Iwan sudah gerah dan geram tidak bisa menahan diri lagi, dan mulai bersuara lantang lagi di atas panggung. Ada kegelisahan apa denganmu Wan?
Saya bukan Fals Mania, tapi saya termasuk salah satu penggemar dari jutaan penggemar penyanyi balada Iwan Fals. Dan, salah satu lagunya bertemakan politik yang saya sukai adalah Asik Nggak Asik, di samping lagu Sumbang. Dari lirik lagu ini, saya atau kita banyak mendapat pelajaran politik dari sahabat saya, Iwan Fals. Apa yang diungkap Iwan lewat lagu ini adalah pelajaran politik berharga yang bisa dipakai sebagai bahan perenungan kita semua untuk introspeksi menuju pendewasaan berpolitik yang beretika dan bermartabat. Karena apa yang diungkapkan lewat lagu ini sebenarnya luapan kritik tajam Iwan terhadap prilaku elit politik yang hanya asyik dengan dirinya sendiri, lebih mementingkan meraup kekuasaan dan harta, ketimbang mengemban amanat rakyat.
Iwan Fals
Sebagaimana dikatakan bahwa dunia politik memang asik nggak asik. Bahkan diibaratkan bahwa dunia politik itu dunia bintang - dunia pesta pora binatang, penuh dengan intrik, seperti orang adu jangkrik kalau nggak ngilik nggak asyik. Dunia politik seperti orang main catur, kalau nggak ngatur nggak asyik. Rakyat nonton jadi supporter kasih semangat jagoannya, walau tahu jagoannya ngibul.
Seperti itukah wajah dunia politik kita? Tapi setidaknya apa yang diungkapkan penyanyi dengan jutaan massa penggemar lewat lagu Asik Nggak Asik adalah metafora politik sebagai gambaran realitas dunia perpolitikan kita saat ini. Dunia politik dunia bintang - dunia pesta pora binatang, di sini Iwan bukan bermaksud menuding bahwa dunia politik dengan aktor politikus adalah mirip dunia binatang. Menurut Iwan Fals, bahwa gambaran dunia politik tak ubahnya seperti panggung dunia binatang, mirip adu jangkrik, atau seperti orang main catur, semua itu adalah metafora politik.
Diibaratkan catur, karena permainan asah otak ini sudah begitu memasyarakat, bisa dimainkan siapa saja dari rakyat biasa sampai elit politik. Memang, dunia politik ibarat seperti orang main catur. Dalam bermain catur lebih mengutamakan kerja otak, bukan mengandalkan otot atau okol seperti panco, di mana setiap gerak langkah perlu perhitungan matang, taktik dan strategi untuk membuat lawan mati langkah, tak berdaya oleh jurus skakmat.
Tak beda di politik; Seperti orang main catur / Kalau nggak ngatur nggak asyik / Pion bingung nggak bisa mundur / Pion-pion nggak mungkin kabur / Raja tenang gerak selangkah sambil mnyematkan hadiah. Di percaturan politik nasib pion selalu disodok dikorbankan jadi umpan. Kalau di catur pion tidak bisa disogok. Sedang di percaturan politik, pion baru bergerak melangkah kalau sudah disogok. Sementara raja gerak selangkah sambil menyematkan hadiah (money politics).
Penyalagunaan kekuasaan bukan hal baru dalam praktik politik. Kalau dibilang dunia politik punya hukum sendiri, salah satu hal paling nyata yaitu kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of powers). Seperti kata Lord Acton, Powers tend to corrupt, and absolute powers corrupts. Kekuasaan cenderung berprilaku korup. Dan permainan uang adalah salah satu senjata yang paling sering digunakan dalam praktik politik.
Kita semua berharap bahwa dalam setiap event politik, baik itu di Pemilu, Pilpres, maupun Pilkada termasuk haruslah ditandai sebagai proses pembelajaran dan pendewasaan kehidupan demokrasi. Termasuk bagaimana menjadikan momentum politik lainnya yang punya muatan politis sebagai menjadi proses pembelajaran pendewasaan berpolitik, sekaligus menempatkan sebagai barometer tahapan pendewasaan dalam kehidupan demokrasi. Hendaknya proses pembelajaran berdemokrasi ini tidak diwarnai tontonan intrik adu jangkrik, menghalalkan segala cara untuk menjegal lawan politiknya, termasuk penggunaan money politics untuk memenangkan pertarungan. Penghalalan segala cara adalah naluri animals political. Berpolitik tanpa moral. Seperti kata Machiavelli, politics has no relations to moral. Pengabaian atas nilai moralitas ini yang kemudian banyak orang mengasumsikan bahwa politik itu kotor, politik itu kejam. Tapi sebenarnya yang kotor atau kejam itu bukan politiknya, tapi prilaku aktor politiknya yang mengabaikan nilai moralitas.
Dunia politik memang asyik nggak asyik, kadang asyik kadang nggak, di situ yang asyik. Meski didalamnya dipenuhi intrik dan kecurangan. Seperti kata Iwan; Colong sana colong sini atau colong-colongan / Seperti orang nyolong mangga kalau gak nyolong gak asyik. Mencuri start kampanye, memanipulasi data pemilih dan main sulap pat-gulipat dilakukan tangan-tangan setan saat penghitungan suara adalah praktek colong-colongan yang harus tetap diwaspadai.
Kalau dibilang politik kotor atau kejam, karena politik itu sendiri adalah seni, seni permainan. Sebagaimana adagium; Politics is the art of the possible (Otto von Bismarck). Segala kemungkinan bisa terjadi. Dalam politik tidak ada kawan atau lawan sejati, yang ada adalah pertarungan kepentingan meraih dan melanggengkan kekuasaan. Dan, itulah politik!
Iwan Fals memang bukan politikus, bukan pula anggota legislatif, anggota parpol atau jurkam yang kerjanya berkoar-koar mengumbar gelembung busa janji atas nama rakyat. Ia hanyalah seorang penyanyi balada yang lagu-lagunya banyak mengangkat tema sosial. Lewat media komunikasi bahasa musik dan nyanyian Iwan tak segan bersuara lantang melontarkan kritikan atas kepincangan-kepincangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan cara bernyanyi pula Iwan menjalin komunikasi soal kepincangan politik dengan publik penggemarnya. Lewat metafora politik Asik Nggak Asik, Iwan bukan bermaksud menggurui atau mengkritik bahwa itulah potret dunia perpolitikan kita.
Justru bagaimana menempatkan lagu ini bagian dari proses pembelajaran politik, bahwa dunia politik memang asyik nggak asyik. Dikatakan asyik kalau semua itu dilakukan dengan pertimbangan moral, bermartabat dan memihak kepentingan rakyat. Nggak asyiknya, kalau semua itu dilakukan menghalalkan segala cara demi kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, mengabaikan amanat rakyat.
Mari kita sikapi kembalinya Iwan Fals bersuara lantang di atas panggung ini sebagai kepedulian dan sikap kritis seniman menyikapi kondisi sosial politik di negeri ini yang kian carut-marut. Seperti kata Iwan dalam nyanyian lagu Kesaksian: Orang-orang harus dibangunkan, kesaksian itu harus dikabarkan, aku bernyanyi menjadi saksi! ( tribunnews.com )
Saya bukan Fals Mania, tapi saya termasuk salah satu penggemar dari jutaan penggemar penyanyi balada Iwan Fals. Dan, salah satu lagunya bertemakan politik yang saya sukai adalah Asik Nggak Asik, di samping lagu Sumbang. Dari lirik lagu ini, saya atau kita banyak mendapat pelajaran politik dari sahabat saya, Iwan Fals. Apa yang diungkap Iwan lewat lagu ini adalah pelajaran politik berharga yang bisa dipakai sebagai bahan perenungan kita semua untuk introspeksi menuju pendewasaan berpolitik yang beretika dan bermartabat. Karena apa yang diungkapkan lewat lagu ini sebenarnya luapan kritik tajam Iwan terhadap prilaku elit politik yang hanya asyik dengan dirinya sendiri, lebih mementingkan meraup kekuasaan dan harta, ketimbang mengemban amanat rakyat.
Iwan Fals
Sebagaimana dikatakan bahwa dunia politik memang asik nggak asik. Bahkan diibaratkan bahwa dunia politik itu dunia bintang - dunia pesta pora binatang, penuh dengan intrik, seperti orang adu jangkrik kalau nggak ngilik nggak asyik. Dunia politik seperti orang main catur, kalau nggak ngatur nggak asyik. Rakyat nonton jadi supporter kasih semangat jagoannya, walau tahu jagoannya ngibul.
Seperti itukah wajah dunia politik kita? Tapi setidaknya apa yang diungkapkan penyanyi dengan jutaan massa penggemar lewat lagu Asik Nggak Asik adalah metafora politik sebagai gambaran realitas dunia perpolitikan kita saat ini. Dunia politik dunia bintang - dunia pesta pora binatang, di sini Iwan bukan bermaksud menuding bahwa dunia politik dengan aktor politikus adalah mirip dunia binatang. Menurut Iwan Fals, bahwa gambaran dunia politik tak ubahnya seperti panggung dunia binatang, mirip adu jangkrik, atau seperti orang main catur, semua itu adalah metafora politik.
Diibaratkan catur, karena permainan asah otak ini sudah begitu memasyarakat, bisa dimainkan siapa saja dari rakyat biasa sampai elit politik. Memang, dunia politik ibarat seperti orang main catur. Dalam bermain catur lebih mengutamakan kerja otak, bukan mengandalkan otot atau okol seperti panco, di mana setiap gerak langkah perlu perhitungan matang, taktik dan strategi untuk membuat lawan mati langkah, tak berdaya oleh jurus skakmat.
Tak beda di politik; Seperti orang main catur / Kalau nggak ngatur nggak asyik / Pion bingung nggak bisa mundur / Pion-pion nggak mungkin kabur / Raja tenang gerak selangkah sambil mnyematkan hadiah. Di percaturan politik nasib pion selalu disodok dikorbankan jadi umpan. Kalau di catur pion tidak bisa disogok. Sedang di percaturan politik, pion baru bergerak melangkah kalau sudah disogok. Sementara raja gerak selangkah sambil menyematkan hadiah (money politics).
Penyalagunaan kekuasaan bukan hal baru dalam praktik politik. Kalau dibilang dunia politik punya hukum sendiri, salah satu hal paling nyata yaitu kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of powers). Seperti kata Lord Acton, Powers tend to corrupt, and absolute powers corrupts. Kekuasaan cenderung berprilaku korup. Dan permainan uang adalah salah satu senjata yang paling sering digunakan dalam praktik politik.
Kita semua berharap bahwa dalam setiap event politik, baik itu di Pemilu, Pilpres, maupun Pilkada termasuk haruslah ditandai sebagai proses pembelajaran dan pendewasaan kehidupan demokrasi. Termasuk bagaimana menjadikan momentum politik lainnya yang punya muatan politis sebagai menjadi proses pembelajaran pendewasaan berpolitik, sekaligus menempatkan sebagai barometer tahapan pendewasaan dalam kehidupan demokrasi. Hendaknya proses pembelajaran berdemokrasi ini tidak diwarnai tontonan intrik adu jangkrik, menghalalkan segala cara untuk menjegal lawan politiknya, termasuk penggunaan money politics untuk memenangkan pertarungan. Penghalalan segala cara adalah naluri animals political. Berpolitik tanpa moral. Seperti kata Machiavelli, politics has no relations to moral. Pengabaian atas nilai moralitas ini yang kemudian banyak orang mengasumsikan bahwa politik itu kotor, politik itu kejam. Tapi sebenarnya yang kotor atau kejam itu bukan politiknya, tapi prilaku aktor politiknya yang mengabaikan nilai moralitas.
Dunia politik memang asyik nggak asyik, kadang asyik kadang nggak, di situ yang asyik. Meski didalamnya dipenuhi intrik dan kecurangan. Seperti kata Iwan; Colong sana colong sini atau colong-colongan / Seperti orang nyolong mangga kalau gak nyolong gak asyik. Mencuri start kampanye, memanipulasi data pemilih dan main sulap pat-gulipat dilakukan tangan-tangan setan saat penghitungan suara adalah praktek colong-colongan yang harus tetap diwaspadai.
Kalau dibilang politik kotor atau kejam, karena politik itu sendiri adalah seni, seni permainan. Sebagaimana adagium; Politics is the art of the possible (Otto von Bismarck). Segala kemungkinan bisa terjadi. Dalam politik tidak ada kawan atau lawan sejati, yang ada adalah pertarungan kepentingan meraih dan melanggengkan kekuasaan. Dan, itulah politik!
Iwan Fals memang bukan politikus, bukan pula anggota legislatif, anggota parpol atau jurkam yang kerjanya berkoar-koar mengumbar gelembung busa janji atas nama rakyat. Ia hanyalah seorang penyanyi balada yang lagu-lagunya banyak mengangkat tema sosial. Lewat media komunikasi bahasa musik dan nyanyian Iwan tak segan bersuara lantang melontarkan kritikan atas kepincangan-kepincangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan cara bernyanyi pula Iwan menjalin komunikasi soal kepincangan politik dengan publik penggemarnya. Lewat metafora politik Asik Nggak Asik, Iwan bukan bermaksud menggurui atau mengkritik bahwa itulah potret dunia perpolitikan kita.
Justru bagaimana menempatkan lagu ini bagian dari proses pembelajaran politik, bahwa dunia politik memang asyik nggak asyik. Dikatakan asyik kalau semua itu dilakukan dengan pertimbangan moral, bermartabat dan memihak kepentingan rakyat. Nggak asyiknya, kalau semua itu dilakukan menghalalkan segala cara demi kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, mengabaikan amanat rakyat.
Mari kita sikapi kembalinya Iwan Fals bersuara lantang di atas panggung ini sebagai kepedulian dan sikap kritis seniman menyikapi kondisi sosial politik di negeri ini yang kian carut-marut. Seperti kata Iwan dalam nyanyian lagu Kesaksian: Orang-orang harus dibangunkan, kesaksian itu harus dikabarkan, aku bernyanyi menjadi saksi! ( tribunnews.com )
No comments:
Post a Comment