Apakah Rindu Soeharto Pertanda Harus Ganti Rezim ... ??? - Kerinduan masyarakat terhadap era Soeharto dinilai sebagai pertanda pemerintah harus introspeksi diri. "Apakah (karena) aspek ekonomi tidak memuaskan, atau hukum tidak ditegakkan," ujar pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro, Selasa 17 Mei 2011.
Zuhro menilai dari sisi politik, tak ada masalah besar yang dihadapi Indonesia dalam demokrasi, namun faktor penegakan hukum yang karut-marut boleh jadi menjatuhkan kredibilitas pemerintah di mata publik.
Penegakan hukum disebutnya sebagai basis demokrasi yang kuat. Penegakan hukum yang lemah membuat sistem pemerintahan menjadi lemah pula.
Pekan lalu, Indo Barometer merilis hasil survei bertajuk "Evaluasi 13 Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY-Boediono". Ternyata, Soeharto menempati urutan pertama sebagai Presiden yang paling disukai responden.
Survei yang melibatkan 1.200 orang itu dilakukan pada 25 April hingga 4 Mei. 36,54 persen memilih Soeharto sebagai presiden favoritnya, lalu Susilo Bambang Yudhoyono 20,9 persen. Berikutnya Soekarno (9,8 persen), Megawati (9,2 persen), B.J. Habibie (4,4 persen), dan Abdurrahman Wahid (4,4 persen).
Adapun tingkat kepuasan publik terhadap SBY-Boediono, yang pada Agustus 2010 berada di tingkat 50,9 persen, melorot menjadi 48,9 persen dalam survei mutakhir itu.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan mempertanyakan hasil survei Indo Barometer yang menyatakan era Soeharto lebih baik daripada pascareformasi. "Kalau era Soeharto lebih baik, saya mengajukan pertanyaan kepada hasil survei itu," kata Ramadhan.
"Apakah mereka setuju dengan adanya penembakan aktivis, penculikan aktivis, pemberangusan media massa, dan pelanggaran HAM. Setuju nggak mereka?" imbuhnya. "Kalau mereka tidak setuju, berarti hasil survei itu tidak mencerminkan rakyat."
Dari hasil survei Indo Barometer yang dirilis kemarin, Ahad 15 Mei 2011, responden yang menyatakan kondisi saat ini lebih baik hanya sebesar 22,8 persen dan 3,3 persen lainnya menyatakan Orde Lama lebih baik. Sedangkan 3,2 persen menyatakan semua pemerintahan sama buruknya dan 22,1 persen menjawab tak tahu.
Era pemerintahan Yudhoyono, menurut Ramadhan, jauh lebih baik dibandingkan era Orde Baru. Patokannya adalah angka kemiskinan yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik terus menurun. Jika ternyata hasil survei Indo Barometer menyatakan sebaliknya, kata dia, berarti sosialisasi dari tiap kementerian tidak berjalan dan "belum sampai ke masyarakat."
Politikus PDIP di DPR, Tubagus Hassanuddin, punya pendapat lain soal hasil survei itu. Menurutnya, fenomena itu lebih tepat dimaknai bahwa warga menginginkan orde yang lebih baik dari reformasi ini. "Itu bisa diartikan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono gagal dalam meningkatkan kinerjanya," ujarnya.
Siti Zuhro menilai naik-turun kepuasan masyarakat adalah hal yang wajar dan terjadi di seluruh dunia. "Seusai pemilihan umum legitimasinya tinggi, tingkat kepuasan masyarakat juga tinggi. Setelah itu angkanya turun, dan baru naik kalau membuat kebijakan bagus," tuturnya.
Bagaimanapun, dia mempertanyakan validitas jajak pendapat Indo Barometer itu. Pertama, apakah survei itu bisa mewakili pendapat seluruh rakyat Indonesia. Kedua, dia berpendapat masa Orde Baru dan reformasi tidak bisa disejajarkan untuk dibandingkan karena sangat berbeda. ( tempointeraktif.com )
Zuhro menilai dari sisi politik, tak ada masalah besar yang dihadapi Indonesia dalam demokrasi, namun faktor penegakan hukum yang karut-marut boleh jadi menjatuhkan kredibilitas pemerintah di mata publik.
Penegakan hukum disebutnya sebagai basis demokrasi yang kuat. Penegakan hukum yang lemah membuat sistem pemerintahan menjadi lemah pula.
Pekan lalu, Indo Barometer merilis hasil survei bertajuk "Evaluasi 13 Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY-Boediono". Ternyata, Soeharto menempati urutan pertama sebagai Presiden yang paling disukai responden.
Survei yang melibatkan 1.200 orang itu dilakukan pada 25 April hingga 4 Mei. 36,54 persen memilih Soeharto sebagai presiden favoritnya, lalu Susilo Bambang Yudhoyono 20,9 persen. Berikutnya Soekarno (9,8 persen), Megawati (9,2 persen), B.J. Habibie (4,4 persen), dan Abdurrahman Wahid (4,4 persen).
Adapun tingkat kepuasan publik terhadap SBY-Boediono, yang pada Agustus 2010 berada di tingkat 50,9 persen, melorot menjadi 48,9 persen dalam survei mutakhir itu.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Ramadhan Pohan mempertanyakan hasil survei Indo Barometer yang menyatakan era Soeharto lebih baik daripada pascareformasi. "Kalau era Soeharto lebih baik, saya mengajukan pertanyaan kepada hasil survei itu," kata Ramadhan.
"Apakah mereka setuju dengan adanya penembakan aktivis, penculikan aktivis, pemberangusan media massa, dan pelanggaran HAM. Setuju nggak mereka?" imbuhnya. "Kalau mereka tidak setuju, berarti hasil survei itu tidak mencerminkan rakyat."
Dari hasil survei Indo Barometer yang dirilis kemarin, Ahad 15 Mei 2011, responden yang menyatakan kondisi saat ini lebih baik hanya sebesar 22,8 persen dan 3,3 persen lainnya menyatakan Orde Lama lebih baik. Sedangkan 3,2 persen menyatakan semua pemerintahan sama buruknya dan 22,1 persen menjawab tak tahu.
Era pemerintahan Yudhoyono, menurut Ramadhan, jauh lebih baik dibandingkan era Orde Baru. Patokannya adalah angka kemiskinan yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik terus menurun. Jika ternyata hasil survei Indo Barometer menyatakan sebaliknya, kata dia, berarti sosialisasi dari tiap kementerian tidak berjalan dan "belum sampai ke masyarakat."
Politikus PDIP di DPR, Tubagus Hassanuddin, punya pendapat lain soal hasil survei itu. Menurutnya, fenomena itu lebih tepat dimaknai bahwa warga menginginkan orde yang lebih baik dari reformasi ini. "Itu bisa diartikan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono gagal dalam meningkatkan kinerjanya," ujarnya.
Siti Zuhro menilai naik-turun kepuasan masyarakat adalah hal yang wajar dan terjadi di seluruh dunia. "Seusai pemilihan umum legitimasinya tinggi, tingkat kepuasan masyarakat juga tinggi. Setelah itu angkanya turun, dan baru naik kalau membuat kebijakan bagus," tuturnya.
Bagaimanapun, dia mempertanyakan validitas jajak pendapat Indo Barometer itu. Pertama, apakah survei itu bisa mewakili pendapat seluruh rakyat Indonesia. Kedua, dia berpendapat masa Orde Baru dan reformasi tidak bisa disejajarkan untuk dibandingkan karena sangat berbeda. ( tempointeraktif.com )
No comments:
Post a Comment