Aisha Khadafy, Putri Tunggal Moammar Khadafy Tetap Cantik Walau Di Garis Depan - Anda mungkin berpikir, Aisha Khadafy, putri tunggal Pemimpin Libya Moammar Khadafy, tidak punya sesuatu lagi yang perlu dipikirkan pada hari-hari ini selain membentuk alisnya. Kenyataannya, sebagaimana dilansir Telegraph, Selasa (22/3/2011), saat kakaknya Saif tampak kusut dan kedengaran hampir sama sintingnya dengan ayahnya, Aisha berada di tengah kerumunan orang di kompleks ayahnya, Bab Al-Azizia. Ia tampak rapi. Terlepas dari kenyataan bahwa ia telah berhenti mengecat rambut pirangnya dan sekarang memakai kerudung, ia selama ini menikmati reputasinya di pers Arab sebagai "Claudia Schiffer dari Afrika Utara". Claudia Schiffer adalah supermodel asal Jerman.
Dengan gaya glamournya dan kepentingan Khadafy untuk menampilkan wajah menarik bagi dunia, anak favorit dan putri semata wayangnya itu harus menjadi penghuni lembaran halaman majalah Hello sebagaimana Ratu Rania dari Yordania. Januari lalu ada rumor singkat dan menggoda bahwa dia punya affair dengan Perdana Menteri Silvio Berlusconi yang ternyata tidak lebih dari spekulasi sembrono oleh sebuah koran Italia. Namun selain satu foto yang secara luas direproduksi di mana dia tampil kasual dengan rambut terurai, Aisha jarang tampil di depan publik.
Aisha Khadafy, Putri Tunggal Moammar Khadafy Tetap Cantik Walau Di Garis Depan
Foto glamour itu diambil sebelum tahun 2006 ketika ia menikahi Ahmed al-Gaddafi al-Qahsi, seorang sepupu dan kolonel Angkatan Darat, dan menjadi ibu dari tiga orang anak. Sejak itu dia tampil low profil, meskipun ia mengepalai Wa'tassimu, kelompok amal terbesar Libya, dan berperan (yang diberhentikan bulan lalu) sebagai Duta Niat Baik PBB.
Biografinya berjudul Putri Damai, setebal 92 halaman, yang dibuat seorang Tunisia, sayangnya tidak punya versi terjemahan. Dia hanya bersedia diwawancara Sunday Telegraph, Oktober lalu. Wawancara itu dilakukan di sofa berbentuk putri duyung di villa luasnya di pinggiran Tripoli.
Ketika ditanya bagaimana orang bereaksi ketika mereka tahu siapa dia, Aisha mengatakan, mereka "umumnya terkesiap, dan kemudian mereka menjadi sangat ramah, dan menggunakan kesempatan itu untuk mengirim ucapan kepada ayah saya. Tidak ada seorang pun yang bereaksi buruk."
Menurut Telegraph, dugaan bahwa Khadafy tua mungkin tidak begitu terkenal di dunia sebagaimana pada hari-hari ini, bisa menjelaskan mengapa Aisha mencoba untuk terbang ke Malta bulan lalu. Seperti putri Saddam Hussain, yang berlindung di Yordania, dia mungkin lebih suka untuk tidak bergabung dengan ayahnya yang dikagumi banyak orang itu pada hari-hari ini. Namun, setelah mendapati dirinya kembali, ia telah membuat yang terbaik untuk situasinya. "Saya tetap di sini," katanya kepada masyarakat Libya.
Perannya sebagai Claudia Schiffer sudah berakhir. Sekarang dia menjadi "Benazir Bhutto dari Afrika Utara", seorang perempuan yang mencoba untuk menegakkan kehormatan keluarga pada waktu yang harus membawa dia kembali ke kenangan trauma pada masa kanak-kanak. Ketika berumur 9 tahun, Aisha tidur di samping saudari adopsinya, Hana, saat anak itu tewas oleh serangan udara AS di Tripoli. "Saya terbangun karena gemuruh suara bom dan jeritan saudari saya dengan darah terpercik di badan saya." Segera setelah mengatakan hal itu ia terlihat mengepalkan tinjunya ke arah kamera.
Sejak kejadian kematian Hana, dalam beberapa acara ia memperlihatkan pembangkangannya. Tahun 2000, dua tahun setelah perjanjian damai Irlandia Utara, dia menampilkan diri sebagai tamu yang kurang bijak bagi Inggris dengan memberikan pidato yang mendukung IRA di Speakers Corner. Tahun 2004, ia mengajukan diri sebagai sukarelawan untuk menjadi salah satu tim pengacara yang membela Saddam Hussain. "Saya belajar hukum dan merasa berkewajiban untuk membela siapa pun yang merasa bahwa dia telah dituduh secara salah."
No comments:
Post a Comment