Indonesia bisa juara olimpiade internasional, tapi masih ada jutaan anak lain tak bisa sekolah - Mahalnya biaya yang ditetapkan untuk bisa menuntut ilmu di sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional atau RSBI sangat kontras dengan jumlah anak putus sekolah di Indonesia sampai saat ini, yaitu 11,7 juta jiwa. Keduanya seolah dataran luas yang dipisahkan jurang yang dalam.
Ilustrasi: Cara pemerintah menyiasati kesenjangan antara RSBI dan angka putus sekolah adalah dengan tetap berkomitmen menjalankan program wajib belajar 9 tahun.
"RSBI memang sebuah kesenjangan yang merupakan kunci pendidikan tidak maju-maju," kata pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Dr Karnadi, seusai menghadiri acara Berbagi untuk Maju, Frisian Flag Indonesia dan Hypermart Membantu Anak Indonesia untuk Tetap Sekolah, Selasa di Jakarta (3/8/2010).
"Indonesia bisa juara olimpiade di dunia internasional, tapi masih ada jutaan anak lain yang tidak bisa sekolah karena tidak mendapatkan treatment yang baik dari sekolah ataupun gurunya," ujarnya.
Menurut dia, sekolah tidak perlu dideklarasikan berstatus nasional atau internasional. Sekolah tidak perlu tambahan kata-kata RSBI.
"Contohnya anak yang sekolah di kolong jembatan, tetapi cara berpikirnya internasional. Dia bisa mengembangkan suatu sistem hingga luar negeri walaupun sekolahnya tidak ada label RSBI," kata Karnadi.
Menurutnya, cara pemerintah menyiasati kesenjangan adalah dengan tetap berkomitmen menjalankan program wajib belajar 9 tahun. Selain itu, bagi orangtua yang melarang anaknya untuk belajar, mereka perlu di-treatment kembali, termasuk para guru yang di-treatment dengan program teaching skill yang baik karena guru-guru di sekolah reguler belum tentu bisa menangani anak-anak jalanan, misalnya.
"Anak-anak kita cerdas semua. Jadi, jangan ada larangan untuk sekolah. Orang miskin juga harus sekolah," ujarnya lebih lanjut. ( kompas.com )
Ilustrasi: Cara pemerintah menyiasati kesenjangan antara RSBI dan angka putus sekolah adalah dengan tetap berkomitmen menjalankan program wajib belajar 9 tahun.
"RSBI memang sebuah kesenjangan yang merupakan kunci pendidikan tidak maju-maju," kata pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Dr Karnadi, seusai menghadiri acara Berbagi untuk Maju, Frisian Flag Indonesia dan Hypermart Membantu Anak Indonesia untuk Tetap Sekolah, Selasa di Jakarta (3/8/2010).
"Indonesia bisa juara olimpiade di dunia internasional, tapi masih ada jutaan anak lain yang tidak bisa sekolah karena tidak mendapatkan treatment yang baik dari sekolah ataupun gurunya," ujarnya.
Menurut dia, sekolah tidak perlu dideklarasikan berstatus nasional atau internasional. Sekolah tidak perlu tambahan kata-kata RSBI.
"Contohnya anak yang sekolah di kolong jembatan, tetapi cara berpikirnya internasional. Dia bisa mengembangkan suatu sistem hingga luar negeri walaupun sekolahnya tidak ada label RSBI," kata Karnadi.
Menurutnya, cara pemerintah menyiasati kesenjangan adalah dengan tetap berkomitmen menjalankan program wajib belajar 9 tahun. Selain itu, bagi orangtua yang melarang anaknya untuk belajar, mereka perlu di-treatment kembali, termasuk para guru yang di-treatment dengan program teaching skill yang baik karena guru-guru di sekolah reguler belum tentu bisa menangani anak-anak jalanan, misalnya.
"Anak-anak kita cerdas semua. Jadi, jangan ada larangan untuk sekolah. Orang miskin juga harus sekolah," ujarnya lebih lanjut. ( kompas.com )
Indonesia bisa juara olimpiade internasional, tapi masih ada jutaan anak lain tak bisa sekolah.
-- Karnadi
No comments:
Post a Comment