Mengenal Pelaku Peledakan JW Mariot. Pengeboman yang hampir dipastikan bermodus bunuh diri itu terkait jaringan Slamet Kastari di Singapura. Kastari adalah salah seorang pimpinan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) berkebangsaan Singapura. Dialah yang dituding terlibat dalam berbagai kasus teror terhadap sejumlah gedung pemerintah di Singapura pada 2001.
Sebelum ditangkap di Malaysia Mei lalu, Kastari menjadi buron sejak 2002. Pada 2006, dia tertangkap di Indonesia dan diekstradisi ke Singapura. Namun, pada Februari 2008, Kastari melarikan diri dari penjara Whitley Road Detention Center, Singapura, melalui jendela kamar mandi yang tidak terkunci. Kastari adalah gembong teroris yang paling dicari di Asia Tenggara setelah Noordin M. Top. Ada dugaan bahwa Kastari terlibat dalam kasus bom Bali 2002. Dan, Mei lalu dia bisa ditangkap kembali.
Lantas, bagaimana kaitan antara Kastari dan para pelaku pengeboman di Jakarta Jumat lalu?. Kastari punya jaringan di Singapura yang memiliki akses ke Indonesia. Salah satu di antaranya, Husaini Ismail, warga negara Singapura yang menjadi buron kasus terorisme, termasuk rencana peledakan Bandara Changi, Singapura. Husaini punya hubungan dengan Fajar Taslim di Palembang. Baik Husaini maupun Fajar sudah ditangkap. Fajar tertangkap lebih dulu. Bahkan, kasusnya sudah masuk pengadilan terkait kasus terorisme di Palembang. Sedangkan Husaini ditangkap di Purbalingga pada 21 Juni lalu. Kini dia masih dalam penyidikan.
''Sebelum ditangkap, diduga keduanya sempat berinteraksi dengan sejumlah kader JI yang direkrut Noordin M. Top,'' kata sumber tadi. Beberapa dari kader itulah yang diduga menjadi pelaku pengeboman di Jakarta Jumat lalu.
Interaksi yang terjadi antara jaringan Kastari (Husaini dan Fajar) dan pelaku pengeboman di Jakarta itu bukan dalam bentuk latihan fisik. ''Tapi, lebih pada menguatkan maknawiyahnya (kekuatan ruhiyah). Misalnya dengan memutarkan video taujih (ceramah) dari Usamah bin Laden dan video tentang jihad di Moro," kata sumber itu. Itulah yang diduga membuat yakin para pelaku atas tindakannya melakukan aksi bom bunuh diri.
"Jadi, para pelaku itu direkrut oleh Noordin, kemudian mendapatkan motivasi dari jaringannya, Kastari," tambahnya.
Dugaan bahwa pelaku adalah binaan Noordin dibenarkan Nasir Abbas, mantan anggota JI. Kata dia, pelaku yang berani meledakkan dirinya secara sadar jelas merupakan binaan gerakan bawah tanah militan versi Noordin. "Memang, ada tiga opsi siapa yang menjadi pelakunya. Yang pertama adalah pemain lama (Noordin M. Top) dan kedua adalah pemain baru binaan pemain lama,'' ujar Nasir
Yang ketiga adalah kelompok lain yang bertindak menyerupai apa yang dilakukan kelompok lama. ''Ini menilik dari motif pelaku bunuh diri yang sangat berat selain karena motif akidah," katanya.
Kendati yakin bahwa modus dan pelakunya adalah kelompok lama, Nasir belum berani memastikan. ''Lebih baik menunggu hasil pengungkapan polisi,'' ujarnya.
Pengebom Terkait Wahabi Radikal
Di bagian lain, Ketua Umum Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) Abdurrahman Assegaf kemarin (18/7) mengeluarkan pernyataan terkait dengan pengebom di Jakarta. Dia menyebut nama Nurhasbi alias Nuri Hasdi alias Nur Sahid sebagai pria yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott.
Masih menurut Abdurrahman, bersama tiga rekannya, Nurhasbi masuk ke Marriott dan menyewa Kamar 1808 pada 15 Juli. Ia membayar kas sebesar 1.400 dolar Amerika Serikat. Namun, ia menggunakan kartu tanda penduduk palsu yang beralamat di Kelurahan Pondokpinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Abdurrahman mengklaim mendapatkan data tersebut dari anggota GUII. Menurut data itu, Nurhasbi adalah anggota jaringan Jamaah Islamiyah yang direkrut Tedy alias Reno alias Mubarok yang saat ini diduga menjadi wakil Noordin M. Top, buron paling dicari. Di data itu juga diungkap sejumlah kegiatan Wahabi radikal yang mengarah pada aksi teror.
Nurhasbi, menurut data itu, tinggal di Desa Katekan, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Dia lahir di Temanggung pada 24 Juli 1974.
Nurhasbi dilaporkan mengenal pengebom Kedutaan Besar Australia, Asmar Latin Sani.dan Nurhasbi dilaporkan dilaporkan mempunyai seorang istri yang dinikahi di Klaten, Jawa Tengah, pada 2003. Namanya Ida Parwati. Menurut Abdurrahman, Nurhasbi masuk ke dalam kelompok Banten bersama Imam Samudra.
Lebih lanjut, Abdurrahman menegaskan, rencana pengeboman di Jakarta itu dijadwalkan awal Januari lalu. Tapi, pengeboman sengaja ditunda untuk menunggu momen pemilu sekaligus mengikuti rencana MU datang ke Jakarta.
Dua momen tersebut, lanjut dia, sudah dikantongi para teroris. Maka, tak heran bom diledakkan di waktu yang berdekatan dengan laga tanding MU dan timnas Indonesia. "Dari sekali tindakan, ada tiga efek yang mereka dapat," paparnya sambil menunjukkan kopi bukti temuan itu.
Tiga efek tersebut adalah merusak citra Indonesia, memunculkan ketidakpercayaan dunia terhadap Indonesia, dan menghambat investasi ke dalam negeri.
Dengan target itu, dia memastikan sudah ada rencana lain untuk mengebom lokasi berbeda. "Nggak benar SBY menjadi target. Mereka tidak peduli siapa presidennya. Tujuan mereka jelas, mendirikan negara Islam. Meski presiden bukan SBY, bakal ada pengeboman," katanya.
Dalam bukti-bukti tersebut diterangkan hubungan Wahabi radikal dengan Al Qaidah, struktur organisasi beserta tugas dan fungsi pengurus, sekaligus pencarian pendanaan untuk aksi teror. Termasuk sejumlah tempat yang biasa digunakan kelompok itu untuk berkumpul.
Pola tindakan kelompok tersebut memang berubah. Mereka tidak lagi mengebom secara serampangan. Mereka telah mempelajari semua suasana politik dan lokasi target. Hotel JW Marriott dijadikan target pengeboman karena dianggap sebagai salah satu ikon Amerika. Namun, bisa pula target melebar pada tempat lain selama punya keterkaitan dengan Amerika.
Abdurrahman menjelaskan memiliki bukti tersebut sejak beberapa hari lalu. Dia sengaja tidak menyerahkan karena yakin bahwa Badan Intelijen Negara memilikinya pula. "Ternyata, mereka tidak ada. Itu baru ketahuan bahwa BIN kita tidak bisa kerja. Data sebanyak itu, mereka tidak tahu," ulasnya.
Mengarah Noordin
Walu sejauh ini, belum ada satu pun kelompok yang mengklaim bertanggung jawab dalam ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Tetapi, kecurigaan kuat langsung mengarah kepada Noordin M. Top.
Warga Malaysia yang buron dalam sejumlah teror bom di Indonesia itu diduga kuat sebagai otak di balik ledakan dua hotel mewah di Jakarta Jumat lalu (17/7) tersebut. Dia disebut-sebut memimpin kelompok sempalan jaringan militan Jamaah Islamiyah (JI) di Asia Tenggara.
Seorang polisi yang ikut menyelidiki ledakan bom itu juga membeberkan kepada The Associated Press bahwa Noordin menjadi tersangka utama. ''Dengan mempertimbangkan target (sasaran), lokasi, dan isi bomnya, itu amat jelas pekerjaan Noordin,'' katanya sambil meminta namanya dirahasiakan.
Dia menuturkan, polisi telah menyita sejumlah catatan tulisan tangan, sebuah ponsel, dan sebuah bom rakitan dalam tas laptop yang ditemukan di kamar 1808 Hotel Marriott, tempat pelaku menginap sebelumnya.
Dugaan yang sama dilontarkan Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Polhukam Ansyaad Mbai. Kepada kantor berita AFP, Mbai menyebut terdapat bukti kuat bahwa Noordin berada di balik serangan bom tersebut. ''Bom rakitan dan taktik pengeboman bunuh diri menjadi ciri khasnya,'' ujarnya.
Menurut Mbai, modus operandi serangan bom di dua hotel Jumat lalu termasuk konvensional. Tetapi, caranya lebih canggih, yakni menyusup ke wilayah sasaran. ''Sebelumnya, pengeboman bunuh diri dilakukan dari luar atau halaman depan hotel. Tapi, kali ini pelaku berhasil mengelabui ketatnya sistem keamanan dan mendekati target mereka,'' paparnya.
Bom tersebut dilaporkan mirip dengan yang digunakan dalam sejumlah teror sebelumnya yang dilakukan Noordin. Bom seperti itu juga ditemukan di sebuah pondok pesantren di Cilacap, Jateng, pekan lalu. Saat itu, seorang wanita yang diduga istri Noordin ditangkap.
''Saya tak bilang serangan bom (di Jakarta) itu aksi pembalasan atas penangkapan sebelumnya. Tapi, saya optimistis polisi kini makin dekat dalam upaya penangkapan Noordin,'' tutur Mbai.
Dia juga menuturkan, serangan bom di dua hotel itu membuktikan bahwa kelompok Noordin masih mampu melancarkan operasi, meski polisi maupun petugas Densus 88 berhasil memorak-porandakan jaringan teroris tersebut. ''Dalam empat tahun ini, tidak ada serangan teroris signifikan (di Indonesia),'' tegasnya.
Tapi, Mbai mengakui bahwa bukan berarti kelompok tersebut telah berhenti atau mati. ''Tak ada serangan yang signifikan karena polisi berhasil menggagalkan mereka. Meski begitu, kelompok itu secara konsisten terus menyiapkan aksi dan serangan,'' tambahnya. [ berbagai sumber ]
No comments:
Post a Comment