Keterkaitan Olah Raga Dengan Musik. Blantika musik baru saja kehilangan dua seniman besarnya. Michael Jackson dan Mbah Surip, semoga diterima di sisi-Nya. Mereka banyak penggemar.
Namun penggemar sepakbola ternyata bisa juga dipandang berbakat jadi musisi. Mereka kemungkinan dapat diorbitkan dan terkenal menggantikan ketenaran Jacko dan si Mbah.
Penonton bola telah menyanyikan lagu-lagu ciptaan sendiri sambil bergoyang tari-menari kian ke mari. Lagunya berupa yel-yel bergemuruh, yang sering dikumandangkan di seantero stadion, sementara para pemain berkutat keringat memperebutkan si kulit bundar secara ngos-ngosan. Aksi tarian mereka bahkan mungkin pantas dibandingkan konfigurasi racikan seorang koreografer kondang.
"Yoo ayo, ayo Indonesia, kuingin kita harus menang," itu satu yel. Yel lainnya berbunyi, "Garuda di dadaku, Garuda dalam hatiku, kuyakin hari ini pasti menang..." meniru irama lagu tradisional Apuse Kokondao dari Papua.
Banyak pula penonton nyentrik di panggung olahraga rakyat ini. Sementara kini di Bogota ada suporter berjulukan Si Manusia Burung setia menonton sambil berjingkrak-jingkrak di kursinya, di Bandung ada Ihin Ronaldinho.
Dulu di Kota Pempek, penonton sering mengajak Bung Amat, seorang tukang obat yang terkenal kondangnya berjualan di bawah Jembatan Ampera, untuk mendukung kesebelasan lokal kesayangan warga setempat. Biasanya, si Bung yang tiap hari kerjanya teriak-teriak di kakilima, itu jadi penonton paling bersemangat menjerit. Tingkat desibel jeritannya malah tak kira-kira tingginya.
"Lari dong, daripada lu naik ojek...," teriak si Bung, yang kini telah tiada. Dan, pendukung lain di sebelah-menyebelah dengan sopan menimpali senyum. Ada juga tawa, "Yihi, yihi...".
Di seberang benua, yel-yel terkenal itu selalu berkumandang mengiringi langkah kaki para pemain memasuki lapangan. "You'll never walk alone, my friend, olala...," senandung suporter Liverpool. Beberapa pihak musuh pernah mengakui rasa ngeri demi mendengar getaran bernuansa magis yang disenandungkan puluhan ribu orang.
Lagu itu barangkali serupa irama mars perang tentara Romawi kuno. Siapa yang berani melawan? Kota pelabuhan Liverpool selain terkenal dengan klub sepakbolanya, juga menelurkan grup band legendaris The Beatles.
Berikutnya, menjauh ke Bundesliga di Jerman. Anda dengar nyanyian pencinta fanatik Bayern Muenchen. Tatkala mereka menyaksikan tampilnya striker Iran yang jangkung mencium buku jari tangannya, lalu melambaikannya kepada mereka? Kaum Muenchener maniak mulai berlagu, "Ali, Ali, Ali, Ali Daei," menjiplak tonasi senandung kanak-kanak menyambut akhir pekan, "Holy-holy-holy-holiday...".
Juga, terdapat contoh lain keterkaitan sepakbola dengan musik. Begitu banyaknya.
Kevin Keegan pernah merekam album yang laris di pasaran. Para pemain asal klub Manchester United malah mempunyai orkes sendiri dan Rio Ferdinand cs masih sering latihan rutin di studio. Adjat Sudradjat bintang bola dari Persib Bandung mengajak Hetty Koes Endang berduet secara komersial. Terakhir, Julio Iglesias, biduan romantik, merupakan bekas penjaga Real Madrid yang patah kaki dan menggantung sepatu, kemudian beralih karir jadi penyanyi.
Atau, bila dikata sedikit khayal, hentakan kaki ribuan suporter yang kesal serta desir angin bertiup "wuss" dari para penonton yang tegak-duduk ganti-berganti memainkan ombak ala Meksiko, boleh dirasa bernuansa serenade. Tak kalah indahnya ketimbang simfoni Chopin dan Mozart.
Masih banyak hal yang mampu dijadikan sebagai ilustrasi kisah percontohan. Sebanyak "menyemutnya" penonton sepakbola yang berduyun-duyun bertandang ke stadion. Setelah Michael Jackson dan Mbah Surip pergi, pasti muncul seribu superstar lain lagi di blantika musik seperti silih-berganti datang dan perginya bintang-bintang sepakbola menendang si kulit bundar di lapangan hijau.
Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan. Inilah lagu yang kami persembahkan menemani perjalanan Anda hari ini. Jreeng! [ okezone.com ]
Namun penggemar sepakbola ternyata bisa juga dipandang berbakat jadi musisi. Mereka kemungkinan dapat diorbitkan dan terkenal menggantikan ketenaran Jacko dan si Mbah.
Penonton bola telah menyanyikan lagu-lagu ciptaan sendiri sambil bergoyang tari-menari kian ke mari. Lagunya berupa yel-yel bergemuruh, yang sering dikumandangkan di seantero stadion, sementara para pemain berkutat keringat memperebutkan si kulit bundar secara ngos-ngosan. Aksi tarian mereka bahkan mungkin pantas dibandingkan konfigurasi racikan seorang koreografer kondang.
"Yoo ayo, ayo Indonesia, kuingin kita harus menang," itu satu yel. Yel lainnya berbunyi, "Garuda di dadaku, Garuda dalam hatiku, kuyakin hari ini pasti menang..." meniru irama lagu tradisional Apuse Kokondao dari Papua.
Banyak pula penonton nyentrik di panggung olahraga rakyat ini. Sementara kini di Bogota ada suporter berjulukan Si Manusia Burung setia menonton sambil berjingkrak-jingkrak di kursinya, di Bandung ada Ihin Ronaldinho.
Dulu di Kota Pempek, penonton sering mengajak Bung Amat, seorang tukang obat yang terkenal kondangnya berjualan di bawah Jembatan Ampera, untuk mendukung kesebelasan lokal kesayangan warga setempat. Biasanya, si Bung yang tiap hari kerjanya teriak-teriak di kakilima, itu jadi penonton paling bersemangat menjerit. Tingkat desibel jeritannya malah tak kira-kira tingginya.
"Lari dong, daripada lu naik ojek...," teriak si Bung, yang kini telah tiada. Dan, pendukung lain di sebelah-menyebelah dengan sopan menimpali senyum. Ada juga tawa, "Yihi, yihi...".
Di seberang benua, yel-yel terkenal itu selalu berkumandang mengiringi langkah kaki para pemain memasuki lapangan. "You'll never walk alone, my friend, olala...," senandung suporter Liverpool. Beberapa pihak musuh pernah mengakui rasa ngeri demi mendengar getaran bernuansa magis yang disenandungkan puluhan ribu orang.
Lagu itu barangkali serupa irama mars perang tentara Romawi kuno. Siapa yang berani melawan? Kota pelabuhan Liverpool selain terkenal dengan klub sepakbolanya, juga menelurkan grup band legendaris The Beatles.
Berikutnya, menjauh ke Bundesliga di Jerman. Anda dengar nyanyian pencinta fanatik Bayern Muenchen. Tatkala mereka menyaksikan tampilnya striker Iran yang jangkung mencium buku jari tangannya, lalu melambaikannya kepada mereka? Kaum Muenchener maniak mulai berlagu, "Ali, Ali, Ali, Ali Daei," menjiplak tonasi senandung kanak-kanak menyambut akhir pekan, "Holy-holy-holy-holiday...".
Juga, terdapat contoh lain keterkaitan sepakbola dengan musik. Begitu banyaknya.
Kevin Keegan pernah merekam album yang laris di pasaran. Para pemain asal klub Manchester United malah mempunyai orkes sendiri dan Rio Ferdinand cs masih sering latihan rutin di studio. Adjat Sudradjat bintang bola dari Persib Bandung mengajak Hetty Koes Endang berduet secara komersial. Terakhir, Julio Iglesias, biduan romantik, merupakan bekas penjaga Real Madrid yang patah kaki dan menggantung sepatu, kemudian beralih karir jadi penyanyi.
Atau, bila dikata sedikit khayal, hentakan kaki ribuan suporter yang kesal serta desir angin bertiup "wuss" dari para penonton yang tegak-duduk ganti-berganti memainkan ombak ala Meksiko, boleh dirasa bernuansa serenade. Tak kalah indahnya ketimbang simfoni Chopin dan Mozart.
Masih banyak hal yang mampu dijadikan sebagai ilustrasi kisah percontohan. Sebanyak "menyemutnya" penonton sepakbola yang berduyun-duyun bertandang ke stadion. Setelah Michael Jackson dan Mbah Surip pergi, pasti muncul seribu superstar lain lagi di blantika musik seperti silih-berganti datang dan perginya bintang-bintang sepakbola menendang si kulit bundar di lapangan hijau.
Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan. Inilah lagu yang kami persembahkan menemani perjalanan Anda hari ini. Jreeng! [ okezone.com ]
No comments:
Post a Comment