Jangan Memilih Cina Kafir

Jangan Memilih Cina Kafir - Begitu gempitanya sekarang serangan yang ditujukan kepada umat Islam, yang terkait dengan keyakinan mereka. Agar melepaskan keyakinan mereka. Memilih pemimpin jangan dikaitkan dengan agama. Umat Islam diminta agar tidak mengkaitkan masalah politik dengan agama.

Umat Islam agar melepaskan soal politik dengan agama. Muncul penelanjangan terhadap umat Islam dan tokoh-tokohnya, terkait dengan pernyataan dari Oma Irama, yang menegaskan, "Jangan Memilih Cina Kafir".


http://www.voa-islam.com/timthumb.php?src=/photos2/pagi-indah.jpg&h=235&w=355&zc=1


Pernyataan Oma itu, membuat respon dari kalangan para pendukung Jokowi-Ahok, meluap bagaikan air bah. Media massa berada dibelakang Jokowi-Ahok. Mereka sangat tersentak dengan pernyataan Oma itu. Seakan mereka tidak dapat menerima dengan pernyataan Oma, yang tak lain, hanya mengutip sebuah ayat al-Qur'an belaka.

Sekarang para pendukung Jokowi-Ahok dengan begitu sangat luar biasa melakukan pembelaan. Terkait dengan pernyataan dari Oma, yang melarang umat Islam memilih pemimpin kafir. Tidak memilih tokoh yang tidak seiman dan seaqidah. Ini dianggap sebagai sebuah kampanye SARA.

Masalahnya salahkah Oma menyampaikan seruan kepada umat Islam tidak memilih pemimpin seaqidah dan seiman? Apakah tindakan Oma itu sebagai kampanye SARA? Apakah yang dilakukan Oma itu, sebagai sebuah kejahatan?

Kalangan pendukung Jokowi-Ahok yang mengatakan merasa sangat anti terhadap kampanye SARA, dan melihat justeru para tokoh Islam dan sebagaian pemimpin Islam, itu tidak layak, dan bahkan banyak diantara mereka yang melakukan tindakan tidak patut, seperti korupsi dan mencuri uang negara dan lainnya. Mereka begitu vokalnya di telivisi melakukan pembelaan terhadap Jokowi-Ahok.

Di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dalam kehidupan ini, segalanya tidak dapat dilepaskan dengan Islam, sebagai statusnya. Tetapi, mereka yang sudah mendapatkan status beragama Islam, apakah mereka sudah mempraktekan dan mengamalkan ajaran Islam secara sempurna? Apakah mereka yang disebut sebagai penganut Islam sudah mengamalkan ajaran agamanya? Tidak berbuat jahat? Banyak di negeri ini yang beragama Islam, hanya sebagai status, tanpa mengamalkan ajarannya.

Sama halnya, kalau Rabbi, Pastur, Pendeta, Bikshu, Polisi, Tentara, Presiden, melakukan kejahatan, dapatkah mereka yang menjadi tertuduh itu agamanya, lembaganya, pangkatnya atau perbuatannya? Bukan orangnya atau pelakunya?

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka tak bisa dilepaskan individu itu dengan status agamanya. Pelacur, kalau ditanya agamanya pasti, mengaku agamanya Islam. Tukang copet, yang tertangkap, kalau ditanya agamanya, pasti mengaku agamanya Islam. Maling dan rampok, kalau ditanya agamanya, pasti mengaku agamanya Islam. Tukang mabok, peminum yang melakukan kejahatan, kalau ditanya agamanya pasti mangaku Islam. Koruptor, kalau ditanya agamanya, pasti mengaku agamanya Islam.

Lalu. Orang cina yang gemar menyogok dan menyuap, dan menjadikan sogok dan suap sebagai bagian dari pola bisnis mereka. Apakah kalau membicarakan karakter orang cina yang gemar menyogok dan menyuap itu SARA?

Selanjutnya, apakah kalau membicarakan orang cina yang membuat pabrik narkoba, dan memperdagangkan, menyelundupkan narkoba, lewat bandara, pelabuhan yang dalam jumlah serta skalanya sangat besar, itu SARA? Apakah kalau membicarakan tempat-tempat hiburan dan maksiat di berbagai tempat di Jakarta yang menjadi peredaran narkoba, dan tempat-tempat lainnya, yang umumnya dimiliki orang cina, itu termasuk SARA? Di Malaysia orang yang tertangkap membawa "dadah", satu gram saja sudah digantung. Tapi, di Indonesia, mereka memiliki narkoba dalam skala besar, bisa bebas, dan hanya dihukum beberapa tahun, serta bisa keluar dari penjara.

Bagaimana para pengusaha cina yang lari ke luar negeri dengan membawa hasil curiannya dari Indonesia ke luar negeri? Termasuk kasus BLBI?

Mereka menghabiskan uang negara yang tidak sedikit, di mana pemerintah di era Soeharto mengeluarkan dana talangan bagi bank-bank yang terkena krisis, dan jumlahnya mencapai Rp 650 triliun. Sebagian di markup. Sekarang mereka lari keluar negeri, yang sudah menerima dana BLBI. Salah satu diantaranya Syamsul Nursalim. Apakah kalau mengatakan Syamsul Nursalim sebagai penjahat itu, sebagai SARA? Apakah kalau membicarakan kasus Century yang melibatkan tokohnya Robert Tantular itu SARA? Apakah kalau membicarakan Eddy Tansil yang membawa kabur keluar negeri uang triliun itu juga SARA? Apakah Tati Murdaya Poo yang sudah tersangka oleh KPK, karena diduga menyogok seorang bupati, itu SARA?

Para "taipan" (konglomerat) cina yang mengawali usahanya di Indonesia, dan sesudah mereka menjadi "taipan", kebanyakan mereka menyimpan harta kekayaannya di luar negeri, mereka ibaratnya seperti parasit. Sementara itu, para pribumi menjadi "jembel".

Liem Sioe Liong dan lain-lainnya, mulai-mulai berusaha di Indonesia, dan menjadi "taipan" dengan dukungan kekuasaan Jenderal Soeharto. Tetapi, sesudah menjadi "taipan", lari ke Singapura. Banyak Liem-Liem lainnya. Berapa asset yang berasal dari Indonesia yang sekarang mangkal di Singapura? Apakah kalau membicarakan soal ini termasuk SARA?

Kemudian, Soekarno beragama Islam, Soeharto beragama Islam, Abdurrahman Wahid beragama Islam, Megawati beragama Islam, dan SBY beragama Islam. Dapatkah mereka menjadi representasi (mewakili) Islam? Para menteri, gubernur, anggota DPR, bupati, dan Walikota, mayoritas beragama Islam. Dapatkah mereka diklaim sebagai representasi Islam?

Sekarang, seperti menjadi alergi, ketika Oma mengatakan jangan memilih pemimpin kafir, dan tidak seiman dan seaqidah. Hanya boleh berbicara visi dan program.

Adakah Soekarno tidak memiliki visi dan program? Apakah Soeharto tidak mimilik visi dan program? Soeharto memiliki visi dan program. Dijabarkan dalam Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Abdurrahman Wahid, memiliki visi dan program. Megawati memiliki visi dan program. SBY memiliki visi dan program.

Tetapi semuanya hanya berakhir dengan bencana. Pemerintahan Soekarno berakhir dengan bencana. Di mana terjadi pemberontakan PKI, tahun l965. Soeharto pemerintahannya berakhir dengan bencana. Dengan krisis ekonomi yang membuat kehidupan rakyat porak poranda. Megawati berakhir dengan bencana. Asset negara habis dijual. Abdurrahman Wahid. Negara menjadi amboradul. Kacau balau. SBY korupsi beranak pinak. Kehidupan semakin sengsara.

Lalu. Mengapa tidak boleh berbicara agama (Islam)? Semua hanya boleh berbicara tentang visi dan program. Tetapi semuanya berujung dengan kegagalan. Seakan ketika Oma berbicara tentang agamanya, sebagai sebuah kejahatan. Program apa yang akan dibawa Jokowi untuk Jakarta? Seakan Jokowi menjadi "dewa" penyelamat Jakarta? Solo yang menjadi atelese politik Jokowi, seakan-akan sebuah keajaiban yang akan mengubah Jakarta.

Orang Islam dan pribumi mau dijadikan budak dan kuli di negeri sendiri, sebelum mereka menjadi budak alias jongos, maka yang mereka lakukan dengan cara menelanjangi iman dan aqidah mereka. Dengan membayar para vokalis, dan berbicara di media-media, yang mengaku-ngaku Muslim dengan cara menalanjangi orang Islam, dan dengan stigma yang negatif.

Prolognya (permulaannya) di pemilukada DKI, sebelum pemilihan pemilu dan pemilihan presiden di tahun 2014 nanti. Karena, DKI menjadi barometer politik nasional. Menguasai DKi Jakarta berati menguasai Indonesia. Bagaimana melumpuhkan secara total orang-orang yang masih beriman dan beraqidah di DKi Jakarta ini. Jakarta menjadi pusat ekonomi dan politik. Sebanyak 80 persen, uang beredar di Jakarta. Keputusan politik di Jakrta. Jadi menguasai Jakarta berarti menggenggam Indonesia.

Muslim kalau sudah tidak memiliki iman dan aqidah, maka mereka dengan mudah menjadi budak dan jongos orang-orang kafir. Karena, mereka dengan mudah dibayar dan dibeli dengan uang, sekalipun mereka akan menjadi manusia yang paling hina dimuka bumi ini. ( voa-islam.com )


Blog : Selebrity
Post : Jangan Memilih Cina Kafir



Mungkin Artikel Berikut Juga Anda Butuhkan...!!!



5 comments:

  1. INDONESIA ADALah NEGARA BERDASARKAN PANCASILA. DAN BHINIKA TUNGGAL IKA... Harusnya Orang yang Gak bisa menjunjung Tinggi Dasar Negara Kita yaitu Pancasila dan Bhinika Tunggal IKA, sebaiknya Pergi saja dari INDONESIA, ingat saat Perang Kemerdekaan mengusir penjajah itu dari berbagai AGAMA dan SUKU Bersatu demi INdonesia

    ReplyDelete
  2. anda tau kenapa hal tersebut bisa gagal....kan secara tersirat itu sudah sedikit anda sebutkan. bahwa memilih pemimpin itu memang harus muslim....tapi itu saja belum lengkap...masih sepotong kecil jika di pandang dari sudut pandang aqidah islam...masih banyak syarat syarat yang lain...semisal...beriman dan beramal saleh....menjunnjung tinggi syariat islam...dan mengamalkannya seluas2nya syariat islam...jadi muslim saja belum cukup jika hobinya maksiat...hobinya mencuri uang rakyat...berlaku tidak adlil...dan sebagainya...jadi tidak ada artinya hal tersebut selama kita menggunakan peraturan bukan didasarkan dari Al-qur'an

    ReplyDelete
  3. Penjelasan Prof. Dr. H. Hamka Haq, MA
    OPINI | 09 August 2012 | 13:24 Dibaca: 2125 Komentar: 35 4 dari 5 Kompasianer menilai bermanfaat

    1344490691197030209

    I. Untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an tentang “PEMIMPIN”, harus dilihat dari konteksnya di zaman Nabi SAW, yakni konteks penjajahan Romawi atas sebahagian negeri Arab dan konteks kepemimpinan yang berlaku umum dalam bentuk kekaisaran atau kerajaan. Untuk zaman itu, ayat-ayat tentang kepemimpinan mengandung anjuran menghindari memilih orang Yahudi dan Kristen yang waktu itu berpihak pada Romawi yang menzalimi bangsa Arab. Dalam konteks “KEZALIMAN” itulah, ayat-ayat Al-Qur’an melarang memilih non Muslim menjadi pemimpin, seperti dalam Q.S.Ali Imran:28, Q.S.Al-Nisa: 138-139, Q.S.Al-Nisa:144, Q.S.Al-Ma’idah: 51, dll.

    II. Adapun dalam konteks KEDAMAIAN bagi bangsa yang masyarakatnya plural, seperti masyarakat Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW yang di dalamnya umat Islam mempelopori kebersamaan dengan umat Yahudi dan Kristen, maka berlakulah hukum rukhshah (kemudahan), yakni umat Islam dibolehkan bekerjasama dan memilih PENDAMPING Pemimpin yang adil dari kalangan non Muslim. Dalam kondisi seperti inilah, berlaku pesan-pesan ayat Al-Qur’an sebagai berikut:

    Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik (bekerjasama) dan berlaku adil terhadap orang-orang (umat agama lain) yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S.Al-Mumtahanah: 8);

    Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani (Kristen)“. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena mereka tidak menyombongkan diri. (Q.S.Al-Ma’idah: 82).

    Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.Al-Ma’idah:8). Dalam Tafsir Al-Qurthubi Juz 6 hal. 110, ditegaskan bahwa perbedaan agama tidak boleh menjadi penghalang bagi umat Islam berbuat adil (bekerjasama) dengan umat agama lain.

    III. Maka, berdasarkan ajaran Islam di atas, warga Muslim Jakarta dibolehkan memilih Pemimpin (Gubernur) yang bekerjasama dengan umat agama lain (wakil gubernur non muslim) mengingat kondisi Jakarta dewasa ini adalah masyarakat plural yang damai, sebagaimana Rasulullah SAW juga membangun masyarakat plural di Madinah. Apalagi, jabatan Gubernur & Wakil Gubernur, bukanlah Kaisar dan Raja yang berkuasa absolut, tapi kekuasaannya terbatas hanya pada kekuasaan eksekutif di DKI Jakarta saja, tidak sekaligus membawahi kekuasaan legislatif dan yudikatif.

    IV. SELAMAT MEMILIH GUBERNUR & WAKIL GUBERNUR, DEMI KESEJAHTERAAN, KEDAMAIAN DAN KERJASAMA SEMUA WARGA JAKARTA, TANPA MEMBEDAKAN AGAMA DAN ETNISNYA. WLLAHU A’LAMU BI AL-SHAWAB.

    JAKARTA, 20 JULI 2012

    KETUA UMUM BAITUL MUSLIMIN INDONESIA

    PROF. DR.H. HAMKA HAQ, MA

    ReplyDelete
  4. Beberapa Syarat Kepemimpinan dalam ISlam

    Beberapa ulama' memberi kelengkapan syarat. Pertama, yaitu seorang pemimpin mesti mewarisi sifat-sifat Nabi Muhammad SAW seperti jujur, cerdas (memiliki pengaetahuan dan kecakapan dalam memimpin), amanah (dapat dipercaya), dan tabligh (mampu berkomunikasi baik dengan semua orang dari berbagai strata sosial, termasuk kepada para stafnya).

    Ciri kepemimpinan Rasul ini menurut para ulama' harus dimiliki karena, seorang pemimpin dalam perspektif Islam berposisi sebagai Khalifah al-Nubuwwah.

    Kedua, selain itu, potret kehidupan para khalifah terdahulu yang penuh kesadaran dan kesederhanaan menjadi kaca bagi para pemimpin saat ini. Khalifah 'Umar bin Khattab r.a misalnya, setiap malam beliau berkeliling kota Madinah untuk memastikan rakyatnya dalam kondisi aman dan terpenuhi kebutuhan makanannya.

    Dalam dinasti 'Umayyah, sosok 'Umar bin 'Abdul Aziz, yang masyhur dengan julukan 'Umar ke-dua karena sifat dan karakternya mewarisi 'Umar bin Khattab r.a, terkenal dengan zuhud dan wara'nya. Padahal, kekhilafahannya pada saat itu mencapai zaman keemasan dan puncak kejayaan. Akan tetapi ia tidak larut dan lalai menikmati kekayaan negaranya.

    Kesederhanaannya itu dibuktikan dengan kesahajaan memegang harta. Harta pribadi dan keluarganya diserahkan seluruhnya ke Baitul Maal. Suatu hari salah satu kerabatnya memberi hadiah buah apel, namun beliau menolak secara halus – meskipun di hari itu ia betul-betul sangat menginginkan untuk mencicipi buah apel. Beliau menolak hadiah tersebut karena khawatir hal itu menjadi risywah (suap), padahal kerabat beliau tidak bermaksud memberi suap.

    Secara umum dapat disimpulkan, sosok figur pemimin ideal menurut perspektif Islam adalah; calon pemimpin haruslah seorang Muslim yang konsisten menjalankan perintah agama (isiqamah) dan tidak tiranik/berbuat dzalim – sebagaiman disyaratkan oleh al-Ghazali. Syarat ini oleh Imam al-Mawardi disebut 'adalah.

    Seorang kafir juga tidak sah menjadi kepala Negara, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Nisa': 141. Jika pemimpin itu seorang Muslim yang istiqamah dan bertakwa, maka dalam menjalankan kepemimpinan ia pasti amanah.

    Ketiga, persyaratan selanjutnya adalah merdeka, (bukan budak), karena seorang pemimpin tidak boleh di bawah bayang-bayang kekuasaan orang lain. Dalam konteks sekarang, tidak dalam interfensi bangsa lain apalagi menjadi boneka Negara lain. Karena, jika diinterfensi ia tidak bisa sepenuhnya menjalankan kebijakan sesuai aturan agama.
    Jadi, syarat yang paling mendasar seorang pemimpin disebut adil adalah dilihat dari keimannya dan komitmennya menjalankan perintah agama.

    Keempat, syarat lainnya adalah tafaqquh fi al-din (memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang baik), sebab menurut al-Mawardi, kepala Negara tidak hanya menguasai ilmu politik tapi juga harus menguasai agama layaknya ulama', dalam istilah lain seorang pemimpin Negara itu harus "umara' sekaligus ulama'".

    Kolaborasi negarawan dan agamawan merupakan keharusan untuk menciptakan suasan aman, damai, dan sejahtera serta berjalan dalam koridor agama. Jika pengetahuan agamanya belum memadai, maka ia harus memiliki penasihat keagamaan, atau wakilnya adalah yang mengerti agama dan taat menjalankan syariat.

    Oleh sebab itu, kepemimpinan dalam perspektif Islam tidak memisahkan secara dikotomis Negara-dan agama, umara dan ulama. Agama dan ulama memberi warna Negara karena pemimpin merupakan sebuah amanat yang diberikan kepada orang yang benar-benar ahli, berkualitas dan memiliki tanggungjawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik, menerima kritik membangun dan ditambah berkolaborasi dengan ulama'.

    Pemimpin yang adil itu syarat utamanya harus beriman dan taat menjalankan ajaran agama. Di luar itu, tidak bisa disebut pemimpin yang ‘adalah (adil). Tanggung jawab tidak hanya kepada rakyat tetapi juga kepada Allah di akhirat.*

    Penulis adalah alumni Program Kaderisasi Ulama’ ISID Gontor

    ReplyDelete
  5. Ini Isi Ceramah Rhoma yang Diduga SARA

    Kamis, 09 Agu 2012 - 15.22 WIB
    Jakarta - Tudingan ceramah bernuansa SARA raja dangdut Rhoma Irama di Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat masih menjadi teka-teki yang belum bisa terungkap. Karena, dugaan pelanggaran ini sedang ditindaklanjuti pihak Panwaslu DKI Jakarta.

    Berikut isi ceramah Rhoma Irama, di Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, Minggu (29/7), yang diambil dari rekaman video berdurasi 7 menit yang beredar di dunia maya;

    "Memilih pemimpin bukan hanya soal politik, tapi sudah termasuk ibadah(baca ayat) hai orang-orang yang beriman jangan sekali-sekali kau mengangkat pemimpin dari orang-orang kafir disamping orang-orang yang beriman (ayat lagi) kalau memilih pemimpin yang non muslim maka sanksinya adalah mendapat azab dari Allah SWT, diperbolehkan menggunakan yang namanya SARA diperbolehkan oleh yang namanya dewan pembina KPU Prof DR Jimly Ashidiqie kenapa? karena ini zaman keterbukaan karena ini zaman demokratisasi tidak boleh ada yang ditutup tutupi rakyat umat harus dijelaskan siapa calon pemimpin mereka, maka SARA dibenarkan.

    Dalam hal ini ada 2 kandidat kita, buka siapa kandidat ini biar umat mengerti biar umat tahu. yang pertama Fauzi Bowo dan Nachrowi. Fauzi Bowo Gubernur dan Nachrowi Wakil Gubernur, Fauzi Bowo Muslim, Nachrowi Muslim, Fauzi bowo Betawi, Nachrowi Betawi. Harus jelas ini jaman keterbukaan calon kedua, Jokowi sama Ahok. Jokowi Muslim tapi orangtuanya Kristen, suku bangsanya jawa. Ahok suku bangsanya Cina, Agamanya Kristen. ini harus dijelaskan bahwa siapa pemimpin agar kita memilih pemimpin tdak seperti beli kucing dalam karung."

    bagi saya menurut kutipan diatas...sebetulnya sah2 saja selama hanya menyampaikan al-quran dan hadist nabi muhammad saw...hal itu benar sekali...yang salah itu adalah dengan opini tambahan yang merupakan opini pribadi bahwa lebih utama memilih pak foke dan Pak Nara (dengan alasan Muslim)serta melarang untuk memilih pak jokowi yang dikatakan ibunya kristen...dan ahok yang jelas2 keturunan cina..karena hal tersebut sudah termasuk kampanye yang sudah disepakati bersama dengan dpr mengenai aturan2 nya....kedua mana ada al-qur"an yang menyebutkan umat muslim harus memilih pak foke dan jangan memilih pak jokowi...itu kan pendapat pribadi....jangan campur dong al_qur'an dengan pendapat pribadi...nabi muhammad saja melarang penulisan hadist atau perkataannya dalam al-qur'an..ketiga terkait sara karena menyebut nama dan suku secara langsung...akan lebih baik apabila hanya menyebut pilihlah muslim..jangan pilih non muslim...bukan pilih pak foke (betawi)jangan pilih pka ahok (cina)

    ReplyDelete