FPI dan Para Gangster - Hari-hari ini kita dihadirkan dengan beberapa kekerasan yang mencengangkan. Mulai dari kasus Front Pembela Islam (FPI) yang ditolak oleh kumpulan Gangster atau Preman Kalteng, hingga penangkapan dan penembakan di kaki "Ketua" Gangster John Key yang sedang asyik berpesta sabu dengan artis “warkop” Alba Fuad.
Fenomena kekerasan ini begitu kuat dalam budaya Indonesia, tak terkecuali pemberitaan tentang fakta opini terbalik media juga menjadi hal yang khas dari Indonesia ini. Sebagaimana kita tahu bahwa FPI ditolak saat berada di Kalteng oleh para Gangster atau Preman disana (Kalteng). Mereka membuat berbagai ancaman pembunuhan hingga sampai pengrusakan kepada orang-orang FPI, tetapi yang aneh malah FPI yang diberitakan sebagai ancaman. Inilah fakta terbalik di Indonesia!
Fakta, bahwa kasus kekerasan di Jakarta memang sangat besar. Bagai hutan rimba, singa yang terkuat, terberani dan banyak mempunyai “ajudan” akan lebih berjaya. Hal inilah yang terjadi saat ini.
Saat ini gencar sekali pemberitaan tentang kasus John Refra Key atau yang biasa disebut sebagai John Key. Seorang bos dari salah satu Gangster terbesar di Jakarta.
Kita mengenal beberapa Gangster di Jakarta, seperti kelompok Hercules, John Key, Umar Key, Basri Sangaji, Laskar Jayakarta, FBR, Forkabi, dsbnya. Kelompok-kelompok inilah yang saat ini menguasai daerah-daerah di Jakarta. Dengan jasa bisnis sebagai debt collector atau biasa kita sebut penagih hutang. Kelompok-kelompok ini siap kapan saja untuk menjadi orang yang terdepan dalam “mengamankan”, menagih dan siap untuk bertaruh nyawa demi “lahan” bisnisnya.
Tak tanggung-tanggung seorang yang menyewa jasa mereka akan mengeluarkan banyak dana. Tak cukup hanya ratusan juta, bahkan milyaran rupiah pun bisa dikeluarkan oleh seseorang yang ingin menyewa jasa mereka.
Ibaratnya jika seorang menyewa jasa mereka untuk mengamankan sebuah lahan sengketa, diperlukan sedikitnya 50 orang yang akan siap menjaga disana. Maka dibutuhkan biaya 100 ribu/orang untuk satu hari dan harus disediakan langsung pada hari itu juga, sebesar 5 juta. Kisaran yang dibutuhkan dalam 1 bulan adalah 150 juta. Dan untuk ketua rombongan atau komandannya lebih besar dari anak buahnya. Hal ini bisa juga untuk melindungi sebuah tempat hiburan malam.
Perseteruan para Gangster atau para preman ini juga tak sedikit menimbulkan banyak friksi ditubuh mereka sendiri sehingga lalu memecahkan diri dengan membuat Gang lain/baru.
FPI dan Para Gangster
Track record FPI dalam menghadapi para preman atau gangster di Jakarta sudah tidak bisa dihitung dengan jari. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana banyaknya para gangster di Ibukota dengan hanya satu ormas Islam yang mampu menggetarkan para preman dan gangster di Jakarta.
Bentrok antara aktivis FPI dengan para preman atau gangster tidak lagi bisa dihitung dengan jari. Hampir setiap kali FPI konfoi untuk menyidak berbagai tempat hiburan malam yang sudah diluar kontrol, seringkali FPI harus berhadapan dengan para Gangster ini. Ada kalanya para Gangster setelah kalah bentrok dengan FPI mereka lari kedalam sebuah pemukiman penduduk dan memukul sebuah tiang listrik (besi) dengan berteriak, “Serangan… Serangan”. Serentak dalam pemukiman itu mendatangi FPI yang dikira akan menyerang pemukiman tersebut, padahal masyarakat disana tengah diadu domba oleh para Gangster yang ketakutan oleh FPI.
Media memang seringkali tidak pernah adil dalam memberitakan sebuah berita, tergantung siapa pemilik media tersebut! Jika pemilik Media adalah para “gangster” tentu beritanya akan selalu diplintir-plintir untuk memojokkan FPI. Dan sayangnya kita umat Islam seringkali tertipu oleh media para Gangster tersebut.
Jakarta adalah ibukota Indonesia, tempat dimana setiap orang dari berbagai daerah berkumpul dan membuat sebuah koloni sendiri-sendiri. Tentu jika koloni tersebut adalah perkumpulan yang positif adalah hal yang baik, tetapi jika koloni tersebut adalah untuk menjadikan sebuah perkumpulan dalam misi memperebutkan sebuah wilayah hal inilah yang memberikan efek buruk bagi masyarakat disana.
Yang kuat adalah pemenang! Para Gangster yang sudah putus urat imannya sehingga gampang sekali melakukan penindasan dengan seenaknya, apalagi aparat hanya mampu melerai tanpa bisa mampu mengambil tindakan yang berani. Menimbulkan kekhawatiran yang tinggi. Bagaimana mungkin ada banyak perkumpulan para gangster lalu sebagian besar Ormas Islam hanya diam melihat fenomena pengrusakann akhidah tersebut?
Bisa jadi nanti jika tidak ada FPI, tidak ada pembanding antara keburukan dan kebaikan. FPI berani berkonfoi tanpa dibayar, tetapi para Gangster itu dibayar dan siap melakukan tindakan anarkisnya.
Hal yang patut dicermati itu adalah bagaimana sikap Polisi dalam menghadapi para preman. Bagaimana para Polisi berani menghadapi para Gangster, sedangkan dibeberapa televisi baru-baru ini kita diperlihatkan para polisi dicaci-maki, ditunjuk-tunjuk oleh anak buah John Key! Beberapa polisi terlihat ketakutan, bagaimana bisa menindak Preman yang mempunyai komplotan Gangster, sedangkan mereka sendiri (Polisi) ada yang tidak berani dengan preman.
Tentu, ormas Islam semacam FPI harus lebih ditingkatkan lagi. Karena sangat terlihat sekali, hanya ormas-ormas Islam semacam inilah yang siap untuk bertarung dengan preman-preman Jakarta. Tentu semangat ormas Islam berbeda dengan motivasi para Gangster. Jika para Gangster ini bertindak karena uang, berbeda dengan ormas Islam. Aktivis Ormas Islam bergerak karena semangat keimanan, semangat jihad dan semangat untuk menghancurkan kebathilan. Motivasi Gangster/para preman dengan motivasi aktivis ormas Islam tentu menjadi pembeda dalam bergerak. Karena tentu motivasi aktivis Ormas Islam tidak akan selimuti dengan cara kotor memakai uang untuk dibuat jasa pengamanan atau apalagi jasa penagih hutang.
Jika ada banyak orang yang mendukung untuk pembubaran FPI, berapa banyak orang yang berteriak dan berdemonstrasi untuk menentang Gangster dan premanisme di Jakarta?
Karena kebanyakan orang-orang hanya mengetahui pemberitaan media, tanpa benar-benar berfikir apa yang sebenarnya terjadi! ( suaranews.com )
Fenomena kekerasan ini begitu kuat dalam budaya Indonesia, tak terkecuali pemberitaan tentang fakta opini terbalik media juga menjadi hal yang khas dari Indonesia ini. Sebagaimana kita tahu bahwa FPI ditolak saat berada di Kalteng oleh para Gangster atau Preman disana (Kalteng). Mereka membuat berbagai ancaman pembunuhan hingga sampai pengrusakan kepada orang-orang FPI, tetapi yang aneh malah FPI yang diberitakan sebagai ancaman. Inilah fakta terbalik di Indonesia!
Fakta, bahwa kasus kekerasan di Jakarta memang sangat besar. Bagai hutan rimba, singa yang terkuat, terberani dan banyak mempunyai “ajudan” akan lebih berjaya. Hal inilah yang terjadi saat ini.
Saat ini gencar sekali pemberitaan tentang kasus John Refra Key atau yang biasa disebut sebagai John Key. Seorang bos dari salah satu Gangster terbesar di Jakarta.
Kita mengenal beberapa Gangster di Jakarta, seperti kelompok Hercules, John Key, Umar Key, Basri Sangaji, Laskar Jayakarta, FBR, Forkabi, dsbnya. Kelompok-kelompok inilah yang saat ini menguasai daerah-daerah di Jakarta. Dengan jasa bisnis sebagai debt collector atau biasa kita sebut penagih hutang. Kelompok-kelompok ini siap kapan saja untuk menjadi orang yang terdepan dalam “mengamankan”, menagih dan siap untuk bertaruh nyawa demi “lahan” bisnisnya.
Tak tanggung-tanggung seorang yang menyewa jasa mereka akan mengeluarkan banyak dana. Tak cukup hanya ratusan juta, bahkan milyaran rupiah pun bisa dikeluarkan oleh seseorang yang ingin menyewa jasa mereka.
Ibaratnya jika seorang menyewa jasa mereka untuk mengamankan sebuah lahan sengketa, diperlukan sedikitnya 50 orang yang akan siap menjaga disana. Maka dibutuhkan biaya 100 ribu/orang untuk satu hari dan harus disediakan langsung pada hari itu juga, sebesar 5 juta. Kisaran yang dibutuhkan dalam 1 bulan adalah 150 juta. Dan untuk ketua rombongan atau komandannya lebih besar dari anak buahnya. Hal ini bisa juga untuk melindungi sebuah tempat hiburan malam.
Perseteruan para Gangster atau para preman ini juga tak sedikit menimbulkan banyak friksi ditubuh mereka sendiri sehingga lalu memecahkan diri dengan membuat Gang lain/baru.
FPI dan Para Gangster
Track record FPI dalam menghadapi para preman atau gangster di Jakarta sudah tidak bisa dihitung dengan jari. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana banyaknya para gangster di Ibukota dengan hanya satu ormas Islam yang mampu menggetarkan para preman dan gangster di Jakarta.
Bentrok antara aktivis FPI dengan para preman atau gangster tidak lagi bisa dihitung dengan jari. Hampir setiap kali FPI konfoi untuk menyidak berbagai tempat hiburan malam yang sudah diluar kontrol, seringkali FPI harus berhadapan dengan para Gangster ini. Ada kalanya para Gangster setelah kalah bentrok dengan FPI mereka lari kedalam sebuah pemukiman penduduk dan memukul sebuah tiang listrik (besi) dengan berteriak, “Serangan… Serangan”. Serentak dalam pemukiman itu mendatangi FPI yang dikira akan menyerang pemukiman tersebut, padahal masyarakat disana tengah diadu domba oleh para Gangster yang ketakutan oleh FPI.
Media memang seringkali tidak pernah adil dalam memberitakan sebuah berita, tergantung siapa pemilik media tersebut! Jika pemilik Media adalah para “gangster” tentu beritanya akan selalu diplintir-plintir untuk memojokkan FPI. Dan sayangnya kita umat Islam seringkali tertipu oleh media para Gangster tersebut.
Jakarta adalah ibukota Indonesia, tempat dimana setiap orang dari berbagai daerah berkumpul dan membuat sebuah koloni sendiri-sendiri. Tentu jika koloni tersebut adalah perkumpulan yang positif adalah hal yang baik, tetapi jika koloni tersebut adalah untuk menjadikan sebuah perkumpulan dalam misi memperebutkan sebuah wilayah hal inilah yang memberikan efek buruk bagi masyarakat disana.
Yang kuat adalah pemenang! Para Gangster yang sudah putus urat imannya sehingga gampang sekali melakukan penindasan dengan seenaknya, apalagi aparat hanya mampu melerai tanpa bisa mampu mengambil tindakan yang berani. Menimbulkan kekhawatiran yang tinggi. Bagaimana mungkin ada banyak perkumpulan para gangster lalu sebagian besar Ormas Islam hanya diam melihat fenomena pengrusakann akhidah tersebut?
Bisa jadi nanti jika tidak ada FPI, tidak ada pembanding antara keburukan dan kebaikan. FPI berani berkonfoi tanpa dibayar, tetapi para Gangster itu dibayar dan siap melakukan tindakan anarkisnya.
Hal yang patut dicermati itu adalah bagaimana sikap Polisi dalam menghadapi para preman. Bagaimana para Polisi berani menghadapi para Gangster, sedangkan dibeberapa televisi baru-baru ini kita diperlihatkan para polisi dicaci-maki, ditunjuk-tunjuk oleh anak buah John Key! Beberapa polisi terlihat ketakutan, bagaimana bisa menindak Preman yang mempunyai komplotan Gangster, sedangkan mereka sendiri (Polisi) ada yang tidak berani dengan preman.
Tentu, ormas Islam semacam FPI harus lebih ditingkatkan lagi. Karena sangat terlihat sekali, hanya ormas-ormas Islam semacam inilah yang siap untuk bertarung dengan preman-preman Jakarta. Tentu semangat ormas Islam berbeda dengan motivasi para Gangster. Jika para Gangster ini bertindak karena uang, berbeda dengan ormas Islam. Aktivis Ormas Islam bergerak karena semangat keimanan, semangat jihad dan semangat untuk menghancurkan kebathilan. Motivasi Gangster/para preman dengan motivasi aktivis ormas Islam tentu menjadi pembeda dalam bergerak. Karena tentu motivasi aktivis Ormas Islam tidak akan selimuti dengan cara kotor memakai uang untuk dibuat jasa pengamanan atau apalagi jasa penagih hutang.
Jika ada banyak orang yang mendukung untuk pembubaran FPI, berapa banyak orang yang berteriak dan berdemonstrasi untuk menentang Gangster dan premanisme di Jakarta?
Karena kebanyakan orang-orang hanya mengetahui pemberitaan media, tanpa benar-benar berfikir apa yang sebenarnya terjadi! ( suaranews.com )
No comments:
Post a Comment