Pemda Malang Jawa Timur, Menukar Sembako Dengan Sampah - Kota Malang, Jawa Timur, melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) setempat telah mendirikan bank sampah untuk masyarakatnya. Di bank sampah tersebut masyarakat bisa meminjam uang sebanyak-banyaknya dengan cara membayar sampah.
Selain bisa meminjam uang, masyarakat juga bisa mengambil sembako yang ditukar dengan sampah. Program tersebut sebagai bentuk peningkatan kepedulian masyarakat pada persoalan sampah dan menjadikan sampah sebagai barang sangat berharga.
Untuk tujuan tersebut, Pemkot Malang memastikan untuk membeli seluruh sampah di masyarakat. Pembelian sampah itu dilakukan lewat bank sampah yang dibentuk dengan berbadan hukum berupa koperasi.
"Kami membentuk bank sampah berbadan hukum koperasi itu karena volume sampah terus meningkat di Kota Malang. Selain itu, masih banyak masyarakat yang kesadarannya rendah terhadap lingkungan," kata Kepala DKP Kota Malang, Wasto, kepada wartawan usai mengikuti Upacara HUT Kemerdekaan RI di Balaikota Malang, Rabu (17/8/2011).
Melihat kondisi demikian, sampah yang potensinya setiap hari mencapai 400 ton tersebut kini harus dikelola mulai hulu sampai hilir. Sebab, sampah-sampah organik hingga anorganik tersebut dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi. Apalagi, jika semua sampah tersebut telah diklasifikasikan.
Untuk menghidupkan bank sampah tersebut, jelas Wasto, DKP telah bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk dengan Dinas Pendidikan Kota Malang. Model kerja sama dengan dinas pendidikan misalnya, siswa pada hari-hari tertentu, bisa membawa sampah yang sudah diklasifikasikan di rumahnya untuk dibawa ke sekolah. Sampah-sampah tersebut lalu dikumpulkan menjadi satu dan dijual ke bank sampah. Hasilnya, siswa bisa menabung.
"Selain itu, model ini bisa membentuk siswa memiliki jiwa wirausaha, mendidik anak cinta lingkungan secara dini," katanya.
Itu pun, lanjut Wasto, akan berdampak juga pada orang tuanya. Sebab, setiap siswa pasti akan dibantu orang tuanya.
"Praktis, mereka nantinya akan terbiasa, dan kesadarannya akan lingkungan bisa mengubah perilakunya selama ini," ujar Wasto.
Untuk itu, kata dia, melalui Bank Sampah ini masing-masing nasabah akan diberi buku tertentu. Nantinya, nasabah tidak hanya boleh pinjam uang lewat bank bampah itu.
"Tapi, mereka juga bisa membeli atau pinjam sembako lewat PKK dengan menukar sampah," katanya.
"Kita harapkan, lewat bank sampah itu sampah tidak lagi dibuang sembarangan. Kita akan buat harga sampah. Harga ini di atas lapak. Ini bisnis murah, dan saling menguntungkan," lanjut Wasto.
Koperasi
Dalam bisnis ini, tutur Wasto, sampah dikemas dalam bentuk Bank Sampah Malang (BSM). Nasabah bisa meminjam uang dengan mencicil sampah, termasuk membeli sembako dengan membayar menggunakan sampah.
"Jadi, bank ini fungsional. Siapa pun bisa jadi nasbah, asalkan jadi kader lingkungan, setelah itu baru masuk Koperasi BSM ini," katanya.
Model Koperasi BSM ini sudah ada beberapa titik sebagai pilot project-nya. Beberapa titik itu di antaranya Koperasi BSM di RT 2, RW 7 Kelurahan Kotama, Kecamatan Kedungkandang.
Dwiyono, Ketua RT 2, RW 7, Kelurahan Kota Lama, mengaku pengelolaan sampah lewat BSM sudah berjalan selama sebulan lamanya.
"Alhamdulillah, seluruh warga saya sudah tak membuang sampah sembarangan, tapi menukar sampahnya dengan sembako dan ada yang pinjam uang dan bayarnya dengan sampah. Harga sampahnya macam-macam, tergantung jenisnya. Kalau kardus seharga Rp 6.000 per kilo, plastik bisa di atas harga itu," ujar Dwiyono. ( kompas.com )
Selain bisa meminjam uang, masyarakat juga bisa mengambil sembako yang ditukar dengan sampah. Program tersebut sebagai bentuk peningkatan kepedulian masyarakat pada persoalan sampah dan menjadikan sampah sebagai barang sangat berharga.
Untuk tujuan tersebut, Pemkot Malang memastikan untuk membeli seluruh sampah di masyarakat. Pembelian sampah itu dilakukan lewat bank sampah yang dibentuk dengan berbadan hukum berupa koperasi.
"Kami membentuk bank sampah berbadan hukum koperasi itu karena volume sampah terus meningkat di Kota Malang. Selain itu, masih banyak masyarakat yang kesadarannya rendah terhadap lingkungan," kata Kepala DKP Kota Malang, Wasto, kepada wartawan usai mengikuti Upacara HUT Kemerdekaan RI di Balaikota Malang, Rabu (17/8/2011).
Melihat kondisi demikian, sampah yang potensinya setiap hari mencapai 400 ton tersebut kini harus dikelola mulai hulu sampai hilir. Sebab, sampah-sampah organik hingga anorganik tersebut dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi. Apalagi, jika semua sampah tersebut telah diklasifikasikan.
Untuk menghidupkan bank sampah tersebut, jelas Wasto, DKP telah bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk dengan Dinas Pendidikan Kota Malang. Model kerja sama dengan dinas pendidikan misalnya, siswa pada hari-hari tertentu, bisa membawa sampah yang sudah diklasifikasikan di rumahnya untuk dibawa ke sekolah. Sampah-sampah tersebut lalu dikumpulkan menjadi satu dan dijual ke bank sampah. Hasilnya, siswa bisa menabung.
"Selain itu, model ini bisa membentuk siswa memiliki jiwa wirausaha, mendidik anak cinta lingkungan secara dini," katanya.
Itu pun, lanjut Wasto, akan berdampak juga pada orang tuanya. Sebab, setiap siswa pasti akan dibantu orang tuanya.
"Praktis, mereka nantinya akan terbiasa, dan kesadarannya akan lingkungan bisa mengubah perilakunya selama ini," ujar Wasto.
Untuk itu, kata dia, melalui Bank Sampah ini masing-masing nasabah akan diberi buku tertentu. Nantinya, nasabah tidak hanya boleh pinjam uang lewat bank bampah itu.
"Tapi, mereka juga bisa membeli atau pinjam sembako lewat PKK dengan menukar sampah," katanya.
"Kita harapkan, lewat bank sampah itu sampah tidak lagi dibuang sembarangan. Kita akan buat harga sampah. Harga ini di atas lapak. Ini bisnis murah, dan saling menguntungkan," lanjut Wasto.
Koperasi
Dalam bisnis ini, tutur Wasto, sampah dikemas dalam bentuk Bank Sampah Malang (BSM). Nasabah bisa meminjam uang dengan mencicil sampah, termasuk membeli sembako dengan membayar menggunakan sampah.
"Jadi, bank ini fungsional. Siapa pun bisa jadi nasbah, asalkan jadi kader lingkungan, setelah itu baru masuk Koperasi BSM ini," katanya.
Model Koperasi BSM ini sudah ada beberapa titik sebagai pilot project-nya. Beberapa titik itu di antaranya Koperasi BSM di RT 2, RW 7 Kelurahan Kotama, Kecamatan Kedungkandang.
Dwiyono, Ketua RT 2, RW 7, Kelurahan Kota Lama, mengaku pengelolaan sampah lewat BSM sudah berjalan selama sebulan lamanya.
"Alhamdulillah, seluruh warga saya sudah tak membuang sampah sembarangan, tapi menukar sampahnya dengan sembako dan ada yang pinjam uang dan bayarnya dengan sampah. Harga sampahnya macam-macam, tergantung jenisnya. Kalau kardus seharga Rp 6.000 per kilo, plastik bisa di atas harga itu," ujar Dwiyono. ( kompas.com )
No comments:
Post a Comment