BBM Naik, SBY Turun ... !?!

BBM Naik, SBY Turun ... !?! - Pembatasan BBM menyebabkan harga BBM naik dan akhirnya menguntungkan pemain asing.

Pupus sudah harapan Awal Dzul Islah untuk menjenguk negeri jiran Malaysia, 22 April lalu. Pasalnya, ia gagal mendapatkan KK (Kartu Keluarga) sehingga belum bisa membuat paspor. Kegagalan dikarenakan pemuda ini tak bisa pergi ke kampungnya, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.

‘’Minyak (bensin) tidak ada di Muara Siberut sehingga saya tidak bisa pergi ke Madobag untuk mengurus KK,’’ kata Pembina Masjid Al Ikhwah Madobag tersebut lewat telepon, 21 April lalu.

Madobag termasuk salah satu desa hulu Sungai Sararekat, yang harus ditempuh dalam waktu sekitar 4 jam naik pompong (perahu kayu kecil) dari ibukota kecamatan Muara Siberut. Perjalanan ini membutuhkan sedikitnya 20 liter bensin.

Islah menuturkan, dalam kondisi normal, harga seliter bensin di Siberut Selatan Rp 6.500-Rp 7.000. Tapi sejak sebulan terakhir bensin langka sehingga harga melonjak menjadi Rp 15.000/liter.

Akibatnya, harga transportasi pun naik drastis. ‘’Ojek dari Darmaga Siberut ke Muara Siberut yang biasanya Rp 15.000 sekarang ini jadi Rp 25.000,’’ ujar Romi, seorang pengojek becak motor di Muara Siberut.

Becaknya sendiri sudah setengah bulan terakhir terpaksa mangkrak karena kelangkaan bensin.

Kenaikan harga juga mengganggu program kemanusiaan di Siberut Selatan. Akibat kelangkaan bensin, anggaran program yang diselenggarakan oleh konsorsium ormas Islam Al Azhar Peduli Umat, PPPA Daarul Qur’an, LAZIS Dewan Da’wah, LPM DD, dan Global Peace Mission Malaysia pada 5-11 April lalu, itu mengalami pembengkakan.

Melonjaknya harga bensin berujung pada kenaikan harga kebutuhan pokok rakyat. Ikan segar, yang biasanya Rp 7.000 seikat, kini jadi Rp 15.000 perikat. Amak Dahniar, penjual makanan di Pasar Muara Siberut, pun terpaksa mengurangi porsi menu kedainya untuk mempertahankan harga.

‘’Mau menaikkan harga, kasihan pelanggan. Jadi, Amak kurangi saja porsinya biar harga tetap,’’ kata penjual soto, sate, dan ketupat yang terkenal ini.


http://www.suara-islam.com/news/images/stories/bbm%20naik-1.jpg


Guru-guru yang mengabdi di desa hulu juga terkena imbas kelangkaan bensin. ‘’Kami terkurung di sini, tak bisa ke mana-mana. Listrik sudah dua pekan ini padam, karena tidak ada bensin untuk menghidupkan genset. Kami juga tidak bisa masak karena minyak tanah tidak ada lagi,’’ tutur Liza Zahara, Guru Bahasa Inggris SMPN 02 Madobag.

Ia menuturkan, sejak sebulan terakhir ia dikirimi minyak tanah oleh ibunya dari Muara Siberut. Belakangan, menyusul kelangkaan bensin, harga minyak tanah naik dari Rp 7.000/liter menjadi Rp 10.000/liter. Dan sejak dua minggu akhirnya minyak tanah benar-benar hilang.

Penderitaan para ‘’Kartini Pedalaman’’ itu semakin lengkap dengan matinya ponsel karena baterenya habis. ‘’Kami tidak bisa men-charge hp lagi,’’ tulis Liza dalam SMS terakhirnya Ahad, 17 April.

Kesengsaraan warga Muara Siberut adalah dampak pembatasan premium.

Menurut pengamat politik-ekonomi Ichsanuddin Noorsy, kebijakan itu merupakan bagian dari enam indikasi bakal naiknya harga bahan bakar minyak (BBM).

Indikasi kedua, pemerintah sudah membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), padahal belum waktunya. Ini maksudnya untuk menetapkan harga minyak dunia. Ketiga, pemerintah belum memperbaiki Undang-undang Migas seperti permintaan Mahkamah Konstitusi (MK). Ini dikhawatirkan menghambat ruang gerak menaikkan harga BBM.

Keempat, pemerintah belum melaksanakan rekomendasi Pansus BBM DPR. Kalau ini dilakukan bisa menghambat kenaikan harga BMM. Kelima, analisis dan kepekaan yang dibuat pemerintah terkait BBM juga tidak jelas. Misalnya bagaimana jika harga minyak naik, subsidi yang akan digunakan berapa dan kenaikan inflasinya bagaimana. Keenam, batas atas cost recovery dihapus.

‘’Ini memperlihatkan pemerintah sudah didikte asing agar subsidi BBM dihapus,’’ tandas Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) itu.

Benar saja. Pada awal Mei 2011, IMF menyarankan pemerintah Indonesia untuk segera melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Dalihnya, guna menahan laju subsidi yang terus meroket karena tingginya harga minyak.

Hal ini disampaikan oleh Senior Representative IMF Milan Zavadjil di Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Selasa (3/5/2011). "Pemerintah harus melakukan pembatasan konsumsi BBM subsidi. Kebijakan ini dibutuhkan saat ini bukan hanya karena ada risiko kenaikan harga minyak internasional. Namun karena subsidi BBM ini sangat tidak produktif," kata Milan.

Menurut Sekretaris Eksekutif Goverment Watch (Gowa), Andi W Syahputra, wacana pembatasan menggunakan BBM bersubsidi merupakan salah satu agenda kapitalisasi di bidang migas. "Rakyat dipaksa untuk beralih ke BBM yang tidak disubsidi, karena ke depannya mereka akan melepaskan harga BBM ke pasar," ujarnya.

Pengamat energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pembatasan tadi hanya akan menguntungkan sebagian pihak. PT Pertamina misalnya, sebagai pemasar BBM bersubsidi bakal kehilangan omset konsumen premium. Sebab, belum tentu pengguna premium beralih ke Pertamax. Bisa saja mereka membeli BBM di SPBU Shell, Petronas, maupun Total. "Ini sudah menjadi risiko pasar BBM yang terbuka," katanya.

Hal itu diakui Pertamina. “Pertamina mengakui ada konsekuensi binsis atas pemberlakuan pembatasan BBM Subsidi yang akan menguntungkan SPBU-SPBU asing,” jelas VP Corporate Communications Pertamina, Mochamad Harun dalam acara Olimpiade Science Nasional Pertamina di Universitas Indonesia, Depok, Senin (27/9/2010).

Tim Pengkaji Pembatasan BBM bersubsidi terdiri dari konsorsium tiga universitas (UI, UGM, dan ITB) dan dipimpin oleh ekonomo neoliberal mantan Ketua Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu mengusulkan 3 opsi untuk mengatasi pembengkakan subsidi akibat tingginya harga minyak.

Opsi pertama, kenaikan harga premium sebesar Rp 500 serta pemberian cashback untuk angkutan umum. Cashback ini diberikan karena angkutan umum memberikan pelayanan untuk masyarakat.

Opsi kedua, lanjutnya, menjaga harga pertamax pada level Rp 8.000 per liter, sehubungan dengan adanya migrasi pengguna premium ke pertamax

dan opsi ketiga adalah penjatahan konsumsi premium dengan menggunakan sistem kendali yang bukan hanya berlaku pada angkutan umum tapi juga motor.

Pakar perminyakan Kurtubi mengingatkan, di dunia ini ada 20 negara yang menerapkan kebijakan subsidi BBM. Empat negara lain seperti China, India, Brasil, dan Rusia memberikan subsidi untuk menjaga perekonomian masyarakatnya.

Menurut Kurtubi, dasar hukum pemerintah memberlakukan pencabutan dan pembatasan BBM, ilegal. Sebab, Undang-undang MigBl nomor 22/2001 itu sudah direkomedasikan Pansus BBM untuk dicabut karena bermasalah. Namun, pemerintah belum mencabutnya.

Walhasil, kalau BBM dibatasi dan harganya naik, sudah saatnya rejim ini turun. (nurbowo)

BOX:

Rumahtangga dan Industri Dikorbankan

Akibat liberalisasi dan privatisasi, kini sumberdaya minyak dan gas Indonesia sebagian besar dikuasai asing. Tercatat dari 60 kontraktor, 5 di antaranya dalam kategori super major, yakni ExxonMobil, ShellPenzoil, TotalFinaEIf, BPAmocoArco, dan ChevronTexaco, yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen.

Selebihnya masuk kategori Major, seperti Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex, Japex, yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen. Sedang perusahaan independen menguasi cadangan minyak 12 persen, dan gas 5%.

Pakar politik-ekonomi Hendri Saparini menyatakan, kalau harga BBM dinaikkan, maka yang kena dampaknya 80 persen adalah rumah tangga dan industri. Karena itu kalau ingin menutupi tekor APBN, pemerintah mestinya mengotak-atik pos lain, tidak hanya subsidi BBM. Misalnya pos pembayaran utang najis luar negeri, yang pokok dan bunganya mencekik APBN.

Menurut kajian FUI, solusi untuk mengatasi problem BBM harus dimulai dengan mengubah sistem pengelolaan BBM, gas, batu bara dan energi lainnya dari swasta ke negara. Konsekuensinya, pemerintah harus melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan minyak asing. Hendri Saparni mencontohkan, Inggris saja melakukan nasionalisasi perbankan. Apalagi Presiden Hugo Chavez dan Evo Morales di negaranya masing-masing.

Langkah selanjutnya adalah memotong bunga rekap APBN sebesar 40-60 triliun, dan memangkas bunga utang 95 triliun.

Sedang winfall profit dari hasil kenaikan minyak dunia, digunakan untuk menutupi subsidi BBM. ( suara-islam.com )




Mungkin Artikel Berikut Juga Anda Butuhkan...!!!



No comments:

Post a Comment