Dwi Adi Nugroho (15) Si Bayi Gatot Kaca - Ketika Arimbi melahirkan jabang bayi ternyata ari-arinya tidak bisa diputus menggunakan alat apapun. Bratasena suami Arimbi kemudian menghadap Dewa dan bertanya senjata apa yang bisa memutuskan ari-ari anaknya itu.
Dewa Narada yang berbadan 'nyempluk' memberitahu bahwa hanya dengan senjata Kuntawijaya saja bisa memutus ari-ari anak Arimbi itu. Saat ini senjata Kuntawijaya dimiliki oleh Suryaatmaja alias Basukarno seorang ksatria perang tangguh.
Kemudian Bratasena mengutus Permadi adiknya untuk mencari senjata itu. Dan dalam waktu singkat Permadi berhasil menemui Basukarno untuk meminjam senjata Kuntawijaya. Sayang, Basukarno tidak mengijinkan dan kedua ksatria itu terlibat peperangan sengit.
Dalang Cilik bernama Dwi Adi Nugroho (15) menampilkan peperangan kedua ksatria itu dengan sangat apik dan cepat. Iringan gamelan rampak memukau dengan kendang dan drum yang bagus memberikan hiburan kepada ratusan penonton di Bentara Budaya, Minggu (25/7) sore.
Dwi Adi Nugroho dalang cilik kelahiran Jakarta 5 Oktober 1995 ini lincah memainkan wayang kulit dan menirukan suara tokoh pewayangan sesuai pakem pakeliran. Maklum, Dwi masih berusia 15 tahun sehingga untuk menyuarakan Bimo alias Bratasena kurang "gandem" walau hal itu tak mengurangi keindahan cerita wayang kulit yang adiluhung sebagaimana tema Kompas Gramedia "Mengenal Wayang mengenal jati diri Bangsa".
Singkat cerita, Permadi berhasil merebut warangka (sarungnya) sedangkan Basukarno mempertahankan Keris Kuntowijaya. Dengan warangka itu Permadi berhasil memutus ari-ari bayi dari Arimbi kakak iparnya. Anehnya, warangka lenyap dan melebur ke dalam tubuh jabang bayi.
Melihat kejadian itu Bratasena alias Werkudara marah dan akan menghajar Permadi tapi dihalau oleh Dewa Narada yang sudah berada di depannya. Menurut Narada, semua itu sudah menjadi garis dan takdir si jabang bayi. Cuma pesan Narada, suatu saat terjadi perang Baratayuda Jayabinangun, jangan sampai bayi itu bertemu dengan pemilik keris Kuntawijaya karena akan kembali bersarang ke dalam warangka di tubuh bayi itu.
Bayi anak Arimbi itu adalah jago yang digadang-gadang dewa untuk mengalahkan Patih Skipu dari kerajaan Geong Wesi. Semua dewa kewalahan tak mampu menghadapi amukan raksasa tersebut. Raksasa itu ingin memperistri Dewi Supraba yang kebetulan sudah ada pelamar sebelumnya yang diterima para Dewa.
Maka bayi itu menjadi jago untuk mengalahkan dua raksasa yaitu Patih Skipu dan Raja Kalapracana dari kerajaan Geong Wesi. Patih Skipu berperang dengan bayi, digigit dan dilempar makin lama makin keras. Tapi sang Raksasa malu dan tidak mau menghadapi musuh yang masih bayi. Dia minta bayi itu dibesarkan dulu agar seimbang.
Oleh Dewa Narada, bayi itu dilempar ke Kawah Candradimuka agar menjadi besar. Maka para dewa melempar dan melebur berbagai senjata ke kawah tersebut untuk membesarkan jabang bayi. Tak berapa lama bayi keluar dari kawah dan sudah menjadi dewasa. Bayi itu tak lain adalah Gatutkaca Satria Perkasa, sebagaimana tema atau judul yang ditampilkan si dalang cilik ini.
Gatutkaca otot kawat balung wesi berhasil mengalahkan semua lawan-lawannya. Dan Patih Skipu maupun Raja Kalapracana ditumpas habis dan Gatutkacara pun dinobatkan menjadi jagonya Para Dewa di Kahyangan. Dalang cilik Dwi Adi Nugroho berasal dari Sanggar Nirmalasari Jakarta Selatan mampu menyajikan cerita lengkap dan runtut hanya dalam waktu satu jam saja.
Dalang cilik ini mampu memukai penonton dan sering ada tepuk tangan bila ada peperangan yang ditampilkan sangat memukau. Tak terasa waktu sudah habis dan penonton termasuk para bule dan wartawan tidak beranjak dari kursi duduknya karena masih penasaran dengan kelanjutan cerita tersebut. ( tribunnews.com )
Dewa Narada yang berbadan 'nyempluk' memberitahu bahwa hanya dengan senjata Kuntawijaya saja bisa memutus ari-ari anak Arimbi itu. Saat ini senjata Kuntawijaya dimiliki oleh Suryaatmaja alias Basukarno seorang ksatria perang tangguh.
Kemudian Bratasena mengutus Permadi adiknya untuk mencari senjata itu. Dan dalam waktu singkat Permadi berhasil menemui Basukarno untuk meminjam senjata Kuntawijaya. Sayang, Basukarno tidak mengijinkan dan kedua ksatria itu terlibat peperangan sengit.
Dalang Cilik bernama Dwi Adi Nugroho (15) menampilkan peperangan kedua ksatria itu dengan sangat apik dan cepat. Iringan gamelan rampak memukau dengan kendang dan drum yang bagus memberikan hiburan kepada ratusan penonton di Bentara Budaya, Minggu (25/7) sore.
Wayang kulit dengan lakon "Gatutkaca Satria Perkasa" ditampilkan oleh dalang cilik bernama Dwi Adi Nugroho (15) di Bentara Budaya, Minggu (25/7) sore
Dwi Adi Nugroho dalang cilik kelahiran Jakarta 5 Oktober 1995 ini lincah memainkan wayang kulit dan menirukan suara tokoh pewayangan sesuai pakem pakeliran. Maklum, Dwi masih berusia 15 tahun sehingga untuk menyuarakan Bimo alias Bratasena kurang "gandem" walau hal itu tak mengurangi keindahan cerita wayang kulit yang adiluhung sebagaimana tema Kompas Gramedia "Mengenal Wayang mengenal jati diri Bangsa".
Singkat cerita, Permadi berhasil merebut warangka (sarungnya) sedangkan Basukarno mempertahankan Keris Kuntowijaya. Dengan warangka itu Permadi berhasil memutus ari-ari bayi dari Arimbi kakak iparnya. Anehnya, warangka lenyap dan melebur ke dalam tubuh jabang bayi.
Melihat kejadian itu Bratasena alias Werkudara marah dan akan menghajar Permadi tapi dihalau oleh Dewa Narada yang sudah berada di depannya. Menurut Narada, semua itu sudah menjadi garis dan takdir si jabang bayi. Cuma pesan Narada, suatu saat terjadi perang Baratayuda Jayabinangun, jangan sampai bayi itu bertemu dengan pemilik keris Kuntawijaya karena akan kembali bersarang ke dalam warangka di tubuh bayi itu.
Bayi anak Arimbi itu adalah jago yang digadang-gadang dewa untuk mengalahkan Patih Skipu dari kerajaan Geong Wesi. Semua dewa kewalahan tak mampu menghadapi amukan raksasa tersebut. Raksasa itu ingin memperistri Dewi Supraba yang kebetulan sudah ada pelamar sebelumnya yang diterima para Dewa.
Maka bayi itu menjadi jago untuk mengalahkan dua raksasa yaitu Patih Skipu dan Raja Kalapracana dari kerajaan Geong Wesi. Patih Skipu berperang dengan bayi, digigit dan dilempar makin lama makin keras. Tapi sang Raksasa malu dan tidak mau menghadapi musuh yang masih bayi. Dia minta bayi itu dibesarkan dulu agar seimbang.
Oleh Dewa Narada, bayi itu dilempar ke Kawah Candradimuka agar menjadi besar. Maka para dewa melempar dan melebur berbagai senjata ke kawah tersebut untuk membesarkan jabang bayi. Tak berapa lama bayi keluar dari kawah dan sudah menjadi dewasa. Bayi itu tak lain adalah Gatutkaca Satria Perkasa, sebagaimana tema atau judul yang ditampilkan si dalang cilik ini.
Gatutkaca otot kawat balung wesi berhasil mengalahkan semua lawan-lawannya. Dan Patih Skipu maupun Raja Kalapracana ditumpas habis dan Gatutkacara pun dinobatkan menjadi jagonya Para Dewa di Kahyangan. Dalang cilik Dwi Adi Nugroho berasal dari Sanggar Nirmalasari Jakarta Selatan mampu menyajikan cerita lengkap dan runtut hanya dalam waktu satu jam saja.
Dalang cilik ini mampu memukai penonton dan sering ada tepuk tangan bila ada peperangan yang ditampilkan sangat memukau. Tak terasa waktu sudah habis dan penonton termasuk para bule dan wartawan tidak beranjak dari kursi duduknya karena masih penasaran dengan kelanjutan cerita tersebut. ( tribunnews.com )
No comments:
Post a Comment