Di Negara Hukum Indonesia Penjabatnya Banyak Yang Tak Taat Hukum - Tingkat kepatuhan pejabat Kejaksaan Agung dan perwira polisi untuk melaporkan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi lebih rendah dibanding kebanyakan instansi lain. Hingga kemarin, baru sekitar 4.500 jaksa yang sudah melapor dari total 8.000-an orang yang diwajibkan, atau mencapai 57,35 persen.
Jumlah perwira polisi yang melaporkan kekayaannya sedikit lebih baik, sekitar 5.100 orang dari hampir 7.000 personel yang diwajibkan, atau 73,45 persen. Mereka yang diwajibkan adalah para perwira pada jabatan eselon yang digolongkan sebagai penyelenggara negara di kepolisian, termasuk para penyidik.
Sebagai pembanding, kepatuhan para penyelenggara negara di Kementerian Keuangan tercatat mencapai 92,43 persen dari sekitar 7.000 pejabat yang diwajibkan lapor. Sementara itu, ketaatan para pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah 97,98 persen dan Mahkamah Agung 89,72 persen.
Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin mengatakan, sesuai dengan aturan, setiap pejabat penyelenggara negara mestinya melaporkan kekayaannya minimal dua tahun sekali. "Itu untuk jabatan yang sama," ujarnya. "Setiap promosi jabatan atau mutasi, mereka pun wajib melaporkan ulang kekayaannya."
Sebagai contoh, dari data di KPK, tak ditemukan laporan kekayaan Inspektur Jenderal Bambang Suparno, pengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi Kepolisian RI. Laporan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Oegroseno pun belum ada.
Oegroseno, yang dihubungi tadi malam, mengatakan membutuhkan waktu untuk mengisi formulir laporan harta kekayaan itu. "Waktunya sedikit, apalagi pekerjaan di sini banyak," ujarnya.
Menurut Oegroseno, formulir yang dikirimkan KPK kepadanya baru terisi sebagian. Jika selesai malam ini, katanya, dia akan segera mengirimnya dari Medan ke Jakarta. "Lagi pula saya sudah tua. Kalau menulis sering gemetar," ujarnya berkelakar.
Dengan adanya hambatan waktu tersebut, mantan Kepala Divisi Profesi dan Keamanan Polri ini mengusulkan agar para pejabat penyelenggara negara dipanggil untuk diwawancarai dan ditanyai langsung berkaitan dengan harta kekayaannya. "Kalau menulis kan jadi lama."
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan perlunya perbandingan dengan instansi lain dalam melihat tingkat kepatuhan polisi dalam melaporkan kekayaannya. "Tidak bisa hanya dilihat dari nominalnya saja, tapi perlu juga kuantitas dari personel kami," ujar Ito.
Menurut Ito, jumlah polisi di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang pejabat di instansi lain. Selama ini pun, katanya, pimpinan Polri sudah memerintahkan pelaporan itu disertai ancaman sanksi disiplin. "Kalau tidak sesuai dengan tenggat, bisa dikenai sanksi," katanya. ( tempointeraktif.com )
Jumlah perwira polisi yang melaporkan kekayaannya sedikit lebih baik, sekitar 5.100 orang dari hampir 7.000 personel yang diwajibkan, atau 73,45 persen. Mereka yang diwajibkan adalah para perwira pada jabatan eselon yang digolongkan sebagai penyelenggara negara di kepolisian, termasuk para penyidik.
Sebagai pembanding, kepatuhan para penyelenggara negara di Kementerian Keuangan tercatat mencapai 92,43 persen dari sekitar 7.000 pejabat yang diwajibkan lapor. Sementara itu, ketaatan para pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah 97,98 persen dan Mahkamah Agung 89,72 persen.
Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin mengatakan, sesuai dengan aturan, setiap pejabat penyelenggara negara mestinya melaporkan kekayaannya minimal dua tahun sekali. "Itu untuk jabatan yang sama," ujarnya. "Setiap promosi jabatan atau mutasi, mereka pun wajib melaporkan ulang kekayaannya."
Sebagai contoh, dari data di KPK, tak ditemukan laporan kekayaan Inspektur Jenderal Bambang Suparno, pengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi Kepolisian RI. Laporan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Oegroseno pun belum ada.
Oegroseno, yang dihubungi tadi malam, mengatakan membutuhkan waktu untuk mengisi formulir laporan harta kekayaan itu. "Waktunya sedikit, apalagi pekerjaan di sini banyak," ujarnya.
Menurut Oegroseno, formulir yang dikirimkan KPK kepadanya baru terisi sebagian. Jika selesai malam ini, katanya, dia akan segera mengirimnya dari Medan ke Jakarta. "Lagi pula saya sudah tua. Kalau menulis sering gemetar," ujarnya berkelakar.
Dengan adanya hambatan waktu tersebut, mantan Kepala Divisi Profesi dan Keamanan Polri ini mengusulkan agar para pejabat penyelenggara negara dipanggil untuk diwawancarai dan ditanyai langsung berkaitan dengan harta kekayaannya. "Kalau menulis kan jadi lama."
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan perlunya perbandingan dengan instansi lain dalam melihat tingkat kepatuhan polisi dalam melaporkan kekayaannya. "Tidak bisa hanya dilihat dari nominalnya saja, tapi perlu juga kuantitas dari personel kami," ujar Ito.
Menurut Ito, jumlah polisi di Indonesia jauh lebih banyak ketimbang pejabat di instansi lain. Selama ini pun, katanya, pimpinan Polri sudah memerintahkan pelaporan itu disertai ancaman sanksi disiplin. "Kalau tidak sesuai dengan tenggat, bisa dikenai sanksi," katanya. ( tempointeraktif.com )
No comments:
Post a Comment