Ada Uang Dibalik Uang, Makanya BI Terus Cetak Uang

Ada Uang Dibalik Uang, Makanya BI Terus Cetak Uang– Bank Indonesia kembali diterpa skandal. Harian Australia, The Age, dalam laporan investigasinya yang dipublikasikan kemarin, menyebutkan bahwa pejabat senior Bank Indonesia telah menerima suap US$ 1,3 juta (Rp 12 miliar berdasarkan kurs saat ini).


Kasus dugaan suap yang melibatkan dua pejabat bank sentral berinisial “S” dan “M” itu terjadi dalam proses pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu di Australia pada 1999.


Harian itu melansir dokumen korespondensi antara perwakilan Reserve Bank of Australia (RBA) di Jakarta, Radius Christanto, dan Securency International and Note Printing Australia pada 1999.


Securency International merupakan anak usaha RBA. Sedangkan RBA adalah bank sentral sekaligus otoritas pencetak uang Australia, yang juga memberikan jasa kepada bank sentral negara lain.


Dalam korespondensi itu, Christanto meminta sejumlah uang kepada Securency International sebagai imbalan atas kesepakatan kontrak pencetakan uang berbahan plastik dan bergambar Soekarno-Hatta itu.


Uang yang dicetak sebanyak 500 juta lembar, dengan nilai kontrak US$ 50 juta. Menurut laporan The Age, Radius berperan sebagai broker atau perwakilan anak perusahaan RBA.


Ketika dimintai konfirmasi, Radius menolak berkomentar. "Saya no comment. Itu berita ngawur," ujarnya, Selasa (25/5) sambil menutup telepon selulernya. Radius tercatat sebagai Komisaris PT Askomindo, sebuah perusahaan swasta di bidang jasa teknologi informatika.


Direktur Perencanaan Strategis Bank Indonesia Dyah Nastiti Makhijani menyatakan, pihaknya masih mempelajari kasus tersebut. "Berita ini baru menyebutkan informasi dari sisi seorang broker, yang kebenarannya masih harus dipelajari," katanya.



Tiga Catatan di Faksimile

Laporan investigasi harian The Age, Australia, mengungkap adanya indikasi patgulipat dalam proses pencetakan uang rupiah, yang terekam lewat korespondensi via faksimile antara perwakilan anak perusahaan RBA di Jakarta, Radius Christanto, dan pejabat Securency International pada 1999. Tiga praktek kotor yang terekam dalam korespondensi itu adalah:

1. Kolusi antara para pejabat Bank Indonesia, Christanto, dan para eksekutif RBA untuk menggelembungkan nilai tawaran Securency/RBA sebesar 20 persen, dengan kesepakatan bahwa jumlah itu kemudian akan dipotong 10 persen untuk komisi.

2. Rencana ketiga pihak--BI, Christanto, dan pejabat Securency/RBA--untuk mengakali tender-tender pencetakan uang di masa mendatang.

3. Kesepakatan bahwa Securency/RBA akan membayar penalti sebesar US$ 344 ribu jika terlambat menyelesaikan pencetakan uang, yang diduga untuk mengganti dana resmi dan tidak resmi yang diminta para pejabat Bank Indonesia.
( tempointerkatif.com )




Mungkin Artikel Berikut Juga Anda Butuhkan...!!!



No comments:

Post a Comment