Partai Demokrat Vs Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Partai Demokrat Vs Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia – Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menegaskan bahwa kasus surat palsu MK bukanlah sengketa hasil pemilu yang waktunya sudah kadaluwarsa. Ia bersikukuh, hal itu merupakan pelanggaran terhadap hasil pemilu.

“Menurut Mahkamah Konstitusi, hal tersebut merupakan pelanggaran atas ketentuan Pasal 263 dan Pasal 372, serta pasal lain terkait dengan KUHP,” kata Mahfud di hadapan Panitia Kerja Mafia Pemilu Komisi II DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 21 Juni 2011.

Mahfud menjelaskan, dalam pertemuan lintas lembaga penegak hukum pada 7 Mei 2009, ada kesamaan pandangan antara MK, MA, Polri, Kejaksaan Agung, serta KPU dan Bawaslu, bahwa menurut hukum, tindak pidana umum yang terjadi dalam pemilu dapat diproses sesuai KUHP dan KUHAP.

Oleh karena itu, kata Mahfud, karena surat palsu MK sudah digunakan dan surat asli MK tidak disampaikan, maka tindak pidana pemalsuan dan penggelapan sudah terjadi secara nyata. “Kasus pemalsuan surat sudah dilaporkan oleh Mahkamah Konstitusi kepada Polri tanggal 12 Februari 2010,” kata Mahfud.

Ia menyatakan, adalah kewajiban lembaganya untuk melaporkan tindak pidana yang telah terjadi. “Kewajiban hukum untuk menindaklanjuti laporan Mahkamah Konstitusi di tangan Polri,” kata Mahfud.

Mahfud lantas menuturkan kronologis kasus itu. Bermula dari penetapan Dewi Yasin Limpo sebagai calon terpilih berdasar SK KPU Nomor 379/Kpts/KPU/Tahun 2009 tanggal 2 September 2009. Penetapan itu berdasar surat penjelasan panitera MK Nomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tanggal 14 Agustus 2009.

Pada 11 September 2009, MK menegaskan surat tanggal 14 Agustus 2009 itu palsu. “Surat panitera Mahkamah Konstitusi yang asli adalah nomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tanggal 17 Agustus 2009,” kata Mahfud.

Menurutnya, surat yang asli sudah diberikan pada Andi Nurpati pada 17 Agustus 2009. Ada dua pucuk surat, nomor 112 dan nomor 113, tertanggal sama. Mahfud menekankan, surat diberikan di Studio Jak TV atas permintaan Andi.

“Setelah menerima langsung dan mengetahui isi surat tersebut, Andi Nurpati meminta agar diserahkan kepada sopirnya yang bernama Aryo. Kemudian, Aryo menandatangani Berita Acara Penyampaian Surat atas kedua surat tersebut,” papar Mahfud.

Pada 2 September 2009, KPU menggelar rapat pleno untuk mengambil keputusan mengenai calon terpilih. Rapat itu dipimpin oleh Andi Nurpati. Menurut Mahfud, KPU tidak menggunakan surat asli dalam rapat itu. KPU justru menggunakan surat palsu tertanggal 14 Agustus.

Pada 20 Oktober 2009, digelar pertemuan antara MK dan KPU. Dalam forum itu, Andi mengatakan bahwa surat MK tanggal 17 Agustus tidak distempel. Oleh sebab itu, Andi Nurpati tidak menyampaikannya dalam rapat pleno KPU. KPU menggunakan surat tanggal 14 Agustus karena Andi Nurpati menyatakan surat itu diterimanya melalui faks MK nomor 0213800239.

MK kemudian menginvestigasi pengakuan Andi. Terungkap, nomor faks tersebut tidak aktif sejak Juli 2009. Dari MK, tidak pernah ada surat yang dikirim sesuai pengakuan Andi. “Berdasarkan temuan Tim Investigasi Mahkamah Konstitusi, diyakini bahwa surat surat tersebut diserahkan dari tangan ke tangan,” kata Mahfud.

Mahfud melanjutkan, awalnya Andi Nurpati mengaku tidak pernah menerima surat no 112 tanggal 17 Agustus. Namun, alibi Andi mentah. “Berdasar kesaksian sopirnya (Aryo) dan Matnur di Komisi II DPR, surat itu sengaja diabaikan dan disuruh simpan di arsip oleh Andi Nurpati tanpa dibawa ke rapat pleno KPU tanggal 2 September 2009 dan tidak pernah disampaikan kepada Ketua KPU,” ujar Mahfud.

Bantahan Andi Nurpati

Andi Nurpati sendiri membantah terlibat pemalsuan dokumen. Sejauh ini Badan Pengawas Pemilu menyatakan ada empat surat yang diduga palsu. Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyebut lebih dari sepuluh.


http://media.vivanews.com/thumbs2/2010/06/24/91869_andi-nurpati-menyampaikan-seputar-keputusannya-saat-berhenti-dari-kpu_300_225.jpg


Andi menyatakan, KPU tidak tahu sama sekali pada rapat pleno pertama 21 Agustus 2009 bahwa ada yang disebut dengan surat palsu. "Tidak ada sama sekali di pemikiran kita bahwa akan ada yang namanya dikatakan surat palsu, tapi setelah kita ketahui dan dilakukan pengecekan lalu KPU melakukan revisi keputusan dan dianggap selesai. Dan itulah (hasilnya) yang duduk di DPR saat ini," kata dia.

Sementara kehadiran Andi Nurpati di Fraksi Demokrat hari ini tidaklah terkait kasus itu. "Saya hari ini datang ke Fraksi Demokrat melakukan koordinasi-koordinasi terkait dengan tugas-tugas partai. Sudah sering ke sini bukan karena kasus terakhir, tapi tugas sebagai Ketua Divisi Komunikasi Publik Demokrat," katanya. ( vivanews.com )




Mungkin Artikel Berikut Juga Anda Butuhkan...!!!



No comments:

Post a Comment