Sudah 15 Bulan Laporan Tidakan Pidana Kader Demokrat Diabaikan Polisi

Sudah 15 Bulan Laporan Tidakan Pidana Kader Demokrat Diabaikan Polisi - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan ada pengurus Partai Demokrat yang melakukan tindak pidana terkait putusan sengketa Pemilu yang dikeluarkan MK pada 2009 lalu.

Pidana itu dilakukan pengurus Demokrat saat menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum. Sontak, sosok itu diduga adalah Andi Nurpati, mantan anggota KPU yang sekarang menjabat Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat.

Seorang sumber di MK kemudian mengungkapkan kronologi tindak pidana itu, yang merupakan pemalsuan putusan MK soal Pemilu. Berikut kronologinya:


http://media.vivanews.com/thumbs2/2010/06/29/92154_andi-nurpati_300_225.jpg


Pada 14 Agustus 2009, KPU mengirim surat ke MK, menanyakan siapa calon legislatif yang berhak atas kursi DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan, apakah dari Partai Hanura (Dewi Yasin Limpo) atau Gerindra (Mestariyani Habie).

Tanggal 17 Agustus 2009, MK mengirim surat bernomor 112/PAN MK/2009 ke KPU, yang merupakan jawaban atas pertanyaan KPU. Jawaban MK: Partai Gerindra (Mestariyanu Habie).

Pada 11 September 2009, KPU mengirim surat ke MK, menyebutkan bahwa sebelum MK menjawab secara resmi pada 17 Agustus, ada surat masuk yang menyatakan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura yang menjadi anggota DPR dari Sulsel. Surat tersebut berupa kiriman faksimili bertanggal 14 Agustus 2009.

MK kemudian melakukan pengecekan, ternyata surat faksimili yang dikirim itu palsu. MK kemudian melakukan pengecekan Call Data Record, ternyata nomor yang disebut dinyatakan oleh Telkom sudah mati. "Sudah mati sejak Juli 2009," kata sumber itu. MK kemudian menjelaskan ke KPU kalau surat berbentuk faksimili bertanggal 14 Agustus 2009 itu palsu.

Namun, ternyata beberapa hari kemudian KPU tetap memutuskan Dewi Yasin Limpo sebagai anggota DPR dari Sulsel. "Surat palsu kok masih dipakai. Padahal sudah diberitahu MK yang benar itu surat tertanggal 17 Agustus 2009," jelas sumber itu.

Kemudian Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary dan Andi Nurpati dipanggil Ketua MK Mahfud MD ke kantor MK, untuk klarifikasi.

"Karena pemberitahuan surat tanggal 17 Agustus diambil oleh Andi Nurpati. Tapi oleh Andi Nurpati tidak disampaikan ke dalam rapat KPU bahwa ada surat tertanggal 17 Agustus 2009, sehingga yang menang Dewi Limpo dari Hanura padahal yang menang Gerindra," jelas sumber yang merupakan pejabat tinggi MK itu.

Kata sumber itu, Mahfud kemudian menanyakan Andi Nurpati, mengapa surat itu tidak disampaikan. Alasan Andi Nurpati dan Abdul Hafiz saat itu. "Surat dengan no 112 tidak ada stempelnya," tutur sumber itu menirukan jawaban Andi Nurpati.

Tapi hingga sekarang surat itu tidak pernah dikembalikan ke MK. "Ya karena surat itu memang asli," jelas sumber MK.

Saat itu MK mengirim surat no 112 bersamaan dengan surat no 113. Anehnya, surat no 113 itu digunakan oleh KPU, tapi no 112 tidak. Padahal surat no 112 dan 113 itu dikirimkan sepaket.

"Surat itu keduanya ada stempelnya. Tapi Andi bilang no 112 tidak ada stempelnya, mungkin dia merasa tidak berkepentingan dengan surat no 113, jadi hanya itu yang dia pakai," tutur dia.

Berdasarkan investigasi MK, menurut sumber itu, surat palsu dibuat oleh seorang pegawai MK bersama Andi Nurpati di Kemayoran. Tapi pegawai MK itu sudah mengundurkan diri, sebelum MK memutuskan untuk memecatnya.

Pada 12 Februari 2010, MK kemudian melaporkan kasus pemalsuan itu ke Polisi. "Sampai sekarang laporan ini sudah 15 bulan tidak ada kabarnya," sesal sumber MK itu.

KPU sendiri kemudian mengubah keputusannya pada tanggal 17 September 2009. Mestariyani Habie dari Gerindra dipastikan lolos ke DPR (sesuai putusan MK), menggantikan Dewi Yasin Limpo dari Hanura (yang sebelumnya diputuskan KPU).

Bantahan Nurpati dan Tanggapan Mahfud

Kepada VIVAnews, Andi Nurpati mengklarifikasi tuduhan itu. Pertama, Nurpati menyatakan kasus itu terjadi pada tahun 2009. Dalam aturan Undang-undang Pemilu, sengketa pemilihan prosedurnya haruslah melalui Badan Pengawas Pemilu dan kemudian dari Bawaslu barulah ke kepolisian. Kemudian, pidana Pemilu itu memiliki masa kadaluarsa.

"Dan sekarang sudah kadaluarsa. Bawaslu juga sudah membentuk tim investigasi terkait sengketa itu dan sudah selesai," kata Andi.

Klarifikasi kedua, putusan KPU untuk tidak menetapkan Dewi Yasin Limpo sebagai anggota DPR sudah sesuai dengan aturan UU Pemilu. Saat MK memutuskan memenangkan sengketa yang diajukan Dewi Yasin Limpo, KPU langsung menggelar rapat pleno menghitung suara yang diperoleh Dewi Yasin Limpo.

Rapat ini sendiri sedianya dipimpin Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, namun yang bersangkutan berhalangan. "Saya diminta menggantikan memimpin rapat," kata Andi Nurpati.

"Ternyata setelah kami hitung, suaranya tidak cukup untuk satu kursi," kata Andi Nurpati. KPU lalu menyurati MK meminta penjelasan mengenai putusan karena jika tidak cukup satu kursi tapi justru dimenangkan, tentu bertentangan dengan UU Pemilu.

Jawaban MK kemudian dinilai memadai bagi KPU. "Akhirnya terang, yang menang kemudian calon dari Gerindra," kata Nurpati.

Saat dikonfirmasi, Ketua MK Mahfud MD menolak berkomentar banyak. Tapi Mahfud tidak membantah informasi yang disampaikan sumber tersebut.

"Sudahlah. Saya bosan setiap hari dikutip media," kata Mahfud sambil tersenyum. (vivanews.com )



Mungkin Artikel Berikut Juga Anda Butuhkan...!!!



No comments:

Post a Comment