Strategi Partai Demokrat Menyandera Mahkamah Konstitusi ( MK )

Strategi Partai Demokrat Menyandera Mahkamah Konstitusi ( MK ) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, melaporkan kelakuan Muhammad Nazaruddin ke Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Selain ke SBY, Mahfud juga menginformasikan tindakan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Apa yang dilaporkan ke SBY? Mahfud mengaku dia melaporkan bahwa Nazaruddin pada 2010 pernah memberikan dua amplop yang berisi Sin$120 ribu ke Sekjen MK, Janedjri M Gaffar. Menurut pengakuan Janedjri, Nazaruddin memberikan uang itu sebagai tanda persahabatan. Dia sendiri mengaku tidak tahu menahu tujuan pemberian uang tersebut, sebab Nazaruddin sedang tidak berperkara di MK.

Bersama Janedjri, Mahfud juga mendatangi KPK. Dia menginformasikan mengenai pemberian uang itu. Mengenai dugaan adanya tindak pidana, Mahfud MD mempersilakan KPK untuk mengusutnya.


http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/05/26/111921_mahfud-md_300_225.jpg
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis)


Kepada Arry Anggadha dan Nur Eka Sukmawati, wartawan VIVAnews.com, Mahfud MD menceritakan tujuannya mendatangi KPK. Mahfud juga menceritakan hubungan dekatnya dengan SBY. Berikut wawancara lengkap dengan Mahfud MD.


Banyak persepsi kedatangan Anda ke KPK untuk melaporkan Nazaruddin. Sebenarnya apa saja yang dibicarakan di KPK?


Saya datang ke KPK menjelaskan bahwa dari sudut MK, pemberian uang oleh Nazaruddin ke MK itu belum ditemukan tindak pidananya. Dan kami menganggap tidak ada tindak pidana di situ. Oleh sebab itu sampai hari ini kami tidak melaporkan ke KPK karena kalau kami melapor ke KPK, padahal tidak ada tindak pidana, bisa-bisa kami yang digugat ke pengadilan karena mencemarkan nama baik. Tetapi kalau KPK menduga ada tindak pidananya, maka KPK harus bertindak. Itu yang saya sampaikan, bukan melaporkan.

Menurut pandangan Anda pemberian uang itu untuk apa?

Secara hukum itu tidak ditemukan aspek pidana sehingga tidak bisa dilaporkan. Tetapi saya menduga ada motif sebagai analisis politik ini mungkin bagian dari strategi untuk menyandera MK. Tapi kan analisis itu bukan fakta hukum, kalau dilaporkan hanya berdasarkan analisis, justru orang bisa dipidanakan.

Waktu itu saya menduga dua hal yang membahayakan bagi MK. Pertama, dia ingin menghancurkan MK dalam sebuah konspirasi karena MK itu dianggap sebagai lembaga yang bersih dia ingin hancurkan. Caranya dia memberi uang dulu, sebelum kita sempat apa-apa dia umumkan kalau MK itu kotor, buktinya MK menerima pemberian uang pemberian saya (Nazar). Oleh sebab itu saya langsung suruh kembalikan, jangan sampai menginap, tetapi kan waktu dikembalikan supaya tidak menginap itu kan dia lari dan menghindar.

Kedua, upaya menyandera. Nanti sudah kasih uang dan diterima tiba-tiba ada proyek atau perkara dia datang dan harus memenangkan perkara. Saya menduga kasus Kemenpora juga begitu. Mungkin dikasih uang lalu lupa mengembalikan atau dinikmati sesudah itu tak bisa menghindar dan tidak bisa mengelak ketika sebuah proyek harus dilakukan penunjukan pemenang tender.

Oleh karena dugaan itu, ini yang paling bagus laporkan sebagai etika saja karena setiap partai seharusnya membuka pengaduan kepada masyarakat kalau ada pengurusnya yang tidak benar. Maka saya ini melaporkan sebagai bagian dari masyarakat yang melapor ke SBY. Makanya saya katakan saya pribadi, temannya pak SBY yang melaporkan, bukan sebagai Mahfud MD, Ketua MK. Ketika bertemunya pun pribadi, dan ketika mengumumkannya pun pribadi di luar kenegaraan.

Pemberian uang oleh Nazaruddin ke Janedjri terjadi sebelum pembacaan putusan Pilkada Simalungun. Apa benar terkait perkara itu?

Itu tidak ada kaitannya. Simalungun itu sudah dilaporkan ke KPK kasusnya Jovinus Saragih itu. KPK saja tidak menemukan apa-apa, apalagi cuma wartawan. KPK sudah diberi waktu dan data, sampai sekarang tidak ada hubungannya.

Anda bilang pertemuan dengan SBY itu sebagai teman. Memang sejak kapan Anda kenal SBY?

Di awal 1993 atau 1994, saat itu dia menjadi Danrem di Yogya, saya menjadi Pembantu Rektor I di Universitas Islam Indonesia Yogya. SBY ini kan intelek, bukan gaya militer lapangan tapi pemikir. Setiap bulan para intelektual Yogya dikumpulkan di kantornya untuk diskusi, di situlah saya mulai tahu dia. Tapi dia tidak kenal saya karena waktu itu kan dia Danrem, saya pembantu rektor, tadi saya diundang untuk makan malam.

Dia memang suka nyanyi dan menyenangkan orangnya. Di Yogya itu setiap mengundang intelektual Yogya itu dia waktu makan malam kan ada musiknya nah dia yang nyanyi. Jadi saya tidak kaget waktu dia buat lagu. Sejak itu saya kenal dan terus mengamati langkah-langkahnya sebagai militer bagus dan cemerlang tapi saya kira dia tidak begitu kenal saya meskipun sering bertemu karena bayangkan Danrem di jaman Orde Baru itu seperti Menteri sekarang posisinya.

Apa dekat waktu sama-sama sebagai menteri?

Iya waktu sama-sama di kabinet Gus Dur saya jadi bawahan dia karena dia kan Menkopolsoskam, saya Menteri Pertahanan, di situ saya kenal dekat dan saling berinteraksi. Sejak itu komunikasi kami baik. Pak SBY itu ketika ayahnya meninggal, dia baru dipecat oleh Gus Dur. Psikologi pejabat Indonesia itu kalau menteri dipecat oleh presiden tidak ada orang yang berani mendekat karena takut pada presiden. Ketika itu sayalah satu-satunya menteri yang datang ke rumah dia di Pacitan. Itulah sebabnya saya berteman dengan SBY sudah lama dan sampai sekarang hubungannya baik.

Sebelum saya menjadi Ketua MK, dia sudah jadi presiden sementara saya masih anggota DPR. Saat ini hubungan masih berlanjut meskipun dia sudah jadi presiden hanya saja saya tidak pernah menelpon. Dia dulu yang menelpon saya. Kadang dia mengeluh, cerita kenapa Gus Dur bilang dia intervensi PKB padahal tidak. Bahkan mengucapkan Hari Raya pun dia telepon. Waktu saya terpilih jadi Ketua MK dia juga telepon dan bilang nanti SK-nya segera saya tandatangani. Orangnya hangat.

Anda tidak takut indepedensi Anda sebagai Hakim MK terganggu dengan kedekatan dengan penguasa?

Ketika saya terpilih jadi Hakim MK dan dia Presiden baru di situ saya merasa SBY ada jarak. Saya juga menjaga jarak dengan dia. Ini baik karena dia tidak boleh mengintervensi MK lagi. Kalau dia akrabnya masih seperti dulu justru buat orang curiga. Tapi tetap kalau ketemu dia rangkul bahu saya dan ketawa-ketawa.

Waktu Anda melaporkan Nazaruddin ke SBY, apa reaksi dia?

Dia bilang ya mari, laporan ini saya selesaikan tapi yang soal hukum biar hukum, saya menangani soal etika dan disiplin partai. Dia itu kendali emosinya sangat bagus sehingga tidak pernah terkejut, raut wajahnya juga biasa saja. Dia cuma bilang "Pak Mahfud, ini laporan yang bagus, nanti saya tindak lanjuti". Lalu saya lupakan setelah itu, tiba-tiba dia menelpon saya dan bilang Pak mahfud laporan yang dulu itu ternyata benar ya, tolonglah tulis biar saya bisa bertindak dengan cepat dan tepat.

Setelah itu saya tulis apa kasusnya, di mana tempatnya, dan siapa-siapa orangnya, kemudian saya sampaikan secara rahasia lagi ke dia, tidak ada yang tahu kan kalau itu terjadi tanggal 10 Mei saat saya sampaikan langsung ke dia. Baru tanggal 20 Mei dia minta saya umumkan bersama dia. Setelah itu orang-orang kaget kok tiba-tiba saya umumkan itu, apa itu maunya. Itu tidak tiba-tiba, itu sudah dari November. Dia juga yang minta saya yang umumkan.

Begitu saya umumkan begitu dia bicara di televisi. Dia bilang jadi ini masalah partai, saya harap kader Demokrat diam, ini akan diselesaikan. Memang ada komitmen kita sama-sama diam dan jangan bicara. Tapi setelah jumpa pers jam 3, tiba-tiba jam 5 sudah ada orang ngoceh.

Malamnya saya langsung SMS Marzuki Ali, Ahmad Mubarok, Andi Mallarangeng, dan Denny Indrayana. Saya bilang tolong diberi tahu tuh yang suka berkicau untuk berhenti. Kalau dia tidak berhenti maka saya akan melanggar kesepakatan dengan pak SBY bahwa saya akan diam. Tanggapan mereka cuma bilang bagus itu, tapi tidak tahu sudah disampaikan atau belum. Atau bisa juga sudah disampaikan tapi ini tidak bisa dikendalikan. Ya sudah 2 hari kemudian saya buka juga, masa saya pagi siang sore mau dicaci terus, wong partainya aja nggak melindungi kesepakatan saya.

Ada niat menyelesaikan dengan Ruhut?

Tidak. Untuk apa menyelesaikan dengan orang kayak gitu, tidak usah.

Bagaimana tanggapan dengan perkataan Ruhut yang bilang uangnya sudah dihitung-hitung?

Itu kan dibuka ketika mau dikembalikan, jadi biar sama jumlahnya waktu dari sini sampai dengan diantar ke satpam rumah Nazaruddin, waktu di telepon itu masih amplop tertutup. Kalau jumlahnya tidak sama nanti kan dibilang macam-macam. Yang buka itu juga bukan pak Janed tapi pegawai yang mengantar ke Nazaruddin.

Kenapa Anda tidak minta ke Pak SBY ngomong ke Ruhut supaya diam?

Tidak. Dia seharusnya tahu sendiri. Saya tidak mau bicara seperti itu karena sudah ada komitmen. Itulah sebabnya langsung saya bicara dan komplain. Saya minta maaf loh Pak SBY, saya terpaksa melanggar komitmen karena partai tidak melindungi komitmen saya dengan bapak. Harusnya kan dia bertindak sendiri larang itu si Ruhut itu. Tapi kenyataannya tidak dilarang kan, ya sudah.

Kalau Anda jadi SBY, menurut Anda apa tindakan yang tepat untuk Nazaruddin?

Ya kayak sekarang ini, tapi kalau Mahfud jadi ketua dewan demokrat tentu beda (ujarnya sambil tertawa).

Selama ini pengawasan di MK seperti apa?

Di sini transparan. Mekanisme pengambilan keputusan di sini tidak boleh diputuskan tanpa melalui analisis terhadap fakta-fakta di persidangan satu per satu oleh sembilan hakim. Oleh karena itu di sini independensi hakim itu dijamin dan dijaga ketat sehingga setiap hakim punya kebebasan untuk menyampaikan pendapat, tidak dihegemoni oleh ketua. Di sini ketua memberi putusan yang terakhir.

Kalau pengawasan ke panitera dan pegawai lain?

Pertama, orang daftar perkara di sini tidak boleh langsung menemui panitera karena ada tukang daftar. Kedua, panitera tidak boleh berhubungan dengan orang yang berperkara. Ketiga, panitera tidak punya akses terhadap isi putusan. Anda boleh kenal dengan panitera tapi panitera tidak tidak punya akses untuk itu.

Jangankan panitera, sekjen saja tak punya akses. Oleh sebab itu, pak Janed langsung mengembalikan uang itu karena dia tak bisa mau membicarakan perkara di sini. Sehingga setiap orang mau dikasih suap itu tak bisa di sini menerima karena itu berarti dia siap menyerahkan lehernya ke ujung resiko karena tidak ada yang bisa punya akses terhadap isi perkara termasuk hakim sekalipun.

Sudah ada sanksi belum untuk pegawai atau panitera MK?

Banyak. Panitera yang namanya Mahfud itu dipecat. Itu juga yg membuat saya heran dengan polisi dan kepada KPK. Itu kan sudah ada bukti berdasarkan pemeriksaan tim investigasi MK dan eksternal. Dia juga mengaku ke saya kalau menerima suap.

Melihat kiprah Anda saat ini, ada yang mengkaitkan karena Anda akan maju pada Pilpres 2014. Apa benar itu?

Saya senang membaca berita itu sebagai produk analisis bukan karena saya ingin menjadi presiden tetapi karena saya suka baca berita politik. Naluri saya sebagai mantan politikus senang membaca berita seperti itu.

Saya sendiri sampai sekarang tidak punya niat untuk menjadi presiden karena dua alasan. Pertama, alasan konstitusi. Konstitusi itu menghendaki presiden diajukan oleh parpol, nah saya tidak punya parpol dan tidak punya hubungan dekat dengan parpol, dan tidak mau punya hubungan dekat dengan parpol. Jadi kan nggak mungkin maju jadi presiden.

Tapi Anda dulu politisi dari PKB?

Saya punya hubungan sejarah dengan PKB, tapi saya tidak dekat dan tidak mau dekat. Karena saat ini posisi saya adalah hakim, harus adil.

Alasan kedua, Saya ini kan orang praktis, orang desa yang tidak suka protokoler-protokoler. Saya membayangkan presiden itu, aduh kok seperti dipenjara. Ke setiap tempat harus disterilkan dan dikawal banyak orang. Saya itu orangnya praktis, jadi maù makan di pinggir jalan akan terganggu kalau saya jadi presiden, makanya saya tidak mau jadi presiden.

Belum lagi kalau membuat kebijakan diserang sana sini. Membuat kebijakan diserang, tidak membuat juga diserang, kan itu agak berat bagi saya. Tapi biarkan wacana itu berkembang karena saya senañg membacanya sebagai produk analisis.

Kalau ada partai yang mencalonkan Anda di 2014, apa Anda akan menerimanya?

Saya selalu percaya Tuhan itu selalu membawa jalan bagi seseorang. Saat ini mungkin saya berkata tidak, tapi kalau Tuhan membawa ke suatu tempat maka manusia itu tidak dapat menghindar. Oleh sebab itu saya tidak akan deal dengan siapapun, tapi sejarah itu biar berjalan. Tuhan sudah menentukan jalan setiap orang sehingga pada akhirnya lihat saja nanti. Tapi sekarang saya katakan tidak.

Kalau dipasangkan dengan Sri Mulyani?

Sebagai produk analisis bagus. Saya sendiri mendukung Sri Mulyani karena saya senang dengan orang itu, dia punya pendirian dan bersih. Tidak tahu ya Sri Mulyani dukung saya atau tidak, tapi saya mendukung Sri Mulyani.

Melihat situasi bangsa seperti ini apa yang harus diperbaiki?

Kalau negara ini mau bagus maka tegakkan hukum dengan benar karena itu akan menolong siapapun kalau sudah percaya dengan hukum. ( viavnews.com )



Mungkin Artikel Berikut Juga Anda Butuhkan...!!!



No comments:

Post a Comment